Dakwah Islam di Era Digital

Kategori Berita

.

Dakwah Islam di Era Digital

Koran lensa pos
Rabu, 08 Desember 2021

Oleh : Muhammad Fadhil Nuur Rahmat*

                  Gambar ilustrasi


Dakwah merupakan cara yang dilakukan seseorang untuk mengajak orang lain untuk mempelajari atau mengikuti apa yang disampaikannya. Dakwah Islam dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan dalam bentuk penyampaian, yang dilakukan oleh da’i atau pendakwah kepada orang lain agar orang tersebut mau mengikuti, dan mengamalkan ajaran agama Islam.
   Dakwah Islam pada masa Walisongo hingga sekarang terus mengalami perkembangan. Pada masa Walisongo ada beberapa metode dan sarana prasarana yang digunakan. Adapun metode yang digunakan oleh Walisongo adalah metode ceramah, metode tanya jawab, metode konseling, metode keteladanan, metode pendidikan, metode Bi’tsah, metode berdakwah, metode Kesenian, dan metode Kelembagaan.
  Adapun sarana dan prasarana dalam dakwah islam pada masa Walisongo seperti masjid dan pesantren sebagai tempat belajar agama. Melalui kesenian dan kebudayaan seperti lagu tombo ati, dan alat musik gamelan dari Jawa, melalui kegiatan sosial, dan melalui kekuasaannya.
  Dakwah Islam di era digital ini pun para pendakwah dapat berdakwah dengan seluas-luasnya dengan adanya alat-alat teknologi yang canggih seperti internet, televisi, handphone, ataupun media-media sosial yang sifatnya online dan biasa digunakan seperti YouTube, Instagram, Whatsapp, Facebook dan lain sebagainya. Itu  semua yang disebutkan di atas dapat dijadikan sebagai media dalam berdakwah.
   Berdakwah di era digital ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti membuat konten tentang dakwah lalu dikirim di YouTube, Instagram, facebook, dan lain sebagainya. Selain itu dakwah juga bisa dilakukan dengan cara membuat komik online maupun buku komik yang di dalamnya mengandung pesan-pesan agama. Dakwah juga bisa dilakukan dengan cara membuat film atau konten yang sesuai dengan umur, agar seseorang dapat tertarik dan mulai belajar dari film atau konten yang kita buat. Namun cara-cara di atas tidak terlepas dari adanya peran  da’i tersebut.

 Di samping peluang, dakwah Islam di era digital ini juga memiliki hambatan. Di antaranya tidak semua orang  menguasai teknologi, sarana dan prasarana yang tidak memadai seperti jaringan internet yang kurang bagus karena tempat tinggal yang terpencil, atau juga cara penyampaian informasinya kurang menarik dan membosankan.
  Asrorun Ni’am ketika menjadi pembicara dalam rapat  Koordinasi Dakwah Nasional Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat, di Hotel Grand Cempaka, Jakarta Pusat, pada Selasa, 03 Desember 2019
menjelaskan bahwa dakwah itu pada hakekatnya mengajak sehingga dengan begitu harus mengerti kondisi orang yang diajak, termasuk juga kecenderungannya. Sebab menurutnya tantangan dakwah sekarang ini lebih kompleks. . Selain itu, Asrorun Ni’am 
juga mengatakan bahwa tren anak-anak milenial itu seperti apa. Mereka ini kan simple, instan, dan juga tidak bertele-tele, efisien, efektif. Ini yang perlu dipahami ketika kita mau melakukan aktivitas dakwah kepada mereka.
  Oleh karena itu, dakwah Islam ini harus memperhatikan isi dan kepada siapa yang ingin dituju. Misalnya materi dakwah terlalu kaku dan membahas ilmu fikih yang tidak dikaitkan dengan realitas kehidupan remaja sehingga jamaah usia muda kurang tertarik untuk mengikuti pengajian.
  Selanjutnya Abdul Halim, dosen IAIN Surakarta mengatakan bahwa masalahnya, belum tentu para pendakwah mampu menguasai teknologi digital atau justru sebaliknya. Dari tantangan-tantangan berdakwah di era digital yang disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi tantangan-tantangan ini adalah dengan cara  membuat konten-konten kreatif dan inovatif, sehingga dapat menarik peminat orang-orang yang didakwahkan (mad'u). Selain itu tentang masalah dengan teknologi atau pun tempat yang kurang memadai dengan alat teknologi itu dapat diatasi dengan cara tidak perlu memaksakan dengan keadaan ataupun situasi karena masih banyak para da’i yang berdakwah dengan cara menyampaikannya secara langsung.

Badan Litbang Kominfo RI (2015) menunjukkan bahwa keluarga pengakses TIK di Indonesia tergolong tinggi. Hal itu menjadikan peluang dakwah di era digital ini semakin lama semakin terbuka dan hal ini dapat dijadikan  target dalam berdakwah. 

   Prof. Dr.-Ing. Kalamullah Ramli dalam orasi ilmiahnya pada acara wisuda sarjana ke-7 Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dirosat Islamiyah (STID DI) Al-Hikmah, Jakarta, Ahad (25/9/2016) 
mengatakan bahwa akses rumah tangga Indonesia tertinggi adalah akses terhadap televisi sebanyak 86,7 persen, disusul pengakses melalui handphone sebanyak 84,3 persen, kemudian radio sebanyak 37,5 persen, dan internet sebesar 35,1 persen. 

  Menurut Ramli, data tersebut menunjukkan bahwa penetrasi pesan melalui media massa maupun media sosial sangat besar, sehingga menjadi peluang dakwah. Terlebih lagi pangsa pengguna media digital saat ini didominasi oleh kalangan muda berusia antara 16-25 tahun. Mengutip hasil survei global 2014 bahwa pengguna media dihitung berdasarkan durasi pemakaiannya, Indonesia menempati peringkat pertama di dunia, disusul Filipina, China, Brasil, Vietnam, dan Amerika Serikat. 
  Dapat disimpulkan bahwa di era digital ini dakwah Islam dapat dilakukan dengan berbagai macam cara dengan memanfaatkan alat-alat teknologi yang ada. Namun di samping itu harus juga selalu memperhatikan tantangan-tantangan yang ada dalam berdakwah di era digital ini, jangan sampai tantangan tersebut memperkecil atau menghilangkan peluang yang ada dalam berdakwah di era digital pada masa ini. 
(*Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).