Pilkada Dompu Tahun 2024 ; Antara Peneguhan Nilai dan Memanfaatkan Momentum

Kategori Berita

.

Pilkada Dompu Tahun 2024 ; Antara Peneguhan Nilai dan Memanfaatkan Momentum

Koran lensa pos
Kamis, 30 Mei 2024
Penulis saat menjadi narasumber pada acara pelantikan dan pembekalan Panwascam Se Kabupaten Dompu. Jum'at (24/5/2024)



Oleh : Suherman*

Sabtu malam, 25 Mei 2024 telah dilakukan peluncuran Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Dompu Tahun 2024 oleh KPU Kabupaten Dompu di Taman Kota. 

Dengan dimulainya peluncuran tersebut, menandakan bahwa rangkaian tahapan Pilkada serentak tahun 2024 telah dimulai. Dengan demikian, semua pihak sudah harus bersiap dan mulai saling bahu membahu untuk menyukseskannya. 

Bukan hanya oleh penyelenggara pemilu, akan tetapi oleh semua pihak. Apakah itu pemerintah daerah, stakeholders,  partai politik, para calon, simpatisan dan pendukung serta lebih-lebih masyarakat umum. 

Penulis tertarik pada tema Pilkada kali ini yaitu Mewujudkan Pilkada Dompu Dengan Semangat "Manggini, Manggari dan Mataroa". 

Hemat penulis, jika dilihat dan dibaca secara cermat, tema ini tidak utuh sehingga ada yang kelihatannya terpenggal dan janggal. Dalam tema tersebut yang ada hanyalah kegiatan yaitu Pilkada Dompu dan semangat atau filosofinya yaitu Manggini, Manggari dan Mataroa. Sementara tujuan yang ingin dicapai, tidak disebutkan.

Untuk memahaminya, secara sederhana kita berikan pertanyaan. Apa yang ingin diwujudkan dari Pilkada Dompu Tahun 2024 dengan semangat manggini, manggari dan mataroa? 

Meski demikian, tematik Pilkada kali ini dengan pendekatan budaya patut diapresiasi. Kenapa pendekatan budaya dalam Pilkada Dompu 2024 itu penting? 

Pertama, budaya itu sarat nilai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, nilai adalah sifat-sifat yang penting dan berguna bagi kemanusiaan. 

Ada banyak sifat yang penting dan berguna bagi manusia diantaranya kalau dalam konteks Pilkada sifat itu tentu yang sesuai atau selaras dengan asas dan prinsip penyelenggaraan Pilkada. Diantaranya asas dan prinsip langsung dan demokratis, jujur, adil, profesional, mandiri berintegritas dan seterusnya. 

Nilai-nilai tersebut sejatinya tertanam dan terpatri dalam sanubari serta dijalankan oleh setiap orang dengan penuh komitmen. Apakah itu penyelenggara pemilunya, pesertanya atau pemilihnya. 

Dalam pemilu atau pilkada, salah satu masalah yang sering terjadi dan masif yaitu masalah politik uang. Orang (baca : politisi dan pemilih) sudah tidak punya malu untuk bicara dan menerima uang yang dalam pendekatan agama adalah bagian dari suap menyuap atau sogok, yang dalam hukum pemilu adalah bagian dari tindak pidana pemilu. 

Apa sebabnya? Karena orang miskin nilai. Entah itu nilai moral, etika lebih-lebih hukum. Bahkan lebih parahnya lagi, sebagian besar menganggap bahwa politik uang itu adalah budaya. Padahal sejatinya, politik uang itu bukanlah budaya tapi kejahatan. Kejahatan kemanusiaan dan kejahatan hukum sebagaimana yang penulis sering sampaikan. 

Maka, tidak pantas ia disebut sebagai budaya, sebab kembali pada prinsip dasar bahwa budaya itu sarat akan nilai. 

Kedua, momentum. Saat ini, masyarakat Dompu yang diprakarsai oleh pegiat sejarah dan budaya tengah berupaya mengembalikan identitas kedompuannya (baca : dou Dompu) melalui pelbagai macam gerakan. Mulai dari gerakan sosial media, diskusi, penulisan buku, penelitian dan sebagainya. 

Momentum politik Pilkada yang melibatkan banyak orang adalah sarana yang tepat untuk menggaungkan kembali semangat itu. 
Di mana pada momentum inilah akan lahir calon pemimpin Dompu ke depan. 

Pemimpin-pemimpin yang dilahirkan dari proses Pilkada tersebut adalah pemimpin yang nantinya dapat membuat kebijakan untuk memajukan kebudayaan Dompu ke depan. 

Untuk itu, selain melalui tema dan kegiatan budaya dalam peluncuran Pilkada. Beberapa hal yang perlu dan penting dilakukan pertama, mendorong penyelenggara pemilu (baca = KPU Dompu) agar dapat memasukkan tema kebudayaan sebagai materi debat pasangan calon di masa kampanye. 

Kedua, melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih melalui pendekatan budaya kearifan lokal. 

Ketiga, saat ini timbu dan muna pa'a telah menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Untuk menjaga eksistensinnya. Maka, mendorong penyelenggara pemilu, stakeholders Pilkada dan peserta Pilkada untuk menjadikan timbu sebagai penganan wajib dalam setiap kegiatan rapat koordinasi, rapat pleno, sosialisasi dan kampanye. Termasuk penggunaan kain tenun muna pa'anya. 

Ketiga, mendorong pasangan calon untuk memasukkan materi kebudayaan dalam dokumen visi, misi dan program kerja yang akan disampaikan ke KPU Kabupaten Dompu saat mendaftar dan disampaikan ke masyarakat di masa kampanye. 

Pilkada yang diselenggarakan pada 27 November mendatang merupakan Pilkada serentak pertama di Indonesia. Di mana pemilihan Gubernur bersamaan dengan pemilihan Bupati dan Walikota. 

Artinya di TPS nanti, pemilih memilih dua surat suara. Surat suara untuk Gubernur dan surat suara Bupati dan Walikota. 

Sebagai pilkada serentak pertama, tentu akan memiliki masalah dan tantangan baru yang sedikit berbeda dari Pilkada yang hanya untuk memilih Bupati atau Walikota sebagaimana sebelum-sebelumnya. 

Namun, apapun itu, jika semua pihak sepakat dan berkomitmen untuk melaksanakan Pilkada Dompu tahun 2024 dengan semangat Manggini Manggari dan Mataroa. Insha Allah Pilkadanya aman dan damai. 

*Penulis adalah pegiat pemilu dan demokrasi.