DOMPU SEUNIK JAKARTA

Kategori Berita

.

DOMPU SEUNIK JAKARTA

Koran lensa pos
Rabu, 14 Mei 2025

 

Rukyatil Hilaliyah (berpakaian adat Dompu) saat mengisi acara Dialog Publik yang digelar HMI dan Kohati Kabupaten Dompu, Selasa (13/5/2025) kemarin di Gedung PKK



Oleh: Rukyatil Rasyad*

Dompu Seunik Jakarta 
Apa?  Yang benar?! 

Iya… Jakarta adalah sebuah kota urban. Seluruh penduduk Indonesia berkiblat ke Jakarta. Mereka berbondong-bondong datang ke jakarta. 

Ketika zaman Soeharto, setelah lebaran selalu ada Operasi Yustisia untuk melacak penduduk ‘gelap’ yang tidak memilki KTP Jakarta. Mereka umumnya dibawa oleh keluarga, teman, atau saudaranya. Umumnya tujuan mereka adalah mencari kehidupan yang lebih baik. 

Kedatangan para urban ini bukan hanya terjadi di era modern. Jauh sebelum Belanda menguasai fathillah, jakarta sebagai kota tujuan. 

Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van der Wick, setting kota tempat Zainudin melarikan diri dari luka hatinya adalah Batavia atau Jakarta. Begitu pula novel Salah Asuhan, settingnya adalah Jakarta. Jakarta menjadi sumber inspirasi. Sumber kehidupan. Gambaran dari harapan! 

Maka jangan heran kalau kemudian di jakarta kita akan menemukan banyak kampung berdasarkan nama daerah yang ada di Indonesia. Sebut saja kampung Ambon, kampung Padang, kampung Aceh, kampung Jawa, kampung Melayu, kampung Bugis, dan kampung Makasar. Kampung Betawi sebagai suku asli! 

Kita tidak perlu keliling indonesia untuk mengetahui kekhasan mereka. Cukup datangi kampunh-kampung itu dan kita akan menemukan budaya mereka! 

Bagaimana dengan Dompu ? 
Bima ada di Dompu! 
Dompu tidak ada di Bima! 

Kita tidak perlu ke Ngali untuk belajar karakter orang ngali. Cukup datang ke Simpasai. Karakter orang Ngali yang keras namun berhati lembut dan memiliki solidaritas tinggi terbaca di sana. Masuk ke kampung ini harus hati-hati karena karakter “senggol bacot” masih ada. Meski sudah sangat jauh berkurang karena besebelahan dengan suku asli Dompu ‘dou kandai’ yang terkenal dengan logat khasnya ‘ai dinaeee..’ dengan intonasi 2233 (teori intonasinya saya pending dulu). 

Kalau mau lihat bagaimana orang Wawo berkunjunglah ke Wawonduru dan Wawo Roi. Anda akan menemukan dusun Maria, dusun Sigi, dusun kambilo, dusun Teta, dan sebagainya. 

Untuk melihat Woha dan Sape, anda cukup datang ke Monta. Akulturasi dan asimilasi yang sangat harmonis! 

Belum lagi di daerah - daerah pesisir. Orang Waworada dan Nggira turut berbaur dengan penduduk lokal di Hu’u maupun Kilo. Demikian juga di Saneo. Disana ada kampung Wawo! 

Pada era Majapahit, muncul kampung Bali, Karijawa, Daha, Madawa dan sebagainya. 

Untuk menghindari rasa sombong dan merasa  superior, saya tidak akan menggiring pembaca untuk menyimpulkan seperti apa Dompu dan masyarakatnya. Tetapi keunikan ini merupakan fakta bahwa wilayah Dompu adalah wilayah yang sangat terbuka bagi urban! 

Hanya di Dompu yang ada NGGAHI MAKA untuk tamu!  Tamu atau pendatang wajib dimuliakan! 

Dan ini adalah nilai budaya yang juga merupakan ajaran Islam. 

Siapa yang mampu membantah fakta ini ? Komen yah 

*Penulis: Pemerhati Budaya Dompu