Sejarah Singkat Desa Kadindi - Dompu Tahun 1669 - 2021

Kategori Berita

.

Sejarah Singkat Desa Kadindi - Dompu Tahun 1669 - 2021

Koran lensa pos
Senin, 12 Juli 2021

Oleh: Faisal Mawa’ataho*




Kadindi dan Kadindi Barat adalah nama dua buah desa yang terletak di Kabupaten Dompu, NTB. Kadindi semula merupakan salah satu wilayah milik kerajaan Tambora. Sejak 1669, Tambora berada di bawah kendali VOC Belanda. Kerajaan ini tersapu oleh letusan dahsyat G. Tambora pada tahun 1815.

Menurut penulis Belanda, Valentijn, daerah yang menjadi milik Kerajaan Tambora meliputi Kadindi, Kengkelu, Barabun, Wawo, Lawasa, Papunti, Laleekan, Salepe, Sakewi, Laewong, Waro, Tangga, Sukon, Tuwi, Kaomon, Tompo, dll. Tompo adalah wilayah sengketa dengan Kesultanan Dompu (Hagerdal, Helds History of Sumbawa, 2017, hal. 91).

Kadindi semula disebut Kadinding. Sebutan ini mulai berubah sejak Kadinding menjadi bagian Kesultanan Dompu. Nama Kadindi merupakan hasil reduksi dari penyebutan dalam masyarakat Dompu terhadap Kadinding. Bahasa lokal tidak memiliki bunyi konsonan mati sehingga bunyi -ng di ujung kata dihilangkan. Berdasarkan peta yang dibuat oleh Baron Melvill van Carnbee pada tahun 1856, seluruh bekas Kerajaan Tambora dan Kerajaan Pekat dijadikan wilayah milik Kesultanan Dompu setelah dua kerajaan itu lenyap pada tahun 1815 akibat letusan G. Tambora (mbojoklopedia.com/2015/03/malapetaka-tanah-tak-bertuan-di.html?m=1).

Kadinding adalah wilayah sengketa antara Kerajaan Tambora dengan Kerajaan Pekat. Pada tahun 1704 kedua kerajaan itu berperang memperebutkan Kadinding. Namun akhirnya peperangan ini ditengahi oleh VOC Belanda. Kadinding pun tetap berada di tangan Tambora (Hagerdal, op. cit. hal 139).

Pada tahun 1714 Kadinding melakukan pemberontakan tehadap Tambora. Abdul Aziz yang menjabat Jeneli atau penguasa Kadinding sekaligus paman dari Sultan Jamaluddin Daeng Mamangun berselisih dengan sultan Tambora itu. Meskipun telah ditengahi oleh VOC, namun perseteruan mereka tetap berlanjut. Sultan pun kalah dan mealarikan diri ke Bima untuk meminta perlindungan dari VOC. Ia kemudian dipindahkan ke Kampung Baru, Makassar (Hagerdal, ibid. hal 98).

Kadinding hancur berkeping-keping bersama meletusnya G. Tambora pada 10 April 1815. Penduduknya tak tersisa, perkampungannya pun tak berbekas lagi. Wilayah ini terbengkalai selama empat puluh tahun berikutnya selama masa wabah diare dan kolera pasca letusan Tambora. Lalu pada tahun 1855 muncullah seseorang bernama Daeng Manrangka yang mengaku sebagai keponakan sultan Tambora yang terakhir, Abdul Gafur Daeng Mataram (1801-1815).

Daeng Manrangka meminta izin kepada Belanda untuk menempati Kadinding bersama para pengikutnya. Setelah diizinkan, maka pada tahun 1855 Daeng Manrangka lanjut menduduki Tompo. Ia pun diakui sebagai penguasa Tompo oleh Belanda. Hal ini diprotes oleh Dompu, sebab sejak dahulu Tompo adalah wilayah sengketa antara dua kerajaan itu. Konflik antara Daeng Manrangka dengan Dompu akhirnya dimenangkan oleh Dompu. Akhirnya pada tahun 1861 ia ditangkap dan dibawa ke Makassar (Hagerdal, ibid. hal. 151).

Sejak Daeng Manrangka dan pengikutnya pindah ke Tompo, Kadinding tidak lagi berpenghuni. Ia kembali menjadi kosong berisi hutan belantara. Dan setelah diasingkannya Daeng Manrangka, Kadinding menjadi miliki Dompu seutuhnya. Pada masa kekuasaan Orde Baru, pemerintah Daerah Tingkat II Dompu membuka Kadindi sebagai daerah transmigrasi. Tahun 1970, didatangkanlah penduduk dari Pulau Lombok untuk menempati Kadindi.

Maka dibangunlah sejumlah perkampungan baru antara lain Karang Juli, Suka Mulia, Karang Kalijaga, dan Malaka Manis. Kampung-kampung itu tetap berada dalam satu desa yang tetap diberi nama Desa Kadindi (Saleh, Sekitar Kerajaan Dompu, 1985, hal. 120). Masyarakat asal Lombok yang membuka lahan Kadindi pada saat transmigrasi dipimpin oleh seorang bernama Datu Anggrat, BA. Hingga kini tokoh yang dianggap sebagai pendiri Desa Kadindi baru ini sangat dihormati dan dikenang di kalangan penduduk Desa Kadindi yang berasal dari etnis Sasak (Lombok) (blogbaturte.blogspot.com/2015/01/kenangan-transmigrasi-kadindi.html?m=1).

Pada awal masa Reformasi, Desa Kadindi dimekarkan menjadi dua desa. Maka lahirlah desa baru yang diberi nama Desa Kadindi Barat. Pada tahun 2021 ini, Desa Kadindi merayakan ulang tahunnya yang lima puluh satu. Ulang tahun tersebut ditetapkan jatuh pada 7 Juli 1970 sebagai tanggal berdirinya Desa Kadindi. Selamat ulang tahun Desa Kadindi, ayo terus maju untuk membangun daerah bersama-sama. (*Penulis adalah Founder Komunitas Gemar Sejarah/KGS Bima)