Pertemuan Evaluasi Intervensi Spesifik Stunting "Publikasi Data Stunting Tahun 2024" yang berlangsung di Kafe Laberka, Selasa (24/12/2024) lalu
Koranlensapos.com - Perkembangan Sebaran Prevalensi Stunting masih menjadi masalah Kesehatan masyarakat di Indonesia. Stunting pada balita dapat menyebabkan menurunnya produktivitas dan kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa mendatang.
Demikian disampaikan Kabid Kesehatan Masyarakat (Kesmas) pada Dinas Kesehatan Kabupaten Dompu, Anike Kusumawati, S. Si.T., MM. Kes pada pertemuan Evaluasi Intervensi Spesifik Stunting "Publikasi Data Stunting Tahun 2024" yang berlangsung di Kafe Laberka, Selasa (24/12/2024) lalu. Kegiatan itu dibuka Sekda Dompu, Gatot Gunawan PP, S. KM., MM. Kes.
Dijelaskan Kabid Kesmas,
prevalensi stunting di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) berdasarkan hasil Survey Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023 sebesar 24,6% mengalami penurunan dari hasil Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022 sebesar 32,7%. Di Kabupaten Dompu prevalensi stunting yang dirilis melalui hasil SKI tahun 2023 juga mengalami penurunan yang sangat signifikan dari hasil SSGI tahun 2022 yaitu dari 34,5% menjadi 12,4%. Data tersebut menunjukkan terjadi penurunan prevalensi stunting sebesar 22,1%.
"Hasil SKI tersebut sejalan dengan hasil pengukuran yang dipulish melalui Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) tahun 2023 sebesar 10,89% pada pengukuran Agustus tahun 2023 dan kembali turun menjadi 10,64% pada pengukuran Agustus tahun 2024 (e-PPGBM, 2024)," paparnya.
Dikatakannya stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal.
"Jadi secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan balita seumurnya," jelasnya.
Diterangkan Kabid, perhitungan di atas menggunakan standar Z score dari WHO. Klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator tinggi badan per umur (TB/U) terbagi menjadi: Sangat pendek (Z score < -3,0), Pendek (Zscore < -2,0 s.d. Z score ≥ -3,0) dan Normal (Z score ≥ -2,0).
Berikut penyajian data stunting hasil pengukuran Agustus 2023 dan Agustus 2024 di Kabupaten Dompu berdasarkan klasifikasi WHO.
Tabel di atas menunjukkan bahwa status gizi berdasarkan indikator tinggi badan dibanding umur (TB/U) hasil pengukuran bulan Agustus tahun 2023 diperoleh data dengan kategori sangat pendek (Z score < - 3,0) sebanyak 564 (2,69%) dari total balita terukur, kategori pendek (Z score < -2,0 s.d. Z score ≥ -3,0) sebanyak 1.712 (8,19%) dari total balita terukur. Sehingga jumlah balita sangat pendek dan balita pendek sebanyak 2.276 balita (10,89%) dari total balita terukur 20.901 total sasaran balita. Jumlah sasaran terinput juga secara tidak langsung akan memberikan dampak terhadap prevalensi stunting.
Tabel di atas menunjukkan bahwa status gizi berdasarkan indikator tinggi badan dibanding umur (TB/U) hasil pengukuran bulan Agustus tahun 2023 diperoleh data dengan kategori sangat pendek (Z score < - 3,0) sebanyak 462 (2,34%) dari total balita terukur, kategori pendek (Z score < -2,0 s.d. Z score ≥ -3,0) sebanyak 1.637 (8,30%) dari total balita terukur. Sehingga jumlah balita sangat pendek dan balita pendek sebanyak 2.099 balita (10,64%) dari total balita terukur 19.729 total sasaran balita. Jumlah sasaran terinput juga secara tidak langsung akan memberikan dampak terhadap prevalensi stunting.
Grafik di atas menunjukkan bahwa terjadi penurunan prevalensi stunting sebesar 0,25% di Kabupaten Dompu berdasarkan hasil pengukuran Agustus tahun 2023 dibandingkan dengan pengukuran Agustus tahun 2024. Data tersebut diakses melalui e-PPGBM yang menggambarkan indikator Tinggi Badan menurut Umur balita (usia 0-59 bulan) di Kabupaten Dompu. Pengentrian status gizi balita untuk indikator Tinggi Badan menurut Umur melalui e-PPGBM sudah mencakup seluruh total populasi balita. Jumlah sasaran terinput juga secara tidak langsung akan memberikan dampak terhadap prevalensi stunting. Dari 10 Puskesmas yang ada di Kabupaten Dompu terdapat empat Puskesmas yang mengalami peningkatan Prevalensi stunting yaitu Puskesmas Ranggo, Dompu Kota, Soriutu dan Calabai.
Terjadi peningkatan prevalensi stunting yang cukup signifikan di Puskesmas Dompu Kota yaitu dari 9,20% pada tahun 2023 menjadi 15,59% pada tahun 2024. Hal tersebut juga sejalan dengan terjadinya kenaikan prevalensi wasting dan underweight yang cukup signifikan.
Grafik Cakupan Input e-PPGBM dan Prevalensi Stunting Hasil Pengukuran Agustus 2024:
Grafik di atas menunjukkan bahwa seluruh Puskesmas di Kabupaten Dompu sudah menginput data hasil pengukuran bulan Agustus tahun 2023 untuk seluruh total populasi dan tiap bulan rata-rata cakupan input e-PPGBM untuk indikator TB/U sudah di atas 90%. Penurunan prevalensi Stunting di Kabupaten Dompu merupakan hasil nyata dari ihtiar seluruh pihak yang terlibat baik yang dilakukan oleh lintas program maupun lintas sektor baik intervensi gizi sensitif maupun spesifik.
Beberapa kegiatan dan inovasi yang dilakukan antara lan: pelaksanaan kelas stunting dan kelas gizi balita, kelas gizi ibu hamil, Pemberian makanan tambahan pada balita dengan PMT berbasis pangan lokal. Upaya lain yang telah ditempuh dalam menurunkan angka stunting melalui perbaikan gizi di masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), antara lain dengan semakin gencarnya sosialisasi ASI-Eksklusif, pendidikan gizi untuk ibu hamil, pemberian TTD untuk ibu hamil, IMD, Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (PMBA), program penyehatan lingkungan, penyediaan sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi.
Upaya – upaya yang telah dilakukan dalam Penanganan Stunting antara lain:
1.Kelas stunting di desa lokus stunting
2. Pemberian PMT Berbasis pangan lokal pada balita gizi kurang dan bumil KEK sebagai upaya pencegahan stunting
3. Melakukan Aksi bergizi di SMP dan SMA dengan fokus kegiatan: minum TTD bersama, sarapan bersama dengan menu 4 bintang, edukasi gizi dan senam bersama
5. Skrining Anemia pada siswi kelas VII dan X di SMP dan SMA
Melakukan Pelayanan Kesehatan Bergerak (PKB) di dusun yang jauh dari faskes dengan sasaran remaja, ibu hamil, bayi dan balita untuk pencegahan dan penanganan stunting
6. Pana’a Ndiha Kerjasama antara Dikes dan PP-PAUD dan DWP Kabupaten Dompu pada sasaran stunting di Desa Lokus Stunting dengan menu 4 Bintang
7. Visiting spesialis anak dan spesialis obgyn ke 10 Puskesmas di Kabupaten Dompu untuk mendekatkan pelayanan khusus bagi balita stunting dan gizi buruk, Ibu hamil berisiko KEK dan Anemia
8. Melakukan pelatihan pengukuran pertumbuhan pada kader, guru PAUD/TK/RA sehingga meminimalisir terjadinya kesalahan pengukuran pada balita
9. Pertemuan evaluasi intervensi spesifik stunting tiap triwulan untuk memastikan intervensi spesifik dilaksanakan dengan maksimal
10. Pembentukan dan Evaluasi Jejaring skrining layak hamil, ANC dan stunting
11. Peningkatan Kapasitas Tenaga Pelaksana Gizi dalam Penggunaan Antropometri Kit untuk memastikan data pengukuran valid
12. Peningkatan Kapasitas Petugas dalam Pencegahan dan Tatalaksana Stunting dari Posyandu sampai Rumah Sakit berdasarkan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tatalaksana Stunting
13. Peningkatan kualitas pelayanan Gizi untuk kesehatan ibu dan balita di 10 Puskesmas
14. Skrining TBC pada balita stunting di Desa Lokus
15. Pengadaan Laptop untuk penginputan Data e-PPGBM Puskesmas dan validasi data Petugas Kabupaten
16. Melakukan supervisi layanan program GIZI dan KIA dalam pengelolaan posyandu
17. Melakukan validasi dan Verifikasi data hasil pengukuran
18. Pemberian Paket Gizi (Protein Hewani dan Nabati) bagi balita stunting
19. Menyediakan Transport untuk Penunggu Penderita Gizi Buruk yang dirawat di RSU/Puskesmas
20. Pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan nikah bagi calon pengantin bekerja sama dengan Kemenag
21. Pendampingan kesehatan reproduksi dan edukasi gizi sejak 3 bulan pranikah bekerja sama dengan Kemenag
22. Sosialisasi tentang pendewasaan usia perkawinan bekerja sama dengan DIKES, DP3A, DPPKB
23. Kerjasama dengan PT. Sumbawa Timur Mineral berupa 45.000 butir telur bagi sasaran anak stunting dan keluarga resiko stunting di 8 Kecamatan
24. Pelayanan Stunting Terintegrasi (Penyuluhan Stunting, Demo Masak, Identitas Kependudukan), dilaksanakan di 8 Kecamatan dengan sasaran anak stunting dan keluarga resiko stunting
25. OPD Asuh Anak Stunting yang disahkan dengan Surat Keputusan Bupati No. 050/68/Bappeda dan Litbang / 2023, kegiatan adalah gerakan gotong royong yang menyasar langsung kepada keluarga berisiko stunting dan anak stunting yang dilaksanakan di 8 Kecamatan, 81 Desa Kelurahan se kabupaten Dompu berupa pemberian protein hewani (Telur) untuk kebutuhan selama 30 hari, pada balita stunting (Data e-PPGBM)
Gambaran Kondisi Stunting Kabupaten Dompu
A. Faktor Determinan Yang Memerlukan Perhatian:
Tingginya angka stunting semata-mata bukan karena persoalan ketidakmampuan masyarakat dalam memberikan makanan ataupun asupan gizi yang baik bagi anak-anaknya. Tapi lebih karena persoalan perilaku masyarakat yang kurang baik dalam mendukung suksesnya 1000 HPK. Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting adalah intervensi yang dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Intervensi anak kerdil (Stunting) memerlukan konvergensi program/intervensi dan upaya sinergis pemerintah serta dunia usaha/masyarakat.
Berdasarkan hasil verifikasi lapangan dengan metode wawancara dan observasi langsung ke sasaran berdasarkan by name by addres balita stunting didapatkan faktor determinan yang mempengaruhi stunting adalah sebagai berikut:
Keluarga yang memiliki perilaku merokok sebanyak 78,3%
Sasaran yang tidak memiliki Kartu JKN/BPJS sebanyak 69,77%
Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) yang gagal sebanyak 60,02%
Air minum tidak dimasak sebanyak 49,78%
Tidak memberikan Asi Eksklusif sebanyak 40,86%
Sosial ekonomi rendah sebanyak 39,81%
Sanitasi lingkungan yang buruk sebanyak 16,52%
Ibu menikah <20 tahun sebanyak 15,33%
Balita Riwayat penyakit penyerta sebanyak 13,66%
Ibu hamil yang memiliki riwayat KEK sebanyak 9,58%
Rumah tangga tidak memiliki Jamban Sehat sebanyak 6,85%
Riwayat Balita menderita kecacingan sebanyak 4,79% balita
Lahir dengan BBLR sebanyak 3,43%
Perilaku Kunci RT 1000 HPK yang Masih Bermasalah
Perilaku kunci yang masih bermasalah berdasarkan faktor determinan yang bersumber dari e-PPGBM dari kelompok kunci antara lain: Kebiasaan anggota keluarga merokok yang dapat memicu timbulnya penyakit penyerta pada kelompok sasaran berupa ISPA. Kesadaran masyarakat terhadap kepesertaan JKN/BPJS masih rendah sehingga ketika ada masalah kesehatan yang muncul pada baduta orang tua akan enggan memeriksakan ke fasilitas kesehatan karena ketidakmampuan untuk membayar biaya kesehatan serta Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) yang gagal. Identifikasi Gagalnya PMBA dikarenakan: MP ASI tidak mengandung 4 bintang, Pemberian MP ASI secara Instan (SUN) s/d usia 1 tahun, makanan dan minuman selingan yang tidak sehat seperti: teh gelas, ale-ale, nutrisari dan sejenisnya, salome/cilok, makanan ringan yang dijual di warung, pemberian MP ASI < 6 Bulan.
Selain perilaku kunci 1000 HPK yang bermasalah tim Konvergensi kabupaten juga mendapatkan potret kehidupan baduta stunting dan ibu hamil bermasalah yang sangat buram terutama faktor sosial ekonomi yang rendah sehingga asupan nutrisi pada saat 1000 HPK tidak maksimal dan masih banyak ditemukan keluarga dari sasaran stunting dan ibu hamil yang bermasalah belum memiliki kepesertaan JKN dan PKH.
Kelompok Sasaran Berisiko
Berdasarkan hasil analisis kasus stunting di Kabupaten Dompu didapatkan kelompok sasaran berisiko yang perlu mendapatkan perhatian khusus antara lain: Remaja putri perlu disiapkan untuk menjadi calon pengantin pada usia idealnya sehingga mengurangi berbagai macam komplikasi pada masa kehamilan dan persalinan termasuk stunting karena dari sampel yang dianalisis secara bivariat diperoleh ada pengaruh yang bermakna antara kehamilan remaja dengan kejadian stunting di Kabupaten Dompu. Kehamilan pada usia remaja memiliki peluang yang lebih besar untuk melahirkan bayi prematur atau bayi dengan berat lahir rendah. Kehamilan pada usia remaja memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan wanita diatas 20 tahun. Kehamilan yang tidak diinginkan juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kelompok sasaran berisiko karena akan mempengaruhi perilaku ibu selama kehamilan yang berdampak pada bayi sehingga mempengaruhi pertumbuhan anak dan berakibat stunting. Selain itu Kelompok sasaran berisiko dalam upaya pencegahan/penanganan kasus stunting adalah balita yang tidak diasuh langsung oleh ibu kandungnya, kadang tuntutan ekonomi memaksa ibu harus bekerja ke luar kota bahkan ke luar negeri sehingga anak yang masih bayi/baduta ditipkan pada nenek atau saudara lainnya. Bayi dan baduta dari keluaga tidak lengkap juga menjadi kelompok sasaran yang berisiko misalnya kepala keluarga bapak saja atau ibu saja atau oleh kakek/nenek).
Hasil analisis juga didapatkan bahwa pendidikan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian stunting baik secara statistik maupun praktis. Pendidikan ibu yang rendah memberikan peluang 3,6 kali lebih banyak ditemukan pada balita stunting dibandingkan pada balita yang tidak stunting. Pendidikan ibu merupakan prediktor yang penting untuk outcome kesehatan dan nutrisi pada anak. Dari kasus stunting di Kabupaten Dompu hasil analisis didapatkan bahwa Bayi yang lahir dengan BBLR lebih berisiko mengalami stunting. Bayi BBLR biasanya dicirikan dengan kelemahan dan kesulitan dalam berkembang. Oleh karena itu cenderung untuk mengalami pertumbuhan yang buruk.
Pencegahan dan penanganan stunting tidak bisa dilakukan secara spesifik atau sensitif saja, diperlukan upaya bersama sehingga dukungan/partisipasi lintas perangkat daerah sampai masyarakat luas sangat diharapkan untuk bersama mengatasi permasalahan stunting di Kabupaten Dompu.
Rekomendasi Monev 1000 HPK
Berdasarkan hasil monev 1000 HPK maka perlu dilakukan tindak lanjut dari permasalahan di atas yaitu mengatasi stunting, perlu peran dari semua sektor dan tatanan masyarakat. Pada 1000 hari pertama kehidupan harus dijaga baik nutrisi maupun faktor lain yang mempengaruhi stunting. Seribu hari pertama kehidupan adalah pembuahan/hamil ditambah usia 2 tahun balita. Saat itulah stunting harus dicegah dengan pemenuhan nutrisi dan lain-lain. Jika memang ada faktor yang tidak baik yang bisa mengakibatkan stunting, di 1000 hari pertama kehidupan dapat diperbaiki. Pola hidup sehat, terutama kualitas gizi dalam makanan perlu diperhatikan dengan menerapkan konsep setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat. Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan balita. Edukasi tentang kesehatan reproduksi terutama pendewasaan usia perkawinan dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu dalam memahami kebutuhan gizi saat hamil juga penting untuk disosialisasikan. Selain itu, edukasi tentang persalinan yang aman di fasilitas kesehatan, serta pentingnya melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) hingga pemberian colostrum air susu ibu (ASI) juga wajib disosialisasikan. Akses terhadap sanitasi dan air bersih yang mudah dapat menghindarkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan. Tatalaksana penanganan kasus stunting menitikberatkan pada pencegahannya bukan lagi proses pengobatan. Orang tua berperan untuk mengontrol tumbuh kembang anaknya masing-masing dengan memperhatikan status gizinya. Pertumbuhan dan perkembangan sesudah lahir harus naik atau baik dan apabila ada masalah harus segera dikonsultasikan ke dokter atau ahli gizi. Upaya pencegahan lebih baik dilakukan semenjak dini demi masa depan generasi penerus bangsa yang berhak tumbuh dengan sehat. (emo).