Putra Taufan : Tidak Ada Kata Terlambat dalam Penyelamatan Pohon Terakhir

Kategori Berita

.

Putra Taufan : Tidak Ada Kata Terlambat dalam Penyelamatan Pohon Terakhir

Koran lensa pos
Selasa, 27 Oktober 2020

Dompu, Lensa Pos NTB - Pohon Terakhir menjadi tranding topic yang menjadi fokus pembahasan dalam acara Diskusi tentang Kerusakan Hutan Dompu yang digelar di Kedai Sruput Indonesia Simpasai Dompu, Minggu malam (25/10/2020). 


Kalimat yang tertulis di pot sebuah tanaman yang diletakkan di atas meja Imam Syahrullah, sang moderator muda pada malam itu memang cukup menyentak alur pikiran para peserta diskusi yang didominasi oleh para kawula muda itu. 
Kalimat itu memberikan isyarat kepada masyarakat Bumi Nggahi Rawi Pahu ini bahwa kondisi hutan Dompu sedang kritis. Gunung-gunung yang jumlahnya tak terhitung banyaknya di daerah ini tidak lagi seperti belasan tahun silam yang hijau dan rimbun. Tetapi gunung-gunung itu sudah bersih hanya menyisakan beberapa pohon saja. Pohon Terakhir sebagai simbol kerusakan hutan yang begitu massif terjadi di kabupaten yang berada di tengah Pulau Sumbawa ini.

Presidium Komunitas Hijau, Putra Taufan pada kesempatan tersebut menjelaskan bahwa sesuai amanat UU RI nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan bahwa tugas penyelamatan terhadap hutan bukan hanya tanggung jawab Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH).
"Penyelamatan hutan adalah tanggung jawab kita semua sesuai dengan kapasitas masing-masing. Para pendidik supaya terus mengedukasi murid-muridnya untuk menjaga hutan. Yang musisi silakan bernyanyi untuk menyuarakan penyelamatan lingkungan. Yang biasa puisi silakan menulis puisi. Tugas kita sekarang marilah kita berbuat sekecil apapun untuk lingkungan in sya allah bernilai ibadah. Tidak ada kata terlambat untuk menyelamatkan Pohon Terakhir kita," tandas PNS di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Dompu ini.
Dikatakannya melakukan unjuk rasa untuk mendesak pemerintah dan Aparat Penegak Hukum (APH) agar menindak tegas terhadap para perusak hutan juga dan oknum-oknum pejabat yang melakukan pembiaran merupakan upaya untuk penyelamatan terhadap hutan.
"Bahkan ada yang lebih frontal lagi. Pohon-pohon di hutan itu dipaku semuanya sehingga gergaji mesin chin saw akan rusak saat mereka memotong kayu karena terkena paku," ujarnya.

Mengapa penyelamatan lingkungan tidak pernah berhasil ?
"Karena kita tidak pernah bersatu.
Petugas menangkap, yang lain membantu memblokir jalan, merusak kantor menuntut agar yang ditangkap dibebaskan," papar mantan Ketua KNPI Kabupaten Dompu yang pernah menjabat sebagai Kepala Resort di BKPH Toffo Pajo ini.

Ia mengemukakan pasca pengalihan kewenangan pengawasan hutan dari kabupaten ke provinsi memang mengakibatkan kondisi hutan di Dompu semakin amburadul.
Ia menyebut salah satu faktor penyebabnya karena hutan kerap dijadikan komoditas politik di berbagai level.
"Kone ma batu RT landa kai na doro (Calon Ketua RT saja 'menjual' gunung untuk mencari dukungan masyarakat)," kata Bung Ofan, sapaan familiarnya.
Memanfaatkan hutan sebagai alat politik ini ada yang mengarah kepada hal yang negatif. Misalnya seorang calon Kepala Desa mengiming-imingi warga apabila memberikan hak pilihnya kepada dirinya maka para warga tersebut dijanjikan untuk membuka lahan pertanian baru di lokasi yang merupakan kawasan hutan.
Tetapi ada juga yang bersifat positif. Misalnya seorang calon anggota Legislatif menjanjikan bila dirinya terpilih nanti, maka ia akan memperjuangkan kesejahteraan bagi masyarakat dengan penanaman tanaman buah-buahan dan hutan tetap terjaga kelestariannya.
"Ini yang harus dielaborasi sehingga masyarakat kenyang, hutan tetap hijau asri," jelasnya.
Dikemukakannya konsep hutan lestari masyarakat sejahtera ini merupakan tujuan pokok dari program kemitraan yang kini sedang digalakkan oleh pemerintah.
Masyarakat yang sudah mendiami wilayah hutan tidak mungkin lagi diusir ke luar. Tetapi konsepnya adalah membangun kesadaran mereka untuk menanami areal yang didudukinya dengan tanaman jangka panjang yang dapat dimanfaatkan hingga di masa mendatang.
"Inilah konsep kemitraan yang sedang dibangun oleh BKPH.
Kemitraan ini harus dikawal bersama. Ada perjanjian-perjanjian yang harus dipatuhi.
Misalnya mereka punya hak menanam, tetapi pohon tegakan tidak boleh diganggu.
Kewajiban petani mitra juga menjaga kelestarian hutan di sekitarnya bukan malah menambah perluasan areal kawasan kemitraan dengan cara merambah wilayah hutan," paparnya.

Dikatakannya data luasan areal kemitraan yang menjadi tanggung jawab masing-masing kelompok tani harus dimiliki BKPH. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan.

"Apabila tahun depan mereka memperluas areal, berarti melanggar perjanjian dan wajib ditangkap. BKPH harus berani mengatakan yang benar adalah benar, yang salah adalah salah," sarannya.

Putra Taufan mengatakan hutan yang terlanjur dibuka, menjadi tugas petani yang bermitra mengelola dan mengambil manfaatnya tetapi dengan tetap menjaga kondisi hutan di sekitarnya. (AMIN).