Asal Mula Gunti Rante dan Asal Mula Raja Bima dan Dompu

Kategori Berita

.

Asal Mula Gunti Rante dan Asal Mula Raja Bima dan Dompu

Koran lensa pos
Selasa, 02 Februari 2021


                                   Budayawan dan Sejarawan Bima, 
                         Dewi Ratna Muchlisa Mandyara, SE., M. Hum

Bima, koranlensapost.com - Kepala Museum Kebudayaan Samparaja Bima, Dewi Ratna Muchlisa Mandyara, SE., M.Hum mengutip catatan Prof. Dr. Henri Chambert-Loir dalam bukunya yang berjudul "Asal Bangsa Jin dan Segala Dewa-Dewa" yang menyebutkan tentang kisah Indra Zambrud. Yaitu raja yang mendirikan Kerajaan Bima. Bahkan dikatakan juga bahwa raja-raja Jawa, Bali, Sumbawa, Ende, Sumba dan Manggarai ke Timur tunduk padanya. Ia sampai di Bima melalui Nisa Satonda.
Indra Zambrud mempunyai 2 orang putra dan 1 putri. Kedua orang putranya tersebut berselisih sehingga salah seorang yang bernama Batara Indra Dewa keluar dari Bima dengan anaknya nNcuhi Patakula bernama La Kombarawa. 
"Maka ialah yang mendapatkan hulku babi dan nggunti rante dan selanjutnya menjadi turunan (menurunkan) Raja Solo dan Mataram," ungkap Dosen Tetap di STKIP Bima yang merupakan cucu Sultan  Muhammad Salahuddin dari putri bungsunya yang bernama Siti Jauhara mengutip tulisan 
Prof. Dr. Henri Chambert-Loir dalam buku tersebut.
Masih dalam buku tersebut dikemukakan bahwa Batara Indra Dewa pergi ke Jawa dan tidak kembali. Kemudian yang menjadi raja adalah saudaranya yaitu Batara Indra Bima. Salah seorang putra Batara Indra Bima bernama Batara Lela menjadi raja di Dompu.
Berturut-turut setelah Batara Indra Bima adalah Batara Indra Luka, Batara Sang Bima, Maharaja Matra Indra Tarati. Yang terakhir ini juga kemudian pergi ke Jawa dan memperistrikan anak Dewa Susunangi bernama Putri Seri Ratna.
Selanjutnya kerajaan berpindah ke tangan saudaranya, Batara Matra Indarwata yang duduk di istana Bata Ncandi akan tetapi yang menggantikannya menjadi raja adalah keponakannya, putra Maharaja Matra Indra Tarati bernama Manggampo Jawa (menghimpun Jawa). 
Setelah enam generasi kemudian barulah Sultan Abdul Kahir.

Dijelaskan Dewi Ratna Muchlisa dari naskah di atas, artefak peninggalan seprti gunti rante masih tersimpan di Istana Bima. Demikian pula nama tempat seperti Campa dan Ncandi masih ada hingga kini. Tak terkecuali pula bahasa dan adat kebiasaan lama. 
"Dan pengaruh terbesarnya adalah sistem pemerintahan adatnya yang tercatat dalam Bo berawal dari periode Manggampo Jawa," tuturnya.

Magister Bidang Filologi (Ilmu Pernaskahan) Universitas.Padjadjaran Bandung ini menerangkan Manggampo Jawa adalah nama gelar sedangkan nama aslinya tidak diketahui. Menurut naskah di atas, Manggampo Jawa meninggal di Jawa dan jandanya / istrinya meneruskan Kerajaan Bima dengan melaksanakan sistem pemerintahan adat termasuk nama pangkat, dan pembagian tugas yang terus digunakan secara turun temurun sampai masa Sultan terakhir Sultan Muhammad Salahuddin dan mengalami penyempurnaan dan perubahan menurut kebutuhan jamannya.

Disebutnya dahulu kala antara Bima dan Dompu sudah merupakan hubungan keturunan (bersaudara) dilanjutkan dengan hubungan perkawinan dalam beberapa periode menurut Bo. Sedangkan kerajaan Sumbawa hubungan kekeluargaan dengan Kerajaan Banjar kemudian baru dengan kerajaan Tallo di Makassar yang berasal pula dari perkawinan Raja Tallo dengan putri Raja Bima. (Bersambung).