Kesekian Kalinya DP3A Gelar Rakor Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan TPPO

Kategori Berita

.

Kesekian Kalinya DP3A Gelar Rakor Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan TPPO

Koran lensa pos
Senin, 13 September 2021

 


Dompu, koranlensapost.com - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Dompu untuk ke sekian kalinya melakukan kegiatan Sosialisasi dan Rapat Koordinasi untuk pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta untuk menghindari terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Namun dengan peserta yang berbeda.

Kegiatan yang sama kembali dilakukan pada hari ini, Senin.(13/9/2021) di Gedung PKK Kabupaten Dompu.

Hadir sebagai narasumber Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Dompu Umi Lilis Suryani Kader Jaelani dengan materi berjudul "Peran PKK Dalam Perlindungan Perempuan dan Anak"
dan Kepala DP3A Kabupaten Dompu Hj. Daryati Kustilawati dengan materi berjudul "Kebijakan Perlindungan Perempuan dan Penanggulangan TPPO di Kabupaten Dompu.

Hadir pada kesempatan dimaksud Ketua Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kabupaten Dompu Hj. Faridah H. Syahrul Parsan, Kasat Reskrim Polres Dompu yang diwakili Kanit PPA AIPTU Ahmad Rimawan, Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Dompu Islamiah, SH, Perwakilan dari Pengadilan Negeri Dompu, Kementerian Agama, DPPKB, Lapas Kelas IIB Dompu, Pekka, LBH SUG, YBC, serta stakeholder terkait lainnya.

Kepala Dinas P3A Kabupaten Dompu Hj. Daryati Kustilawati, M. Si mengawali paparan materinya dengan pemaparan Visi Pemerintahan AKJ-SYAH adalah "Terwujudnya Dompu yang MASHUR (Mandiri, Sejahtera, Unggul dan Religius) yang dijabarkan dalam 5 (lima) Misi yakni 
Pertama, Meningkatkan Tata Kelola Pemerintahan yang baik dan bersih;
Kedua, Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Masyarakat Berbasis Potensi Lokal yang Berkelanjutan;
Ketiga,  Meningkatkan mutu pelayanan dasar dan pelayanan publik yang transparan, partisipatif, dan berkeadilan; 
Keempat, Mewujudkan pembangunan infrastruktur yang mantap; dan
Kelima, Mewujudkan tata nilai kehidupan masyarakat yang religius, berbudaya, berprestasi dan berkarakter berbasis kearifan lokal.


Daryati menegaskan bahwa perempuan harus mendapat perlindungan. Hal itu mengacu pada UU nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Perda Kabupaten Dompu nomor 11 tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Sedangkan jenis kekerasan terhadap perempuan dan anak meliputi kekerasan seksual, fisik, psikis, penelantaran, KDRT, perdagangan orang (human trafficking), dan media sosial (media siber).

"Kekerasan terhadap perempuan seperti fenomena gunung es. Yang dilaporkan hanya sedikit. Sedangkan.yang tidak dilaporkan lebih banyak lagi. Tidak dilaporkan itu karena takut atau juga karena malu," ucapnya. 

Dikemukakan Umi Yat, sapaannya pemicu terjadinya kekerasan disebabkan beberapa faktor. Antara lain karena perkawinan usia dini, komunikasi yang kurang baik antar pasangan, perselingkuhan, ekonomi, dan rendahnya tingkat pendidikan pasangan.
Selanjutnya ia menjelaskan pula tentang kasus TPPO yaitu tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi (UU nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO pasal 1 ayat (1)).

Adapun modus TPPO biasanya merekrut calon pekerja wanita usia 16-25 tahun dengan dijanjikan bekerja di restoran, salon kecantikan, karyawan hotel, pabrik dengan gaji tinggi. Identitasnya kemudian dipalsukan agar bisa lolos. Biaya administrasi, transportasi, maupun akomodasi ditipu oleh pihak agen. Ternyata korban dijual, disekap atau dipekerjakan sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK).

"Semoga kasus-kasus seperti ini tidak terjadi di Dompu sehingga Kabupaten Dompu menjadi zero kekerasan terhadap perempuan maupun anak," harapnya.

Sementara itu Ketua TP PKK Kabupaten Dompu Lilis Suryani Kader Jaelani dalam materinya berjudul "Peran PKK Dalam Perlindungan Terhadap Perempuan dan Anak" menjelaskan bahwa jumlah perempuan adalah 49,7 % dari keseluruhan jumlah penduduk. Sedangkan anak sebanyak 30,3 %.

"Perempuan dan anak merupakan bagian yang harus menjadi perhatian dalam perkembangan dan kemajuan Indonesia karena perempuan dan anak merupakan investasi, aset dan potensi bangsa yang memberikan kontribusi yang sangat besar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara," jelasnya.

Dijelaskannya perlindungan perempuan
adalah segala upaya yang ditujukan untuk melindungi perempuan dan memberikan rasa aman dalam pemenuhan hak-haknya dengan memberikan perhatian yang konsisten dan sistematis yang ditujukan untuk mencapai kesetaraan gender. (emo).