Aksi demo Jilid I dilakukan sekitar ribuan warga sejumlah desa di Kecamatan Pekat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Hutan Kadindi (AMPUH), Kamis (31/8/2023)
Dompu, koranlensapos -- Sekitar ribuan masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Hutan (AMPUH Kadindi menggelar demonstrasi besar-besaran. Unjuk rasa Jilid I itu dilakukan di depan kantor BPKH Tambora dan Kantor Camat Pekat Kabupaten Dompu, Kamis (31/8/2023).
Massa aksi yang tergabung dari sejumlah Desa di Kecamatan Pekat itu menyuarakan perlindungan Hutan Kadindi sebagai pusat mata air. Diketahui, saat ini debit mata air dari hutan tersebut telah menyusut akibat illegal logging dan perambahan yang telah dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
Dalam orasinya, massa aksi menyampaikan 6 (enam) tuntutan.
Pertama, Tangkap dan adili pelaku illegal logging di areal hutan Kadindi;
Kedua, Pastikan pelaku keluar dari desa Kadindi, jangan biarkan datang kembali;
Ketiga, Meminta kepada Pemdes Kadindi dan unsur muspika Pekat untuk segera memperjelas status dan legalitas hutan penyangga mata air gunung Kadindi;
Keempat, Menagih janji Kepala Desa Kadindi untuk meluruskan persoalan hutan Kadindi;
Kelima, Menuntut BKPH Tambora untuk memberikan kejelasan barang bukti yang sudah disita sebelumnya; dan
Keenam, Menuntut Bupati Dompu untuk memenuhi janjinya terkait penempatan status hukum gunung Kadindi.
Setelah berorasi sekitar 30 menit, sepuluh orang perwakilan massa aksi diberikan kesempatan untuk audiensi di dalam aula kantor Camat. Audiensi dipimpin Camat Pekat, Nuraini, S.Pd dan dihadiri BKPH Tambora, Polsek dan Danposramil.
Dalam audiensi itu, Satrul Uyubi selaku Kordum mengulas kembali 6 tuntutan di atas dan meminta Pemerintah dan APH serta pihak BKPH Tambora untuk menidaklanjutinya.
Ditegaskan Satrul Uyubi, illegal logging dan perambahan hutan telah menyebabkan berkurangnya debit mata air yang bersumber dari gunung Kadindi.
"Pengurangan debit air ini dikarenakan illegal logging yang sudah merajalela," ungkap
Satrul menuding BKPH Tambora telah melakukan pembiaran terhadap aksi pengrusakan hutan yang terjadi.
"Illegal logging ini terus terulang karena kurangnya perhatian dari APH baik yang ada di Desa, Kecamatan, maupun Kabupaten," sebutnya.
Boy Irawan selaku Korlap I juga menegaskan, BKPH Tambora jangan jadi pengkhianat rakyat.
"Kalian bilang hutan Gunung Kadindi bukan tanggung jawab kalian. Tapi nyatanya ketika ada oknum yang merusak hutan dan barang buktinya kalian makan. Sedangkan pelakunya kalian biarkan berkeliaran.
Ironisnya lagi, oknum mengaku bahwa penebangan sonokeling yang ia lakukan sudah ada izin dari pemerintah terkait," kata Boy.
Pada kesempatan yang sama, Arifin Umar selaku Pembina mengungkapkan, aksi ini merupakan kemarahan masyarakat atas ketidakpekaan aparat terkait permasalahan illegal logging. Segala macam cara dilakukan masyarakat setempat dalam upaya penyelamatan hutan penyangga mata Air Gunung Kadindi. Tetapi menjadi sia-sia karena di saat yang sama terjadi aksi illegal logging oleh oknum-oknum berduit maupun perambahan hutan oleh manusia serakah yang hanya mementingkan kebutuhan sesaat tanpa memikirkan keberlanjutan kehidupan di masa mendatang. Apalagi oknum-oknum APH disinyalir melakukan pembiaran terhadap aksi illegal logging itu.
"Namun alasan klasik selalu muncul ketika diminta untuk menindak tegas pelaku perusakan hutan tersebut baik oleh mereka yang bermain di sektor ilegal logging maupun perambah hutan, begitu nafsunya mereka ingin menjadikan hutan penyangga mata air tersebut menjadikan kebun hak miliknya," sebutnya.
"Harapan kami dengan aksi tersebut mereka para pemangku kebijakan punya kesadaran bahwa seragam yang mereka pakai bukan untuk membusungkan dada tapi harus lebih kepada menghadirkan rasa nyaman di dada masyarakat atas kebijakan-kebijakan yang mereka hadirkan," ujarnya.
Lalu Bukhari sebagai korlap II dalam orasinya meminta dengan tegas kepada Pemerintah Desa, Camat, BKPH dan Polsek agar serius memperhatikan hasil kesepakatan Aksi Damai Jilid I tersebut.
"Kami minta agar hasil kesepakatan ini ditondaklanjuti paling lambat 1 bulan ini karena mengingat Bulan Oktober akan ada acara adat turun benih.
"Jangan sampai masyarakat marah ketika melihat hancurnya pohon-pohon hutan yang ditanam oleh masyarakat transmigrasi dulu," tandasnya.
Dikatakannya kalau memang tidak bisa diselesaikan secara administrasi paling tidak secepatnya Hutan Kadindi ini diberi Garis Polisi atau apapun bentuknya agar masyarakat mengetahui keseriusan Pemerintah bahwa hutan Kadindi saat ini sedang bermasalah," tegasnya.
Fakarudin, biasa disapa Bang Pakar selaku penanggung jawab aksi mendesak Muspika dan BKPH Tambora untuk sesegera mungkin menindaklanjuti apa yang menjadi tuntutan dan kesepakatan bersama yang telah ditandatangani.
"Dan saya menegaskan jika tidak sesegera mungkin atau tidak ditanggapi secara serius tuntutan dan kesepakatan bersama itu, maka kami akan melakukan aksi jilid II dengan jumlah masa lebih banyak dari aksi kemarin guna untuk lebih mempertegas persoalan tersebut," ucapnya memberi ultimatum.
Audiensi itu menghasilkan sejumlah poin kesepakatan.
Pertama, menertibkan segala aktivitas di wilayah hutan Kadindi sampai ada kejelasannya;
Kedua, Mempercepat proses penertiban status hukum hutan gunung Kadindi;
Ketiga, Memproses hukum pelaku illegal logging hutan Kadindi;
Keempat, Segera melakukan tata batas wilayah hutan gunung Kadindi agar tidak ada aktivitas apapun berdasarkan Perdes bersama 6 (enam) desa sebagai legal standing dan mengamankan hingga pada tertibnya aturan yang baru.
Dalam aksi kemarin ditanggapi oleh Camat Pekat dan Kepala BKPH Tambora saat aksi.
"Kita siap menindaklanjuti secepatnya terkait dengan hutan Gunung Kadindi sesuai dengan aspirasi masyarakat," kata Camat Pekat dan Kepala BKPH Tambora. (Rum)