Bakteri tersebut dapat menyebabkan daerah yang terkena kehilangan kemampuan untuk merasakan sentuhan dan rasa sakit. Gejala awalnya berbentuk mirip cedera, seperti luka terbuka dan luka bakar. Biasanya, kulit yang terkena berubah warna dan menjadi lebih terang atau lebih gelap, sering kering atau bersisik, atau kemerahan karena peradangan pada kulit.
Jika tidak diobati, kerusakan saraf dapat mengakibatkan kelumpuhan. Dalam kasus yang sangat lanjut, orang tersebut mungkin mengalami beberapa cedera karena kurangnya sensasi, dan mengakibatkan kecacatan.
Ulkus kornea dan kebutaan juga dapat terjadi jika saraf wajah terpengaruh. Tanda-tanda lain dari penyakit kusta lanjut mungkin termasuk hilangnya alis dan deformitas hidung akibat kerusakan pada septum hidung.
Di Indonesia sendiri, tercatat data dari Kementerian Kesehatan RI per tanggal 24 Januari 2022, mencatat bahwa jumlah kasus kusta tedaftar sebesar 13.487 kasus dengan penemuan kasus baru sebanyak 7.146 kasus.
Dikatakannya penyakit kusta dapat disembuhkan asalkan selalu mengingat dua kunci utama dalam pengobatan penyakit ini, yaitu tidak terlambat memeriksakan diri ke dokter dan disiplin saat menjalani pengobatan. Dengan melakukan diagnosis dan pengobatan dini, kecacatan akibat penyakit kusta ini dapat dicegah
Selain harus minum obat secara teratur, orang dengan kusta juga harus memperhatikan asupan nutrisinya. Hal ini dilakukan untuk membantu mempercepat penyembuhan kusta.
Dilansir dari salah satu sumber bahwa Hari Kusta Sedunia tahun 2022 ini mengambil tema “Bersatu untuk Martabat” atau United for Dignity. Peringatan Hari Kusta di tahun 2022 ini WHO mengajak untuk menyerukan persatuan dalam menghormati martabat orang yang mengalami kusta.
Sebabnya, Salah satu masalah yang menghambat upaya penanggulangan kusta adalah adanya stigma yang melekat pada penyakit kusta dan orang yang mengalami kusta bahkan keIuarganya. Sehingga menghambat upaya orang yang pernah terkena kusta dan keluarganya untuk menikmati kehidupan sosial yang wajar seperti individu lainnya.
DaIam kehidupan sehari-hari, perlakuan diskriminatif dapat terjadi dalam hal kesempatan mencari lapangan pekerjaan, beribadah di rumah-rumah ibadah, menggunakan kendaraan umum, mendapatkan pasangan hidup, dan lain-lain.
Keadaan ini berdampak negatif secara psikologis bagi mereka, yang mengakibatkan selfstigma, frustrasi, bahkan upaya bunuh diri. Dari sisi penanggulangan penyakit, stigma kusta dapat menyebabkan seseorang yang sudah terkena kusta enggan berobat karena takut keadaannya diketahui oleh masyarakat sekitarnya.
Hal ini tentu saja akan mengakibatkan berlanjutnya mata rantai penularan kusta, timbulnya kecacatan pada yang bersangkutan, sehingga terjadilah lingkaran yang tak terselesaikan.
Pada hari kusta sedunia tahun 2022 ini disampaikan pesan kunci “Bersatu untuk Martabat”:
Bersama-sama kita bisa mengangkat setiap suara dan menghormati pengalaman orang yang pernah mengalami kusta.
Orang yang mengalami kusta menghadapi tantangan kesejahteraan mental karena stigma, diskriminasi, dan isolasi.
Orang yang mengalami kusta berhak atas kehidupan yang bermartabat bebas dari stigma dan diskriminasi terkait penyakit. (emo).