Mengenal Sosok Inspiratif Muhammad Ismail Made, Sang Penakluk Cadas Lereng Gunung Nowa

Kategori Berita

.

Mengenal Sosok Inspiratif Muhammad Ismail Made, Sang Penakluk Cadas Lereng Gunung Nowa

Koran lensa pos
Selasa, 01 Februari 2022

 

Muhammad Ismail Made bersama penulis (atas).
Masjid Zam-Zam yang dibangun secara swadaya oleh pak Made bersama keluarga dengan menyisihkan hasil usahanya sedikit demi sedikit (bawah)

Dompu, koranlensapos.com - Bagi masyarakat Dompu khususnya di Kecamatan Dompu dan Woja tentu tidak asing lagi dengan sosok seseorang bernama Pak Made. Meskipun nama lengkapnya tidak dikenal secara pasti, namun ketika ada yang menyebut nama Pak Made, maka pastilah yang dimaksud adalah sosok sesepuh peramah yang tinggal di Lereng Gunung Nowa, di Dusun Buncu Utara Desa Matua Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. 

Dilihat dari namanya saja Pak Made bisa dipastikan berasal dari Bali. Tidak salah lagi. Nama aslinya adalah I Made Mantra. Kelahiran Kabupaten Karangasem Bali tahun 1938.

Pak Made bersama istrinya Ni Nengah Sri dan dua anaknya yang masih berusia 2 dan 3 tahun datang mengadu nasib ke Dompu tahun 1980. 

Dengan berbekal satu ekor induk ayam kampung dan dua lembar tikar, Pak Made beserta istri dan kedua anaknya mendatangi So Buncu Desa Matua Kecamatan Woja yaitu tepatnya di Sebelah Utara Lereng Doro Nowa untuk membuka lahan yang saat itu masih berupa semak belukar dengan hamparan cadas yang cukup keras.


"Berakit-rakit ke hulu berenang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian". Ungkapan itu sangat tepat untuk menggambarkan kenyataan hidup  yang dialami  I Made Mantra bersama keluarganya itu. Setiap hari pasangan suami istri ini berjuang menggempur kerasnya cadas lereng Gunung Nowa agar bisa dijadikan lahan yang produktif. Perjuangan yang tiada kenal lelah itu membawa hasil nyata. Cadas-cadas itu berhasil ditaklukkan sedikit demi sedikit. Di atas lahan itulah, Made mulai menanami dengan tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan. 
Berkat keuletan serta kesabaran Pak Made, lahan terlantar seluas 4 ha bisa disulap menjadi lahan produktif (lahan pertanian agribisnis) yang bisa menghasilkan jutaan rupiah.
Sebagian lokasi dimanfaatkan untuk beternak itik dan bebek. Ia juga membudidayakan ikan air tawar sejenis nila, karper, lele, dan lainnya hingga kini. 

Tahun 1996, Made sekeluarga resmi memeluk Agama Islam. Namanya setelah Islam menjadi Muhammad Ismail. Tetapi panggilan Pak Made tetap menjadi sapaan familiar oleh warga setempat terhadap ayah dari 5 orang anak dan  kakek dari  7 orang cucu ini.

Belasan tahun silam, Muhammad Ismail merupakan orang pertama di Dompu yang berhasil membudidayakan buah semangka non biji dan bahkan sampai mengundang
perhatian orang nomor satu di Kabupaten Dompu saat itu yaitu Bupati H. Abubakar Ahmad SH (Ompu Beko). Ompu Beko saat itu bahkan menyempatkan waktu untuk melihat secara langsung hasil perjuangan tangan dingin Muhammad Ismail Made membudidayakan semangka tanpa biji itu.
Keberhasilan Muhammad Ismail tidak hanya di situ, beberapa saat kemudian juga berhasil membuat terobosan baru dengan membududidayakan Pepaya Thailan sebanyak 1.100 pohon. Panen perdananya juga mengundang Bupati H. Abubakar Ahmad, SH. 
Di samping itu, di atas lahan seluas 4 ha itu juga sudah ada tanaman sawo yang sudah berproduksi sebanyak 30 pohon, rambutan yang sudah produksi sebanyak 100 pohon, jeruk bali sebanyak 400 pohon dan tanaman-tanaman jenis tanaman sayur lainnya.

Sebagai tanaman sela di antara tanaman pepaya, Muhammad Ismail juga menanam tomat
sebanyak 14. 000 pohon dengan jenis Dona dan Intan. Analisa kotornya satu pohon tomat bisa
menghasilkan 3 kg dengan harga jual Rp 7 500/Kg. Dalam satu hektar lahan tanaman tomat
setiap kali panen bisa menghasilkan 3,7 ton (3.700 Kg x Rp 7.500 = Rp 27. 750. 000 ).
Di dalam pengelolaan usahanya  Muhammad Ismail saat itu mempekerjakan 11 orang tenaga kerja dari luar Dompu dan ada sebagian berasal dari penduduk setempat, selain
tenaga tetap yang dipekerjakan, juga ada tenaga musiman atau tenaga borongan. Para pekerja
selain mendapat gaji pokok/upah pokok juga mendapat bonus 10 % dari hasil produksi pertanian.
Diakui oleh lelaki asal Pulau Dewata  yang sudah fasih berbahasa daerah Dompu-Bima ini, dalam tiga bulan harus mengeluarkan uang sebanyak Rp. 61 juta untuk 1 ha lahan. 
"Dan dengan modal sebesar itu Alhamdulillahirobbil Aalamiin kita bisa meraih hasil Rp 150 juta dengan
keuntungan bersih Rp 50 juta," tuturnya.

Kegigihan dan kesabaran membawa keberhasilan Muhammad Ismail dan Istrinya, Nuriyah, mengubah lahan tandus dan gersang menjadi areal pertanian tidak terlepas dari
pengalaman pahit masa lalu. Sebelum ke Dompu, Made sekeluarga tinggal di Sumbawa. 
"Di  Sumbawa saya pernah tinggal selama 9 bulan namun garis nasib belum berubah sehingga saya dan istri memutuskan untuk merantau ke Dompu," ungkapnya.

Muhammad Ismail termasuk pejuang lingkungan. Ia sangat mencintai kelestarian alam di sekitarnya dan sangat membenci melihat aksi pengrusakan hutan. Menurutnya hutan harus tetap dijaga kelestariannya. Pohon-pohon besar yang ada di hutan jangan dirusak karena pepohonan itulah yang akan menjaga keberlangsungan mata air. 

"Kalau mau menanam jagung silakan menanam di ladang-ladang. Jangan merusak hutan untuk menanam jagung," demikian pesan yang selalu disampaikannya kepada setiap orang yang bertamu ke rumahnya.

Kini Muhammad Ismail tidak segesit dulu lagi. Usianya sudah 84 tahun. Namun hasil usahanya di masa lalu masih bisa dipetiknya hingga kini sebagai rezeki dari Allah. Kenikmatan yang ada tidak membuatnya lupa diri. Ia ingin di usia senjanya bisa berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak. Kini Muhammad Ismail ingin membangun rumah singgah yang diperuntukkan secara gratis kepada para musafir atau perantau dari luar daerah yang belum mendapat tempat tinggal atau pekerjaan untuk mencari nafkah. 
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini rumah singgah segera terwujud, katanya.
Sebagai langkah awal, di sebagian lokasi yang akan digunakan untuk pembangunan rumah singgah, Muhammad Ismail saat ini sedang membangun masjid secara swadaya dari hasil rizki yang disisihkan selama ini.. 

"Pembangunan mesjid ini sudah mencapai 35 % sampai 40 % tahapan pekerjaan bangunan," ujarnya.

 Ismail menyebut pembangunan masjid tersebut diperkirakan menelan biaya Rp. 170 juta. 

"Semoga ada rezeki dari Allah untuk melanjutkan pembangunan masjid ini," ucapnya seraya mengatakan akan menerima dengan senang hati bila ada kaum dermawan yang mau menyisihkan sedikit hartanya untuk menanamkan amalan jariyah di masjid tersebut. 

"Kalau ada yang mau menyumbang saya sangat senang supaya sama-sama dapat pahala," pungkasnya. (emo).