Mengapa Indonesia Masih Impor Jagung?

Kategori Berita

.

Mengapa Indonesia Masih Impor Jagung?

Koran lensa pos
Selasa, 03 September 2024
Panen raya jagung bioteknologi di Desa Lune Kecamatan Pajo Kabupaten Dompu NTB, Senin (12/8/2024)


Koranlensapos.com - Indonesia hingga kini masih mengimpor jagung. Hal itu disampaikan  Ketua Kelompok Substansi Jagung dan Aneka Sereal Direktorat Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Arnen Sri Gumala saat menghadiri Panen Raya Jagung Bioteknologi di Desa Lune Kecamatan Pajo Kabupaten Dompu NTB, Senin (12/8/2024).

Arnen menyebut untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri di tahun 2024 ini, Indonesia mengimpor jagung sebanyak 1,9 juta ton. 

Mengapa Indonesia masih mengimpor jagung?
Arnen pada kesempatan tersebut menjelaskan bahwa produktivitas jagung secara nasional tidak kontinyu. Pada saat puncak panen, pproduktivitas melimpah. Setelah itu terus mengalami penurunan sampai masa panen di tahun berikutnya. Sedangkan kebutuhan pasar terus berlangsung.

"Umumnya rata-rata jagung kita berdasarkan musim. Berdasarkan data tahun lalu, puncak produksi kita di bulan Februari - Maret. Tahun 2024 terjadi pergeseran produksi kita puncaknya di Maret - April, kemudian melandai," bebernya.

Permasalahan lain, lanjut Arnen karena lokasi produksi jagung jauh dari pasar. Disebutnya pengguna jagung adalah pabrik pakan. Perusahaan pakan di Indonesia ada 87 pabrik yang berada di 11 provinsi. Yakni di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, DKI, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan.

"Untuk mengumpulkan jagung yang tersebar di seluruh Indonesia, pabrik pakan membutuhkan biaya yang tinggi. Kalau dibandingkan dengan jagung impor lebih mudah dan harga lebih rendah, mereka lebih baik impor," jelas Arnen.

"Ini juga tantangan buat kita bagaimana kita mendekatkan sentra-sentra produksi dengan sentra-sentra pabrik untuk memudahkan mengambil jagung tersebut," ulasnya.

Ia berharap produktivitas jagung nasional tahun 2024 ini mencapai 16,5 juta ton sesuai yang ditargetkan. Dengan demikian tidak perlu lagi mengimpor karena kebutuhan sudah tercukupi.

"Karena makin kita melakukan impor, devisa kita makin berkurang," pungkasnya. (emo).