Ilyas Yasin : Patriarki Hambat Kemajuan Perempuan

Kategori Berita

.

Ilyas Yasin : Patriarki Hambat Kemajuan Perempuan

Koran lensa pos
Sabtu, 13 Mei 2023

 

Ilyas Yasin saat menjadi pembicara dalam acara Diskusi Publik yang digelar KOMPAK-DT dan HMPR di Gedung PKK Kabupaten Dompu, Rabu (10/5/2023)


Dompu, koranlensapos.com - Patriarki, baik yang dikukuhkan melalui budaya maupun klaim dan tafsir agama, dinilai menghambat kemajuan kaum perempuan. Akibatnya, meski memiliki banyak potensi tapi perempuan mengalami kesulitan melakukan aktualisasi diri baik di wilayah domestik maupun publik. 

Simpulan itu disampaikan dosen STKIP Yapis Dompu, Ilyas Yasin, MMPd saat tampil sebagai salah satu pembicara dalam Diskusi Publik yang digelar dua organisasi anak muda, yakni KOMPAK-DT (Komunitas Mahasiswa dan Pemuda Pemerhati Karamabura Dompu Timur) dan HMPR (Himpunan Masyarakat Peduli Rasanggaro) Mangge Asi, di Gedung PKK Kabupaten Dompu, Rabu (10/5/2023).
Membahas topik "Peran dan Kedudukan Perempuan di Ruang Publik", Ilyas menjelaskan bahwa ada dua alasan mengapa isu perempuan perlu terus dipercakapkan. Pertama, perempuan adalah populasi terbesar di planet bumi ketimbang laki-laki, sehingga tentu sangat disayangkan jika jumlah perempuan yang banyak tersebut diabaikan. 

"Dalam hal ini peningkatan kualitas sumberdaya perempuan maupun ketidakadilan terhadap perempuan harus terus disuarakan," katanya.

Kedua, kata Ilyas, jika perempuan maju dan berkembang maka yang diuntungkan bukan hanya perempuan atau laki-laki melainkan dunia kemanusiaan secara keseluruhan. Menurutnya banyak hasil riset maupun kenyataan sehari-hari menunjukkan bahwa jika perempuan sejahtera dan mempunyai penghasilan sendiri akan berdampak positif terhadap lingkungan dan orang-orang di sekitarnya. 

"Jika perempuan punya uang biasanya berdampak positif bagi orang-orang di sekitarnya seperti anak, suami, orangtua, saudara, kerabat dan tetangga. Sebaliknya, laki-laki cenderung menghabiskan uang bersama komunitas hobi, nge-café, ngumpul dengan teman-temannya bahkan nikah lagi," tegasnya disambut geerr hadirin.

Kuatnya pengaruh budaya patriarki di masyarakat, kata Ilyas, mengakibatkan perempuan sering mengalami diskriminasi, marjinalisasi, beban ganda dan pelabelan. Dia menyontohkan, di beberapa lembaga keuangan masih mensyaratkan persetujuan pasangan saat perempuan berstatus orangtua tunggal hendak mengajukan kredit, sehingga menghambat akses mereka terhadap lembaga keuangan untuk mengembangkan usaha mereka. 

“Persyaratan administrasi seperti ini jelas mempersulit perempuan, padahal status mereka jelas janda,”sesalnya. 


Di sisi lain, tambahnya, status janda juga secara sosial cenderung stigmatik karena sering dicurigai bahkan dicap sebagai penggoda, perusak rumah tangga orang lain atau pelakor (perebut lelaki orang, red). Sedangkan jika ada pria sudah beristri sekalipun melakukan hal yang sama masyarakat memakluminya dan menganggapnya sebagai kenormalan belaka. 

“Itu pula sebabnya mengapa istilah janda pirang yang viral belakangan ini juga cenderung berkonotasi negatif,” ujarnya. 

Padahal, menurut dia, sebagai pribadi otonom setiap perempuan  seharusnya memiliki kebebasan mengekspresikan dirinya termasuk pilihan dan gaya busana yang dikenakannya.    
Ilyas menambahkan, pengaruh patriarki juga dapat dilihat dari dua fakta lainnya seperti Indonesia tergolong negara tidak aman bagi perempuan selain Filipina dan India. 

“Demikian pula dengan hasil survei Komnas Perempuan bahwa perempuan sering mengalami kekerasan seksual di ruang publik seperti di lembaga pendidikan, tempat kerja dan di jalanan,” paparnya prihatin.

Diskusi publik yang diikuti puluhan peserta dari perwakilan PKK desa, BEM, OSIS, organisasi pemuda tersebut dibuka oleh Kabid Pemuda dan Olahraga Dinas Dikpora Kabupaten Dompu Asrulriady Ady SPd.  Selain Ilyas, tiga pembicara lainnya adalah Kadis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Dompu Dra Hj. Sri Suzana MSi, Komisioner KPUD Dompu Sulastriana SE dan aktivis muslimah Yuliana Setia Rahayu S.IKom (tim).