Dompu,
Lensa Post NTB - Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Dompu akan segera
membentuk Forum PUSPA (Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan dan
Anak) Tingkat Kabupaten Dompu. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas P3A
Kabupaten Dompu, Hj. Daryati Kustilawati, SE, M. Si dalam acara Konsultasi
Publik yang dihelat di aula Bappeda dan Litbang Kabupaten Dompu yang
diselenggarakan oleh Yayasan Bina Cempe (YBC), beberapa hari lalu.
Dikatakannya
Forum PUSPA dibentuk untuk mengakhiri terjadinya tindak kekerasan
terhadap perempuan dan anak atau yang lazim dikenal dengan sebutan Three Ends
yakni mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, mengakhiri perdagangan
manusia dan mengakhiri kesenjangan ekonomi bagi perempuan. "Forum PUSPA
ini akan mengakomodir semua stakeholder seperti LSM, dunia usaha, akademisi,
ormas dan media," jelasnya. Ditegaskan mantan Sekretaris Dinas
Dukcapil Kabupaten Dompu ini, mengakhiri kasus kekerasan terhadap perempuan dan
anak tidak cukup dilakukan oleh pemerintah saja. Karena itulah Forum PUSPA yang
akan dibentuk ini menggandeng beberapa stakeholder terkait.
Di
samping itu, upaya lain yang dilakukan oleh DP3A Kabupaten Dompu tahun 2018 ini
untuk meminimalisir terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah dengan
melakukan langkah deteksi dini. Yaitu mendeteksi sejak awal hal-hal yang dapat
berpotensi menimbulkan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Ia mencontohkan
di Kabupaten Dompu banyak anak-anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya mengadu
nasib ke luar negeri. Anak-anak tersebut dititipkan kepada neneknya atau
saudaranya. "Ini juga dapat berpotensi terjadinya kekerasan,"
paparnya.
Daryati
selanjutnya mengungkapkan selama tahun 2018 ini, pihaknya sudah menerima
laporan 105 kasus kekerasan terhadap perempuan. "Yang paling banyak adalah
kekerasan fisik 84 kasus, lalu kekerasan seksual 6 kasus, Tindak Pidana
Perdagangan Orang (TPPO) atau traficking 6 kasus," ungkapnya. Dikemukakannya
kasus kekerasan terhadap perempuan tahun 2018 itu jauh lebih banyak dibandingkan
dengan yang dilaporkan tahun 2017 yang hanya 67 kasus. "Mungkin karena
sudah ada dinas PPPA yang terus melakukan sosialisasi dan pendempingan sehingga
pengaruh positifnya banyak masyarakat yang berani melapor," pungkasnya. (LP.NTB/ EMO)