Drs. Suaidin, Maju Untuk Perubahan dan Suarakan Pendidikan

Kategori Berita

.

Drs. Suaidin, Maju Untuk Perubahan dan Suarakan Pendidikan

Koran lensa pos
Sabtu, 20 Mei 2023

 


Drs. Suaidin



Koranlensapos.com -  Dunia pendidikan tidak bisa dilepaskan dari pribadi Drs. Suaidin Usman. Pria kelahiran Dompu, 8 Januari 1963 ini adalah seorang tokoh pendidik, pembimbing, pembina dan pengawas pendidikan. Selama 36 tahun ia berkiprah di dunia pendidikan

Sejak masih muda, Suaidin merupakan pelajar berprestasi. Tidak mengherankan jika Alumni SMAN 1 Dompu tahun 1982 ini mendapatkan beasiswa Tunjangan Ikatan Dinas (TID) untuk melanjutkan pendidikan tinggi di IKIP Ujung Pandang (sekarang Universitas Negeri Makassar). Ia mengambil Jurusan Pendidikan Matematika. Selesai kuliah tahun 1986.

Berkat kecerdasannya, masih di bangku kuliah semester 4, Suaidin sudah mendapatkan rekomendasi dari dosen untuk menjadi guru bantu di MAN Model Ujung Pandang yang merupakan sekolah favorit di kala itu. Suaidin mengajar di madrasah negeri ini mulai tahun 1984 dan terus berlanjut hingga tahun 1987. 

Masih sambil kuliah yakni tahun 1985, Suaidin juga sudah menjadi guru bantu di SMA Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Ujung Pandang. Ia mengajar di sekolah ini sampai PPL hingga diangkat menjadi CPNS tahun 1987.

Setelah jadi CPNS ditempatkan di SMAN 1 Kalukku Sulsel tahun 1987 sampai tahun 1990.

Tahun 1991, Suaidin mulai meniti karir di tanah kelahirannya di Kabupaten Dompu NTB. Pertama kali ditempatkan di SMAN 2 Dompu (SMA 1 Woja). Selanjutnya diangkat menjadi Kepala SMAN 2 Kempo (sekarang SMAN 1 Manggelewa). 
Kemudian dipindahtugaskan sebagai Kepala SMAN 1 Kempo. Mulai tahun 2006 hingga 2022 mendapat amanah sebagai Pengawas Sekolah. Suaidin juga pernah menjadi Dosen Matematika di STAI/STKIP Al Amin Dompu. Juga pernah menjadi Tutor Penyetaraan Diploma III bagi guru SMP-SMA (1992-1996).

Suaidin matang dalam pengalaman berorganisasi. Ia pernah menjadi 
Assesor Akreditasi Sekolah/Madrasah Provinsi NTB (2006-2019). Pernah pula menjadi Narasumber Nasional KTSP dan Kurikulum 2013 (2008-2016). Juga menjadi Tim Penilai Angka Kredit Naik Pangkat Guru (2012-2023). Suaidin juga mendapat kepercayaan selaku Fasiltator Daerah SPMI Sekolah Model Propinsi NTB (2017-2019). Pun menjadi DC dan Narasumber WDD WSD AIBEB Indonesia-Autralia Seri A sampai dengan E (2007-2010) dan masih banyak lagi yang lainnya.



Suaidin juga pernah menjadi duta Indonesia ke berbagai negara di Eropa dalam program Delegasi Indonesia Program Teknical Visit Pengembangan Pembelajaran (Benchmarking) tahun 2014-2015. Negara-negara tujuan dalam program ini yakni  Rusia, Finlandia dan Swedia.


Berbagai penghargaan dan tanda jasa telah banyak diperolehnya baik dari Bupati, Gubernur, Mendikbud, Presiden bahkan penghargaan internasional. Penghargaan itu diberikan atas prestasi dan dedikasinya dalam dunia pendidikan. 
Sebagai guru berprestasi, Drs. Suaidin juga telah menghasilkan banyak karya tulis. Antara lain berjudul "Langkah Cerdas Persiapan Ujian Nasional (Jurnal ilmiah IPSI Pusat), 2011 dan "Sukses Berkat Dunia Maya (Tulisan Inspiratif -Republika), 2011, serta masih banyak yang lainnya.


Beberapa bulan lalu, Suaidin telah purna bhakti. Usai sudah pengabdiannya sebagai ASN. Tepat di usianya 60 tahun. Tetapi bagi Suaidin, pensiun bukanlah akhir dari perjuangan dan pengabdian. Hatinya terpanggil untuk terus mendarmabaktikan jiwa dan raganya untuk masyarakat. Terutama di bidang pendidikan. Ia ingin pendidikan di NTB, khususnya di Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima dan Kota Bima berkualitas sehingga ke depan menghasilkan generasi emas yang cerdas dan berakhlak mulia. Ia ingin guru-guru bisa hidup lebih sejahtera agar bisa lebih fokus mendidik generasi bangsa.

"Saya ingin berjuang untuk pendidikan "tanpa batas" hingga akhir hayatku," tulisnya dalam sebuah goresan kecil berjudul "Sang Pemerhati."

Sejak dulu dan hingga kini, pria yang familiar disapa Dae Deo itu terus bersuara dan memperjuangkan agar dunia pendidikan semakin maju dan modern dalam menghadapi persaingan global. Untuk mempersiapkan generasi penerus dan pewaris bangsa terkhusus di Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima dan Kota Bima.  

Untuk melanjutkan perjuangannya di bidang pendidikan, pria cerdas dan matang pengalaman ini merasa terpanggil jiwanya untuk terjun ke dunia politik. Partai Garda Perubahan Indonesia (GARUDA) menjadi pilihan hatinya. Ia kini mengemban amanah sebagai Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Garuda Kabupaten Dompu. Suaidin telah diusung pula oleh Parpol berlambang burung garuda tersebut untuk menjadi Calon Anggota DPRD Provinsi NTB dan telah didaftarkan ke KPU Provinsi NTB beberapa hari lalu.

Melalui jalur politik, Suaidin ingin menyuarakan aspirasi guru dan pengawas sekolah menuju perubahan sistem pengelolaan pendidikan yang lebih baik dan lebih sejahtera.

"Itulah salah satu motivasi saya untuk terjun langsung dalam dunia politik. Saya ingin sistem pengelolaan pendidikan kita lebih baik dan guru lebih sejahtera," ujarnya.


Mengapa Suaidin ingin memperjuangkan dunia pendidikan lewat lembaga legislatif ?

Sesuai visinya, Suaidin ingin menyuarakan aspirasi masyarakat dan dunia pendidikan menuju perubahan yang lebih baik

"Rumah Rakyat adalah sebuah pilihan yang tidak bisa diitawar lagi. Untuk menyuarakan aspirasi masyarakat yang selama ini saya amati dan rasakan memerlukan suara lantang di rumah rakyat agar regulasi pendidian baik Permendikbud, Pergub maupun Perda bisa mengakomoddir kondisi rill permasalahan pendidikan di daerah yang belum terkafer atau belum memadai," paparnya. 

Disebutnya pemerintah pusat telah mengeluarkan berbagai kebijakan pendidikan untuk dieksekusi oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. Namun dalam pelaksanaannya masih terjadi ketimpangan di sana sini. Masih banyak masalah pendidikan yang harus disuarakan seperti TPP guru non sertifikasi, TPP ASN guru dan pengawas sekolah sesuai amanat UU dan PP serta Permendikbud 33 tahun 2018, Kepmendagri nomor 900-4700 tahun 2020 tentang TPP serta KEP GUB NTB 784-23 TH 2021 tentang TPP  guru dan pengawas pada kelas jabaran ke12. Dikatakan Suaidin, peraturan-peraturan tersebut di atas belum terlaksana dengan semestinya di tingkat daerah. Padahal di beberapa daerah lain bisa menjalankannya.

"Seharusnya pemerintah daerah bisa mengikuti provinsi lain seperti Sulawesi Selatan yang memberikan TPP Guru dan Pengawas. Harus bedakan antara sertifikasi dengan TPP," ujarnya.

Demikian pula terkait insentif guru hononer, menurutnya belum sebanding dengan kinerja mereka. Padahal di sekolah-sekolah rata-rata lebih dari separuh diisi oleh guru honorer. 


"Harusnya mendapat perhatian serius oleh pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten. Untuk mendapatkan SK Bupati maupun Gubernur saja meraka masih manual artinya harus dikoordinir oleh sekolah secara kolektif dan penerbitannya pun secara kolektif berdasarkan masa kerja mereka. namun kenyataannya belum terlaksana dengan baik sehingga ada yang dapat dan ada yang belum dapat," ulasnya.


Menurut Suaidin, pemerintah khususnya di bidang pendidikan harus benar-benar bisa berkolaborasi menjawab tantangan yang dihadapi para pendidik. 

"Saya bukan meragukan tenaga pendidik, tetapi saya meragukan tentang bagaimana pemerintah itu mampu mengakomodir kepentingan para pendidik kita hari ini,” sorotnya.


Pemilik akun Suaidin Dompu ini mengaku miris karena masih menemukan tenaga pendidik honorer yang 'mengemis' meminta kesempatan untuk terdaftar sebagai P3K . 

"Seharusnya tinggal diurutkan berdasarkan masa kerjanya tak perlu lagi ada UK (Uji Kompetensi) dan semacamnya yang menghabiskan anggara negara, Bahkan masih ditemukan sekolah hanya 1 tenaga ASN. Sementara untuk sisanya tenaga honorer toh mereka sudah mengajar puluhan tahun kok," kritiknya lagi.

Ia juga menyoroti penyalahgunaan anggaran yang mestinya diutamakan untuk dunia pendidikan, justru untuk pembangunan secara fisik.Begitu pun nasib guru yang mengajar masih belum diperhatikan dengan memadai. 

"Saya lebih baik mikirnya gini kalau mau mengutamakan SDM yang siap menjawab tantangan dunia tetapi gurunya memenuhi standar, secara kesejahteraan mereka diakomodir minimal jangan sampai guru-guru dipersulit untuk P3K, bila perlu di-ASN-kan aja,” tegasnya.

Suaidin juga melihat perbedaan perlakuan antara guru honoer swasta dan sekolah negeri. Menurutnya ini tidak tepat, karena guru honorer yang mengabdi di.sekolah swasta  juga bertugas mencerdaskan anak bangsa serta membangun generasi bangsa yang berkualitas. 


"Coba kita saksikan tidak sedikit Bupati, Camat, Kepala Desa berasal dari sekolah swasta, contohnya Bupati Dompu dicetak oleh sekolah swasta," ungkapnya.


Suaidin kemudian menegaskan bahwa pendidikan merupakan sumber kemajuan suatu bangsa. Karena dengan pendidikan yang baik, kualitas sumber daya manusia suatu bangsa dapat ditingkatkan. Sumber daya manusia merupakan aset utama dalam membangun suatu bangsa, tidak terkecuali bagi bangsa Indonesia.


"Saya langsung menyaksikan pengelolaan pendidikan di Finlandia. Mengapa negara Finlandia pendidikannya terbaik di dunia ? Karena intervensi pemerintah terhadap dunia pendidikan perioritas pertama, dan sangat ketat dalam memperhatikan kulitas pendidikan. Kampus yang mencetak guru adalah kampus terbaik dan berkualitas dengan standar dosen minimal S3 di bidangnya. Tidak sembarangan. Siswa yang masuk LPTK keguruan adalah siswa terbaik di SMA/SMK  sederajat tanpa memandang status sosial. Semuanya dibiayai pemerintah. Sebelum  menjadi guru maka calon guru dilatih di Lembaga Diklat yang diakui pemerintah. Demikian pula Swedia. Sedangkan Rusia tidak jauh beda dengan Indonesia namun pendidikan karakter bangsa menjadi fokus utama yang dinomorsatukan termasuk jiwa nasionalime pewaris generasi bangsanya," urainya.



Suaidin mengemukakan, para guru selain mendidik dan mengajar, juga menjadi pendidik publik termasuk dalam euforia dan dinamika politik.

"Guru harus tampil menjadi bagian dari warga politik yang baik. Guru punya hak politik dan memiliki peluang berpolitik. Wajib menyukseskan dinamika politik di mana ia tinggal, di manapun ia berasal," jelasnya.


Dikatakannya politik guru adalah politik edukatif. Setiap guru harus berpolitik dan memainkan peran sebagai warga masyarakat dan warga politik yang berkontribusi pada perbaikan bangsa, terutama di daerah. Guru harus menjadi aktor terdepan dalam memberikan warna politik edukatif yang santun dan kompeten, tidak menebarkan kebencian, hoaks dan seruan politik yang busuk. Melainkan menebarkan kebersamaan, toleransi, mencerahkan dan memberi informasi serta alternatif pilihan politik pada publik. 


Berangkat dari niat mulia itulah, Drs. Suaidin Usman ingin berperan dan mengambil bagian yang lebih strategis di masyarakat lewat jalur politik. Ia ingin kehadirannya memberi warna positif dalam berpolitik. Dengan pengalaman dan ilmunya sebagai pendidik sekaligus pemerhati pendidikan, Suaidin ingin menjadi “provokator” politik yang edukatif. Memberikan warna dan dinamika politik lebih kondusif, santun, terbuka dan mendidik pada setiap geliat publik. Memberi informasi objektif, terbuka, tidak memihak pada hal negatif dan mendorong lahirnya proses politik yang baik dan mencerahkan. 


Suaidin ingin memberikan edukasi berpolitik yang bersih dari cara-cara yang tidak dibenarkan. Salah satunya adalah politik uang (money politic).
Menurutnya politik uang itu menyasar pemilih tidak cerdas akibat desakan kebutuhan ekonomi sesaat. Tanpa memikirkan nasib rakyat 5 tahun ke depan. 

"Ambil contoh pembeli suara 100.000 perorang kalian ambil untuk 1 suara dibagi 5 tahun x 360 hari = 100.000 : 1.800 hari = Rp. 56 perhari. Bayangkan jauh lebih tinggi ongkos 1 kali kencing di toilet," ucapnya.


Dikatakannya DPR, DPRD adalah pejuang untuk berpihak pada kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu masyarakat jangan mau terima suap dan dibodohi dengan membeli suara. Menurutnya hal ini berpotensi terjadinya korupsi sangat besar untuk mengembalikan modal. Praktek ini akan menyengsarakan rakyat selama 5 tahun. Masyarakat cerdas insya allah akan melihat figur terbaiknya. Dikatakannya pula berpikir cerdas untuk sebuah perubahan yang lebih baik itu memang tidak sederhana. Memerlukan kolaborasi untuk berani mengatakan tidak pada praktik politik uang. 

"Ingat 5  x  360 hari =1.800 hari . 100 ribu yang diterima dari pembeli suara sama dengan 100 ribu dibagi 1.800 hari hasilnya lebih tinggi dari ongkos kencing di toilet. Mari cerdaskan masyarakat jangan dibodohi," pungkasnya. (emo).