H. Asikin Ahmad (kemeja biru) bersama Komunitas Padompo dalam sesi foto bersama di Aula Pendopo Bupati Dompu pada acara Seminar Sehari Budaya Dompu, Kamis (1/8/2024)
Koranlensapos.com - Sejarah mencatat bahwa Mahapatih Kerajaan Majapahit, yakni Gajah Mada pernah bersumpah "Amukti Palapa".
Sumpah Palapa itu adalah keinginan Gajah Mada untuk mempersatukan wilayah-wilayah di Nusantara dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit. Selama cita-cita tersebut belum berhasil, Gajah Mada bersumpah untuk tidak bersenang-senang dan lebih membatasi diri dalam keinginan duniawinya.
Sumpah Palapa adalah suatu pernyataan yang dikemukakan oleh Gajah Mada pada upacara pengangkatannya menjadi Patih Amangkubhumi Majapahit, tahun 1258 Saka (1336 M).
Sumpah Palapa ini ditemukan pada teks Jawa Pertengahan Pararaton, yang berbunyi:
“Sira Gajah Madapatih amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".
Terjemahannya:
“[Akhirnya] Gajah Mada menjadi patih mangkubumi, [tetapi] tidak ingin amukti palapa. Gajah Mada [bersumpah], "Jika sudah takluk Nusantara, [maka] aku amukti palapa. Jika [sudah] takluk Gurun, Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, barulah aku amukti palapa". ”
Dari isi naskah ini dapat diketahui bahwa pada masa diangkatnya Gajah Mada, sebagian wilayah Nusantara yang disebutkan pada sumpahnya belum dikuasai Majapahit.
Sejarawan Dompu, H. Asikin Ahmad saat menjadi narasumber pada Seminar Sehari Budaya Dompu yang digelar di Aula Pendopo Bupati Dompu, Kamis (1/8/2024) menjelaskan berdasarkan isi Sumpah Palapa tersebut termuat dengan jelas nama Dompo (Dompu) sebagai salah satu dari 10 kerajaan yang hendak ditaklukkan oleh Gajah Mada.
Mewujudkan sumpah tersebut, akhirnya terjadi penyerangan yang dilakukan tentara Majapahit ke Kerajaan Dompo saat itu.
"Penyerangan Majapahit ke Dompu terjadi pada tahun 1357 Masehi," ungkap tokoh yang pernah menjadi Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Dompu di masa pemerintahan Bupati Dompu, H. Abubakar Ahmad (Ompu Beko) itu.
H. Asikin melanjutkan Sumpah Palapa Gajah Mada dipandang sebagai tonggak sejarah Dompo di masa silam.
"Karena secara logika dapat mengungkap keberadaan kerajaan Dompo sebelum penaklukkan oleh Majapahit," ulasnya.
Dikemukakannya penyerangan tersebut sekaligus memberi pemahaman bahwa Majapahit telah menganggap kerajaan Dompu sebagai sebuah kerajaan yang kuat dan penting untuk dikuasai.
"Tentu pada logika kita, bahwa besar dan kuatnya sebuah kerajaan tidak mungkin tumbuh serta merta dalam suatu kurun waktu yang singkat. Jika pada saat sumpah Palapa diucapkan oleh Gajahmada pada tahun 1331 Masehi berarti kerajaan Dompu telah lama berkembang," urainya.
Asikin kemudian mengutip tulisan arkeolog Agus Aris Munandar dalam bukunya “Gajahmada Biografi Politik”.
Agus Aris Munandar menulis" “Kesimpulan yang dapat ditarik dari berita adanya serangan Majapahit ke Dompo dan juga berdasarkan temuan arca-arca serta prasasti yang bercirikan kronologi lebih tua daripada zaman Majapahit adalah bahwa di daerah Dompo telah berkembang kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha. Kerajaan itu agaknya telah lama berkembang dan pengaruhnya dirasakan mengganggu armada dagang Majapahit ke wilayah Nusantara timur, karena itulah perlu segera ditaklukkan oleh tentara Majapahit. Pada waktu serangan tentara Majapahit ke Dompo tersebut, pusat kekuasaan di Bima belum lagi ada, karenanya baik Pararaton maupun Nagarakertagama menyatakan adanya serangan Majapahit ke Dompo. Setelah Dompo jatuh, tentara Majapahit dengan dibantu oleh penduduk setempat yang masih diketuai oleh para ketua adat lalu mendirikan pemukiman baru yang kelak dinamakan dengan Bima. Pemukiman baru itu sengaja didirikan untuk menjaga kelanggengan pengaruh Majapahit di Sumbawa, andaikata Dompo hendak memberontak lagi, maka anak keturunan bangsawan Majapahit dan tentara Majapahit yang telah kawin-mawin dengan penduduk setempat di Bima dapat segera menggempur Dompo kembali”.
Dilanjutkan Asikin, Kerajaan Dompo setelah pengaruh kekuasaan Majapahit tumbuh dan berkembang menjadi sebuah kerajaan Hindu dengan tingkat peradaban dan kebudayaan yang lebih maju. Hal tersebut ditunjukkan oleh beberapa situs yang sangat kental dengan pengaruh Majapahit dan agama Hindu. Antara lain Situs Dorobata di Kelurahan Kandai Satu, Situs Doro Mpana di Kelurahan Kandai Satu dan Situs Doro Bente di Dusun Tompo Desa Soro Tatanga Kecamatan Pekat Kabupaten Dompu. (emo).