Dompu, koranlensapos.com - Sorotan Ketua Forum Umat Islam (FUI) Kabupaten Dompu, H. M. Amin yang menengarai ritual Tarian "Ou Balumba" berbau syirik mendapat tanggapan dari Panitia Festival Lakey. Tanggapan itu datang dari Kabid Kebudayaan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Dompu, Dedy Arsyik.
Dedy menjelaskan tradisi dan budaya tidak bisa dikaitkan dengan agama dan kepercayaan. Tradisi dan budaya adalah kebiasaan yang dilakukan para leluhur pada masa lampau bahkan sebelum masuknya Islam.
"Dalam pandangan awam saya, tidak akan bisa ketemu tradisi dan budaya dikaitkan dengan agama dan kepercayaan," papar mantan Lurah Kandai Satu ini.
Diterangkan Dedy, Tarian Ou Balumba ini pertunjukan seni yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan agama. Maka tidak perlu dihubung-hubungkan dengan ajaran agama. Menurutnya tarian Ou Balumba ini sama halnya dengan Tarian Toho Soji Ra Sangga dan Tarian Wura Bongi Monca yang biasa ditampilkan dalam acara-acara resmi maupun ketika Pemda Dompu menyambut tamu-tamu kehormatan.
"Tarian Ou Balumba ini sama halnya dengan Tarian Toho Soji Ra Sangga. Sama halnya dengan tarian Wura Bongi Monca," ulasnya.
Dedy menyebut gelaran Tarian Ou Balumba bukan hanya pada Festival Lakey saja. Jauh sekitar 20 tahun sebelumnya yakni saat almarhum H. Sudirman Majid menjadi Kadis Pariwisata Kabupaten Dompu juga pernah dilaksanakan.
"Semasa Pak Drs. H. Sudirman Majid menjadi Kadis Pariwisata kegiatan Ritual Tarian Ou Balumba pernah dilaksanakan selama dua kali," sebut Dedy.
Dedy mengemukakan Tarian Ou Balumba dimasukkan dalam agenda Festival Lakey tidak serta-merta, melainkan berdasarkan beberapa pertimbangan. Salah satunya masukan dari tokoh yang dianggap kredibel yakni Pemangku Adat Kecamatan Hu'u, Abdul Malik.
Dalam sebuah tayangan video, Abdul Malik menerangkan Tarian Ou Balumba ini budaya masyarakat Hu'u pada masa lampau. "Karena ini budaya maka tidak bisa dikaitkan dengan agama. Ini bukan agama," tandas Melo, sapaannya.
Ditegaskan Ketua Majelis Adat Dompu (MAD) Kecamatan Hu'u itu hanya kepada Allah tempat memohon bagi kaum muslimin. Tarian ini sama sekali bukan bentuk permohonan atau penyembahan kepada laut atau ombak samudra.
Lebih jauh Dedy kembali menguraikan, bila dikaitkan dengan agama, khususnya Islam, banyak tradisi-tradisi di Dompu ini yang berbau syirik. Ada Cera Labu yang memotong kepala kerbau kemudian di buang kelaut sebagai tanda sesembahan. Para tamu disiram dengan air comberan. Beras-beras dilempar ke muka orang dan jatuh ke tanah diinjak orang.
"Tapi gak ada yang seribut tarian Ou Balumba," ujarnya keheranan.
Demikian pula tradisi Peta Kapanca dan Boho Oi Mbaru dalam daur hidup masyarakat Dompu. Menurutnya juga tidak ada dalam ajaran Islam.
"Apakah peta Kapanca ada diajarkan dalam agama Islam?. Dipercik-percikan air ke muka pengantin, dibakar lagi lilin di tengah cahaya yang terang benderang, digantung ayam bakar, ditempel daun pacar di tangan pengantin, dan lain-lain. Kenapa hal-hal demikian tidak ditentang?," kata Dedy.
Selain itu, lanjutnya tradisi pacuan kuda itu jelas-jelas menciptakan judi secara terbuka dan mengeksploitasi anak di bawah umur. Juga tidak pernah dipermasalahkan.
Dedy menerangkan kata "ritual" merujuk pada serangkaian tindakan atau kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dan memiliki makna simbolis atau spiritual. Ritual dapat dilakukan dalam berbagai konteks, seperti agama, budaya, atau bahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh ritual keagamaan seperti shalat, ibadah, atau upacara keagamaan lainnya. Sedangkan ritual budaya contohnya upacara pernikahan, upacara kematian, atau festival budaya.
Adapun ritual pribadi seperti meditasi, yoga, atau kegiatan lainnya yang dilakukan secara teratur untuk meningkatkan kesejahteraan diri.
"Terakhir saya berharap ada banyak yang mesti kita perbuat untuk membantu menyukseskan event daerah ini dari pada mempersoalkan hal-hal yang berbau seni dan budaya," pungkasnya. (emo).