Inspirasi Pancasila dan Pohon Sukun di Kota Ende

Kategori Berita

.

Inspirasi Pancasila dan Pohon Sukun di Kota Ende

Koran lensa pos
Selasa, 01 Juni 2021
                  Pohon Sukun di Kota Ende 
                Flores NTT tempat Soekarno                             merenungkan tentang Pancasila 
           saat menjalani masa pengasingan                                 tahun 1934-1938



Cerita lahirnya Pancasila tidak bisa dilepaskan dari gagasan dan peran penting Presiden pertama RI, Soekarno. Gagasan tentang Pancasila dilontarkan oleh Bung Karno pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945.

Jurnalis Vicky Da Gomez dalam tulisannya di suarasikka.com edisi 31 Mei 2019 mengemukakan bahwa  mengingat Soekarno dan Pancasila, tentu juga harus mengingat Kota Ende, di Pulau Flores Propinsi NTT. Bung Karno merenungkan Pancasila di kota itu. Saat itu, dia dalam masa pengasingan, pada 14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938, dan tinggal di rumah pengasingan yang terletak di Jalan Perwira, Ende.
Kota ini menyimpan sejarah panjang perihal sepak terjang Bung Karno selama menjalani pengasingan. Di Ende, Soekarno dan istrinya Inggit Garnasih, Ratna Djuami (anak angkat), serta mertuanya, Ibu Amsi, menempati rumah Abdullah Ambuwawu. Selama di pengasingan, kehidupan Soekarno sangat sederhana. Sebagai seseorang yang diasingkan, Bung Karno hanya sedikit memiliki akses untuk berkorespondensi.
Keadaan ini membuat Soekarno tertekan. Namun, ia tak patah arang. Soekarno justru bisa berpikir lebih dalam tentang banyak hal. Dia mulai mempelajari lebih jauh soal agama Islam, hingga belajar pluralisme dengan bergaul bersama pastor di Ende. Aktivitas Soekarno lainnya, melukis hingga menulis naskah drama pementasan.
Dikutip dari buku “Bung Karno dan Pancasila, Ilham dari Flores untuk Nusantara”, sebuah tempat favoritnya untuk berkontemplasi adalah di bawah pohon sukun yang menghadap langsung ke Pantai Ende. Pohon sukun itu berjarak 700 meter dari kediaman Soekarno. Biasanya, Soekarno pergi sendiri ke tempat itu pada Jumat malam. Di tempat itulah, Soekarno mengaku buah pemikiran Pancasila tercetus.
Dia memiliki cerita sendiri soal itu. Berikut yang dikisahkan Soekarno: “Suatu kekuatan gaib menyeretku ke tempat itu hari demi hari… Di sana, dengan pemandangan laut lepas tiada yang menghalangi, dengan langit biru yang tak ada batasnya dan mega putih yang menggelembung.., di sanalah aku duduk termenung berjam-jam.
Aku memandangi samudera bergolak dengan hempasan gelombangnya yang besar memukuli pantai dengan pukulan berirama. Dan kupikir-pikir bagaimana laut bisa bergerak tak henti-hentinya. Pasang surut, namun ia tetap menggelora secara abadi. Keadaan ini sama dengan revolusi kami, kupikir. Revolusi kami tidak mempunyai titik batasnya. Revolusi kami, seperti juga samudra luas, adalah hasil ciptaan Tuhan, satu-satunya Maha Penyebab dan Maha Pencipta.
Dan aku tahu di waktu itu bahwa semua ciptaan dari Yang Maha Esa, termasuk diriku sendiri dan tanah airku, berada di bawah aturan hukum dari Yang Maha Ada.”
Ketika menjadi Presiden pertama Indonesia, Bung Karno kembali mengunjungi Ende pada tahun 1950. Bung Karno tidak lupa pada pohon sukun favoritnya itu. Di sanalah Bung Karno bercerita proses pencetusan Pancasila yang kini ditetapkan sebagai dasar negara. Sejak tahun 1980-an, pohon sukun itu kemudian dikenal menjadi Pohon Pancasila. Namun, pohon aslinya sudah mati pada tahun 1970-an. Pemerintah setempat menggantinya dengan anakan pohon yang sama di lokasi yang sama.
Pada 1 Juni 1945, Bung Karno menyampaikan pidato dalam rapat besar Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Di dalam rapat itu Bung Karno secara berapi-api menyadarkan peserta rapat tentang perlunya Indonesia memiliki dasar negara yang menjadi pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lima prinsip dipaparkan Soekarno beserta relevansinya bagi bangsa Indonesia. Kelima butir itulah yang disebut Soekarno sebagai Pancasila. Ini pula yang mendasari penetapan 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila. (Sumber : suarasikka.com).