Ilyas: IKA Jangan Sekadar Ajang Kangen-Kangenan

Kategori Berita

.

Ilyas: IKA Jangan Sekadar Ajang Kangen-Kangenan

Koran lensa pos
Senin, 15 Mei 2023

 

Kegiatan launching IKA Makassar yang berlangsung di Desa Tembalae Kecamatan Pajo Kabupaten Dompu beberapa waktu lalu


Dompu, koranlensapos.com - Dosen STKIP Yapis Dompu, Ilyas Yasin, meminta agar keberadaan wadah Ikatan Alumni (IKA) sarjana tidak sekadar menjadi ajang nostalgia masa-masa kuliah atau forum kangen-kengenan, tetapi harus mampu berkontribusi membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

“Jangan sampai pembentukan IKA apapun, termasuk IKA Makassar ini, bernasib seperti fenomena permainan lato-lato, ramai dan meriah sesaat lalu menghilang, tetapi harus berbuat sesuatu demi kemajuan daerah dan masyarakat Dompu,” harap Ilyas saat 
Launcing IKA Makassar, Kecamatan  Pajo, di Lapangan Bulutangkis Desa Tembalae, beberapa waktu lalu.


 

Menurut alumni IAIN (kini UIN) Alauddin Makassar tersebut, mahasiswa dan sarjana sebenarnya memiliki potensi besar tapi belum terorganisir dan solid. 

“Mengutip pemikir Islam Pakistan Muhammad Iqbal, kita ini baru sebatas kerumunan belum membentuk satu barisan yang rapi. Nah saya harap IKA Makassar ini nanti tidak boleh menjadi kerumunan tapi harus menjadi barisan,” ujarnya berapi-api disambut aplaus hadirin. 
Dia  menyebutkan salah satu contoh tradisi ‘kakak-adik angkat’  di beberapa kampus dan lembaga pendidikan  seperti ITB, Unpad, UGM dan Pesantren Darussalam, Gontor. Di lembaga-lembaga tersebut, kata dia, wadah ikatan alumninya memiliki jaringan cukup kuat dan bagus sehingga dapat membantu almamaternya  dalam mendistribusikan para alumninya. 

Ilyas menceritakan pengalamannya bertemu mahasiswa dan dosen ITB di Bandung. “Sebagai kampus top, di ITB itu sudah lama ada tradisi bahwa para alumninya yang sudah bekerja harus punya adik angkat di kampusnya. Nah kakak angkat itu memantau perkembangan kuliah adik angkatnya dan menanggung biaya pendidikan adik angkatnya. Ini benar-benar sebuah tradisi yang bagus sekaligus menunjukkan pentingnya wadah IKA,” ungkap  Ilyas. Dia berharap tradisi adik angkat tersebut dapat diadopsi oleh IKA Makassar.

Ilyas juga menjelaskan, saat ini dunia pendidikan tinggi menghadapi  tantangan berat. Di antaranya kesenjangan antara lulusan dengan lapangan kerja, sehingga menimbulkan pengangguran kalangan terdidik. Dia menggambarkan, kondisi tersebut mirip seperti di Perancis era 1960-an saat banyak sarjana tapi tidak seimbang dengan lapangan kerja yang tersedia. Menurutnya perguruan tinggi sekarang mengalami obesitas dan kapitalisasi sehingga berdampak terhadap mutu lulusan. “Obesitas atau kegemukan itu kan tidak sehat. Seperti halnya manusia, kalau obesitas ia tidak lincah bergerak. Demikian pula dengan kampus cenderung tidak sehat perkembangannya,” ujarnya. 

Kapitalisasi kampus, menurutnya telah berubah menjadi sebuah pabrik yang memproduksi sarjana secara massif dan massal tanpa memperhitungkan mutu output maupun outcomes-nya. Dia menyebut tiga jalur penerimaan mahasiswa baru di kampus-kampus negeri sebagai contohnya. Di sisi lain ia juga mengkritik sikap dan budaya instan masyarakat yang memperlakukan kampus seperti rumah makan. 

“Banyak juga orangtua yang  instan, ingin anaknya langsung jadi sarjana dengan cara membayar tanpa mau repot-repot mengikuti proses-proses akademik yang ditetapkan. Akibatnya, mutu sarjana kita merosot,” kritiknya. 

Ilyas membandingkan kampus bahkan kalah dari dealer kendaraan, lembaga bimbingan belajar atau penjual barang pecah belah yang lebih berani memberikan garansi (jaminan) kepada pelanggannya. 

“Kalau kita beli kendaraan dealernya memberi jaminan dua sampai tiga tahun. Lembaga bimbel juga begitu, jika pesertanya tidak diterima di PTN (perguruan tinggi negeri, red) uang kembali. Bahkan mas-mas penjual barang pecah belah berani memukul-mukul ember guna memberikan keyakinan kepada konsumennya kalau barang yang dijualnya kualitasnya bagus. Nah, kampus belum berani memberikan garansi semacam itu,” ungkapnya. 

Di bagian akhir Ilyas mengingatkan tentang pentingnya posisi perguruan tinggi sebagai salah satu dari tiga agen perubahan sosial di masyarakat, sedangkan dua agen lainnya adalah dunia usaha dan aparat keamanan. 

“Hanya saja sayangnya, meski mengaku diri sebagai civitas akademika tapi kampus-kampus kita cenderung menjadi civitas politika,’ sindirnya sambil mensinyalir bahwa seringkali pemilihan rektor, dekan, jabatan di kampus hingga ketua senat mahasiswa nyaris tak ada bedanya dengan pemilihan ketua partai politik. 

“Jadi atmosfir di kampus kadang cenderung politis ketimbang akademis sehingga ini menghambat perkembangan dunia pendidikan tinggi di Tanah Air,” katanya prihatin. 

Launching IKA Makassar Pajo ditandai dengan pemotongan pita oleh Camat Pajo Imran HM Nur SE. Kegiatan ini dihadiri oleh puluhan alumni Makassar maupun perwakilan mahasiswa Dompu dari kota lain, Bhabinkamtibmas, tokoh masyarakat, pendiri dan pengurus Forum Komunikasi Mahasiswa Pajo (FKMP) Makassar (Tim).