Ini Selengkapnya Materi Gugatan Tim Hukum SUKA Terhadap KPU Dompu

Kategori Berita

.

Ini Selengkapnya Materi Gugatan Tim Hukum SUKA Terhadap KPU Dompu

Koran lensa pos
Senin, 05 Oktober 2020
    Sidang Ajudikasi di Bawaslu Dompu          pada hari Kamis (1/10/2020)

Dompu, Lensa Pos NTB - Gugatan Kuasa Hukum Pasangan H. Syaifurrahman Salman, SE - Ika Rizky Veryani (SUKA) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Dompu berlanjut pada Sidang Ajudikasi (Musyawarah Terbuka) yang dimediasi oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Dompu.


Hingga tulisan ini dipublish, proses sidang ajudikasi telah memasuki hari ketiga, yang sebelumnya diawali dengan musyawarah tertutup yakni tanggal 30 September 2020. Namun karena tidak ada kata sepakat dari kedua belah pihak, maka sidang berlanjut dengan ajudikasi. Bahkan pada hari Sabtu (3/10/2020), agenda sidang mendengarkan keterangan saksi ahli baik melalui zoom meeting maupun secara langsung.

Publik kini masih menantikan hasil akhir dari proses sidang penyelesaian sengketa pemilihan yang merujuk pada Perbawaslu nomor 2 tahun 2020 ini. Kuasa Hukum SUKA selaku pemohon kah yang akan memenangkan ataukah pihak KPU Dompu selaku termohon ? 
Keputusan pastinya ada di tangan Bawaslu Kabupaten Dompu selaku majelis pengadil dalam persidangan ini.

Sebagaimana publik mafhum, yang menjadi materi gugatan Tim Hukum SUKA selaku pemohon terhadap KPU Kabupaten Dompu selaku termohon adalah Keputusan KPU Kabupaten Dompu Nomor 92/HK.03/1-KPT/5205/KPU-Kab/IX/2020 tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Dompu tahun 2020 tanggal 23 September 2020 bahwa pasangan berjargon SUKA itu Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebagai Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Dompu.

Alasan TMS ini adalah terkait dengan status Syaifurrahman Salman yang pernah menjalani masa pidana di Lapas Kelas IIA Mataram dalam kasus korupsi.

Apakah Syaifurrahman mantan terpidana atau mantan narapidana ?

Berikut paparan Tim Hukum SUKA yang dibacakan saat sidang ajudikasi di Bawaslu Dompu : 
Bahwa, ketentuan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2020Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota Khususnya Pasal 1angka (21) telah melanggar dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 angka (6) dan (7) UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan;

Bahwa, pertentangan tersebut telah terlihat karena KPU telah membuat norma baru, yang dimana pada Pasal 1angka (21) telah melanggar dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 angka (6) dan (7) UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1 angka (6) :

“Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.; ---------
Pasal 1 angka (7) : 
“Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS”; 

Berdasarkan definisi “TERPIDANA” dengan “NARAPIDANA” sebagaimana aturan tersebut di atas, KPU telah membuat norma baru yang bersifat kontradiktif, sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 1 angka (21) yang berbunyi “Mantan Terpidana adalah orang yang sudah selesai menjalani pidana, dan tidak ada hubungan secara teknis (pidana) dan administratif dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia”;
Bahwa definisi mantan terpidana sebagaimana dirumuskan oleh KPU dalam PKPU No.1 Tahun 2020 telah mengalami perluasan makna dan sama sekali tidak memiliki rujukan hukum yang jelas sebagai payung hukumnya ;
Bahwa penciptaan norma baru oleh KPU sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka (21) PKPU No.1 Tahun 2020, selain bertentangan dengan UU No.12 Tahun 1995 juga bertentangan dengan Pasal 1 angka (1) PERMENKUM DAN HAM No.3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat, yang berbunyi : --------------
“Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana
hilang kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan” ; 
Bahwa dalam Pasal 21 angka (22) PKPU No.1 tahun 2020 berbunyi “Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan hukum dan hak asasi manusia”. Oleh sebab itu menurut pemohon KPU dalam hal memberikan norma baru berupa pendefinisian terhadap frase “mantan terpidana”harus tetap mengacu pada peraturan yang lebih tinggi dan juga harus mengikuti norma yang dibuat oleh institusi yang berwenang melakukan tafsiran ataupun membuat norma baru tentang definisi mantan terpidana yaitu in cassu Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia ; 
Bahwa norma baru dalam Pasal 1 angka (21) PKPU 1 Tahun 2020 juga bertentangan dengan Surat Ketua Muda Pidana Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 30/Tuaka.Pid/IX/2015 Tentang Jawaban atas Permohonan Fatwa Mahkamah Agung RI oleh BAWASLU RI, dimana dalam fatwa ini secara jelas dan tegas disampaikan bahwa : 
“TERPIDANA adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dengan demikian MANTAN TERPIDANA adalah seseorang yang pernah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sedangkan NARAPIDANA adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Dengan demikian MANTAN TERPIDANA adalah seseorang yang telah pernah menjalani pidana didalam Lembaga Pemasyarakatan.; 
Bahwa dari uraian FATWA MAHKAMAH AGUNG RI tersebut menjadi jelas bahwa MANTAN TERPIDANA meskipun telah dijatuhi pidana belum tentu menjalani pidana didalam LAPAS, misalnya seseorang yang dijatuhi pidana penjara selama 6 (enam) bulan dengan masa percobaan selama 1 (satu) tahun. Sehingga dia berstatus TERPIDANA tetapi tidak perlu menjalani pidana didalam LAPAS. Sedangkan MANTAN NARAPIDANA tentu telah pernah menjalani pidana di dalam LAPAS.  

Bahwa, ketentuan Pasal 4ayat (2a) didalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2020 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota yang berbunyi “Syarat tidak pernah sebagai terpidana  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dikecualikan bagi Mantan Terpidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih yang telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.
adalah bertentangan dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yang berbunyi sebagai berikut :
(2) “Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan,  memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
(3)  Sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab”.

Bahwa, berdasarkan ketentuan Undang-Undang diatas menjelaskan bahwa setiap terpidana/narapidana yang sudah melewati masa binaan dilembaga pemasyarakatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap, telah dapat kembali ke masyarakat sebagai manusia yang bebas dan dapat kembali mengambil peran sebagai anggota masyarakat pada umumnya, termasuk terlibat dalam kegiatan politik; 

Bahwa, Bakal Pasangan Calon Bupati atas nama SYAIFURRAHMAN SALMAN telah melewati masa binaan selama 5 (lima) tahun atas tindak pidana yang pernah dilakukan, dan saat ini sudah kembali ke masyarakat dan bersosialisasi dengan baik dengan masyarakat pada umumnya sebagaimana fungsi binaan dalam lembaga pemasyarakatan selama lebih dari 5 (lima) tahun;

Bahwa, dengan diberlakukannya Pasal 4 ayat (2a) PKPU: 1 Tahun 2020 Tentang Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yang berfungsi untuk menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab; 
Bahwa, menurut Herbert L. Packer dalam pandangan Utilitarian (utilitarian view), Bahwa pandangan ini melihat pemidanaan dari segi manfaat atau kegunaannya dimana yang dilihat adalah situasi atau keadaan yang ingin dihasilkan dengan dijatuhkannya pidana itu. Di satu pihak, pemidanaan dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau tingkah laku terpidana dan dipihak lain pemidanaan itu juga dimaksudkan untuk mencegah orang lain dari kemungkinan melakukan perbuatan yang serupa; 
Bahwa, selain tersebut diatas, dengan diberlakukannya Pasal 4 ayat (2a) PKPU: 1 Tahun 2020 Tentang Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota menimbulkan “Diskriminasi” dimana hanya terhadap mantan narapidana korupsi saja yang diberlakukan aturan sebagaimana Pasal 4 ayat (2a), sementara terhadap Mantan Narapidana lainnya tidak diberlakukan hal yang sama. 

Bahwa, ketentuan Pasal 4 ayat (2a) PKPU: 1 Tahun 2020 Tentang Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota yang melarang mantan terpidana korupsi ikut mencalonkan diri sebagaiKepala daerah dengan memberlakukan syarat tambahan yang bersifat khusussebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2a) adalah bertentangan dengan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi sebagai berikut :
“Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.----
Bahwa, Pasal 43 ayat (1) diatas secara tegas memberikan hak seluas-luasnya kepada setiap warga Negara Indonesia tanpa terkecuali untuk mendapat hak yang sama dalam pelaksanaan penyelenggaraan pesta demokrasi melalui Pemilhan Umum di Indonesia.----

Bahwa, dengan adanya aturan tambahan yang bersifat khusus terhadap mantan narapidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2a) PKPU 1 Tahun 2020 telah  “MERAMPAS HAK KONSTITUSIONAL”Bakal Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati atas SYAIFURRAHMAN SALMAN dengan IKA RIZKY VERYANI sebagaimana disebutkan dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 39 Tahun 1999 tentang HAM ; ------
Bahwa, ketentuan Pasal 4 ayat (2a) didalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2020 yang membuat norma baru dan membuat aturan khusus bagi mantan Narapidana Korupsi dalam mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah dan atau Wakil Kepala daerah secara jelas dan terang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yaitu hak dipilih yang secara tersurat diatur dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) dan (2); Pasal 28, Pasal 28 D ayat (3), dan Pasal 28 E ayat (3). Pengaturan ini menegaskan bahwa Negara harus memenuhi hak asasi setiap warga negaranya, khususnya dalam keterlibatan pemerintahan untuk dipilih dalam event pesta demokrasi sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898), yang berbunyi sebagai berikut; 
“Pasal 27 ayat (1) dan (2) yang berbunyi sebagai berikut :
-Ayat (1) :
“Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”----
-Ayat (2):
“tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”-----

“Pasal  28 berbunyi sebagai berikut :----
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang “

-Pasal 28 D ayat (3) berbunyi sebagai berikut :----
“Setiap warga Negara berhak memiliki kesempatan yang sama dalam pemerintahan”---

-Pasal 28 E ayat (3) berbunyi sebagai berikut:---
“setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”------
Pasal 28j ayat (1) dan (2) 
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ; -----
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undangundang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.;
Bahwa, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 28, Pasal 28 D ayat (3) , dan Pasal 28 E ayat (3) dan Pasal 28j ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar RI 1945 tersebut diatas jelas bahwa Hak memilih dan dipilih dijamin dalam konstitusi Negara kita, namun dengan adanya Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 khususnya Pasal 4 ayat (2a) yang dalam aturannya mensyaratkan khusus kepada mantan narapidana korupsi harus menjalani masa bebas 5 (lima) tahun dari penjara baru diperbolehkan ikut mencalonkan diri sebagai Calon kepala daerah dan atau wakil kepala daerah, adalah sangat melanggar hak asasi warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan;-----

Bahwa, terhadap pertentangan norma a quo telah menimbulkan kerugian bagi PEMOHON,in cassu sebagai Bakal Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Dompu Tahun 2020 atas nama SYAIFURRAHMAN SALMAN dengan IKA RIZKY VERYANI secara administratif ditetapkan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebagai Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Dompu Tahun 2020.----------

Bahwa ketentuan Pasal 4 ayat (2a) PKPU No.1 Tahun 2020 juga bertentangan ketentuan Pasal 42 ayat (1) UU 12 Tahun 1995, dalam hal, narapidana memperoleh bebas bersyarat, statusnya tidak lagi menjadi narapidana sebagai terpidana yang menjalani hukuman pidana sesuai dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, tetapi sebagai Klien sebagaimana dimaksud dengan Pasal 42 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995, sehingga pada saat itulah statusnya tidak lagi terdaftar sebagai Narapidana yang merupakan terpidana yang menjalani pidana, tetapi sebagai Klien. 

Dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 03 Tahun 2018, Narapidana adalah “terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan.” Sementara itu, berdasarkan Pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 12Tahun 1995 dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 03 Tahun 2018, Klien adalah “seseorang yang berada dalam bimbingan Bapas.” Merujuk pada pengertian Klien tersebut, jelas dan nyata, tidak lagi disebut sebagai “narapidana”, tetapi “seseorang”, serta tidak lagi terdaftar sebagai narapidana yang berada di lembaga pemasyarakatan, tetapi berubah terdaftar sebagai klien di badan pemasyarakatan. 

Bahwa hal ini sejalan pula dengan Surat Ketua Muda Pidana Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 30/Tuaka.Pid/IX/2015 Tentang Jawaban atas Permohonan Fatwa Mahkamah Agung RI oleh BAWASLU RI, menjelaskan bahwa seseorang yang berstatus bebas bersyarat karena telah pernah menjalani pidana didalam LAPAS maka dikategorikan sebagai MANTAN NARAPIDANA ; 

Bahwa mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka (6) dan (7) UU No.12 Tahun 1995 Jo Pasal 1 ayat 1 PERMENKUM dan HAM No.3 Tahun 2018 dan Surat Ketua Muda Pidana Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 30/Tuaka.Pid/IX/2015 Tentang Jawaban atas Permohonan Fatwa Mahkamah Agung RI oleh BAWASLU RI yang telah secara terang dan jelas memberikan definisi atau pengertian tehadap frase NARAPIDANA, TERPIDANA atau MANTAN NARAPIDANA atau MANTAN TERPIDANA maka secara jelas dan tegas pula dapat ditarik kesimpulan :
Pemohon in cassu SYAIFURRAHMAN SALMAN saat ini berstatus sebagai MANTAN NARAPIDANA bukan MANTAN TERPIDANA ;
Pemohon SYAIFURRAHMAN SALMAN telah berstatus sebagai MANTAN NARAPIDANA terhitung mulai tanggal 27 Oktober 2014 (vide surat keterangan kepala LAPAS II Mataram)  karena pada tanggal 27 Oktober 2014 SYAIFURRAHMAN SALMAN telah mendapatkan PEMBEBASAN BERSYARAT, sehingga menurut hukum statusya berubah dari NARAPIDANA menjadi MANTAN NARAPIDANA (vide Fatwa Mahkamah Agung RI poin 2 dan 3) ;
Bahwa menurut hukum, menghitung masa bebas atau masa jeda lima 5 (lima) tahun harus dihitung mulai tanggal 24 Oktober 2014 karena pada tanggal itu SYAIFURRAHMAN SALMAN secara resmi mendapatkan program PEMBEBASAN BERSYARAT, dan statusnya menurut hukum berubah menjadi MANTAN NARAPIDANA ;
Bahwa sesuai perhitungan pemohon bahwa masa jeda bebas 5 (lima) tahun dari SYAIFURRAHMAN SALMAN sudah melebihi 5 (lima) tahun terhitung mulai tanggal 24 Oktober 2014 sampai tanggal 06 September 2020 ; 
Bahwa setelah dilakukan pencermatan secara mendalam, bahwa baik dalam Pasal 1 angka 21 PKPU No.1 Tahun 2020 ataupun dalam surat KPU No.735/PL.02.2-SD/06/KPUIX2020, tanggal 05 September 2020 perihal penjelesan Mantan Terpidana, secara jelas hanya membahas frase MANTAN TERPIDANA, sementara SYAIFURRAHMAN SALMAN menurut ketentuan perundang-undangan berlaku adalah berstatus sebagai MANTAN NARAPIDANA. 
Bahwa surat KPU No.735/PL.02.2-SD/06/KPUIX2020, tanggal 05 September 2020 perihal penjelesan Mantan Terpidana, secara hukum tidak dapat dijadikan rujukan oleh KPU Kabupaten Dompu dalam melakukan verifikasi terhadap persyaratan pencalonan Bakal Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Dompu Tahun 2020 karena surat tersebut cacat substansi juga tidak bisa diberlakukan karena tanggal terbit surat tersebut tertanggal 05 September 2020, sementara jadwal pendaftaran Bapaslon Cabup dan Cawabup Kabupaten Dompu Tahun 2020 tertanggal 4 s/d 6 September 2020; 
Bahwa sudah seharusnya menurut hukum SYAIFURRAHMAN SALMAN dinyatakan memenuhi persyaratan administrasi pencalonan yang berkaitan dengan syarat yang diatur Pasal 4 ayat (2a) PKPU No.1 tahun 2020, sehingga Bakal Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Dompu Tahun 2020 atas nama SYAIFURRAHMAN SALMAN dengan IKA RIZKY VERYANI dinyatakan MEMENUHI SYARAT ;  

KPU tidak memiliki kewenangan untuk membuat Norma Baru berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898) ; -------

Bahwa, jika memperhatikan diktum menimbang pada PKPU Nomor: 1 Tahun 2020Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota adalahmerujuk kepada kepada Putusan MK No.99/PUU/XVI/2018, putusan MK No.48/PUU/XVII/2019 dan Putusan MK No.56/PUU/XVII/2019 :-------------
Bahwa oleh karena dalam pertimbangannya PKPU No.1 Tahun 2020 merujuk secara langsung kepada Putusan MK sebagaimana disebutkan diatas, maka sikap KPU tersebut telah melampaui kewenangannya karena pada azasnya putusan MK adalah bersifat negative legislation ; ---------

Bahwa, oleh karena putusan MK tidak dapat menciptakan norma baru karena putusannya bersifat negative legislation sikap KPU yang merujuk pada 3 (tiga) putusan MK dalam membuatPeraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2020Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikotaadalah salah menurut hukum, karena sesungguhnya PKPU itu berisi hal-hal yang bersifat teknis yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2015. Sehingga KPU tidak berwenang untuk membuat norma baru dengan merujuk langsung pada putusan MK mengenai persyaratan Bakal Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2020;

Bahwa, ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2a)Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2020tidak dapat dilaksanakan karena telah melampaui kewenangan berdasarkan hierarkhi peraturan perundang-undangan. Sehingga KPU tidak berwenang melakukan penambahan atau membuat norma dan/atau memperluas Penafsiran terhadap Pasal yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan ;----

Bahwa Pendefinisian Mantan Terpidana sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 21 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 sebagaimana diubah Ketiga Kalinya dengan Peraturan Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 dan dipertegas dengan surat Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 735/PL.02.2-SD/06/KPU/IX/2020 tertanggal 05 September 2020 jelas menimbulkan ketidakpastian hukum karena menggunakan alas hukum yang tidak harmonis, sistematis, dan integratif, sehingga telah menimbulkan salah kira dalam maksud pembuat undang-undang (dwaling in objectieve recht) dan telah salah kira atas wewenangnya sendiri (dwaling in het bevoheidh), sehingga menurut Pasal 56 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 harus dinyatakan tidak sah dan dibatalkan.  

Bahkan, apalagi jika kemudian pendefinisian Mantan Terpidana kemudian ditafsirkan dan disosialisasikan melalui surat Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 735/PL.02.2-SD/06/KPU/IX/2020, tertanggal 05 September 2020 dimana surat seperti demikian merupakan norma jabaran yang hanya dapat ditetapkan oleh badan atau administrasi pemerintahan yang berwenang dalam urusan penyelenggaraan di bidang hukum dan hak asasi manusia atau Mahkamah Agung sebagai badan peradilan tertinggi di Indonesia, sehingga tidak mungkin ditetapkan secara sepihak dan melawan hukum dan wewenang oleh badan atau pejabat administrasi di luar itu dan Mahkamah Agung, sehingga dapat dikatagorikan sebagai pelampauan wewenang. 

Bahkan, poin ketiga Surat Ketua Muda Pidana Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 30/Tuaka.Pid/IX/2015 telah jelas menyatakan seseorang yang berstatus bebas bersyarat jelas merupakan mantan narapidana yang merupakan terpidana yang hilang kemerdekaannya di Lapas. Hal ini jelas Komisi Pemilihan Umum telah nyata dan pasti mengabaikan kewenangan memberikan pertimbangan di bidang hukum kepada lembaga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 37 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung ;

Dengan demikian, telah jelas dan menyakinkan, Pendefinisian Mantan Terpidana sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 21 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 sebagaimana diubah Ketiga Kalinya dengan Peraturan Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 dan dipertegas dengan surat Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 735/PL.02.2-SD/06/KPU/IX/2020, tertanggal 05 September 2020secata nyata telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya dan dibentuk dengan melampaui wewenangnya. 

Oleh sebab itu, dalam hal persyaratan pencalonan kepala daerah, makna hukum atas masa bebas dalam jangka waktu 5 Tahun setelah menjalani pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap adalah sejak statusnya terdaftar sebagai Narapidana atau sebagai Terpidana yang hilang kemerdekaannya di Lembaga Pemasyarakatan telah berakhir.

Adanya Kesalahan dalam proses pembentukan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2020 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota.---

Bahwa, dalam proses pembuatan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2020 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota Pasal 4 ayat (2a) telah melampaui kewenangan KPU, karena KPU dalam PKPU ini mencabut Hak Asasi Warga Negara untuk dipilih dan ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. Sedangkan  menurut  Undang-Undang Dasar 1945 yang dapat memberikan hak adalah Undang-undang dan mencabutnya harus juga dengan Undang-Undang bukan dengan PKPU dan/atau apabila Terpidana dijatuhi hukuman tambahan oleh Pengadilan berupa pencabutan hak politik (memilih dan dipilih) dan/atau tidak dibolehkan untuk menduduki jabatan publik untuk waktu tertentu bagi terpidana.---------

Definisi Mantan Terpidana dalam Pasal 1 angka 21 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 sebagaimana diubah Ketiga Kalinya dengan Peraturan Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 sebagai:
“orang yang sudah selesai menjalani pidana, dan tidak ada hubungan secara teknis (pidana) dan administrasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia” ; -----------------------

Yang kemudian dipertegas dengan Surat Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor ; 735/PL.02.2-SD/06/KPU/IX/2020, tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya, yaitu Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 03 Tahun 2018, tetapi juga melampaui wewenangnya. 

Pendefinisian Mantan Terpidana sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 21 dan pembatasan hak seseorang untuk mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah dalam Pasal 4 ayat (2a) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 sebagaimana diubah Ketiga Kalinya dengan Peraturan Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 dan dipertegas dengan surat Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 735/PL.02.2-SD/06/KPU/IX/2020 bertentangan dengan konsep dan prinsip pengaturan secara sistematis, konsisten, dan komprehensif mengenai definisi “Terpidana”, “Narapidana” dan “Klien” dalam peraturan perundang-undangan. Perluasan pengertian tersebut bertentangan secara hukum dan peraturan perundang-undangan jelas dan nyata menjadi:
TIDAK SAH, karena Komisi Pemilihan Umum mendefinisikan sendiri dan menafsirkan sendiri makna yang tidak menjadi kewenangannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan dalam mengatur dan mendefinisikan Terpidana beserta implikasi hukumnya menjadi wewenang Menteri atau badan administrasi pemerintahan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, sedangkan pengertian Terpidana sebagai yang melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap secara subtansi dan teknis peradilan merupakan kewenangan mutlak Mahkamah Agung dan badan peradilan;
DIBATALKAN, karena perluasan penafsiran yang dilakukan terhadap definisi Mantan Terpidana dalam undang-undang hanya dapat dilakukan oleh badan atau pejabat administrasi pemerintahan yang berwenang dalam sektor yang menangani urusan pemerintahan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur soal itu. Dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum telah melampaui wewenang menteri atau badan administrasi pemerintahan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan asas praduga rechmatig dan wewenang Mahkamah Agung dan  badan peradilan berkaitan dengan pelaksanaan putusan terhadap Terpidana.

Dengan kata lain, definisi Mantan Terpidana dalam Pasal 1 angka 21 dan penoramaan Pasal 4 ayat (2a) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 sebagaimana diubah Ketiga Kalinya dengan Peraturan Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 secara hukum menyatukan tiga istilah sekaligus, yaitu istilah Terpidana, Narapidana, dan Klien merupakan kekeliruan hukum, sehingga harus dinyatakan tidak sah dan batal. Padahal definisi ketiganya berbeda secara hukum dan peraturan perundang-undangan ; 

Alasan Permohonan ; 
Bahwa, Penyelenggara Pemilihan Umum In Cassu Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dompu dalam melakukan verifikasi kelengkapan dan keabsahan dokumen Bakal Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Dompu Tahun 2020 mengacu pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2020 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota. Di dalam Pasal 4 ayat (2a) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2020yang selanjutkan dijabarkan dan dipertegas kembali oleh KPU melalui surat Nomor 735/PL.02.2-SD/06/KPU/IX/2020, tertanggal 05 September 2020 memuat norma baru yaitu berbunyi “Syarat tidak pernah sebagai terpidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dikecualikan bagi Mantan Terpidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih yang telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.
Bahwa, pembentukan dan pemberlakuan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor : 1 Tahun 2020 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota telah dilakukan dengan membuat norma baru yang dimana bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan diatasnya yaitu Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, PERMENHUM DAN HAM No.3 Tahun 2018 dan Surat Ketua Muda Pidana Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 30/Tuaka.Pid/IX/2015 Tentang Jawaban atas Permohonan Fatwa Mahkamah Agung RI.
Bahwa oleh karena KPU menerbitkan PKPU 1 Tahun 2020 dan dijabarkan lagi dengan adanya surat KPU No.735/PL.02.2-SD/06/KPU/IX/2020, tertanggal 05 September 2020 maka berakibat Bakal Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Dompu Tahun 2020 atas nama SYAIFURRAHMAN SALMAN dengan IKA RIZKY VERYANI dinyatakan tidak memenuhi syarat ; 
Bahwa oleh karena KPU Kabupaten Dompu telah menetapkan Pemohon tidak memenuhi syarat, maka secara langsung telah merugikan hak konstitusional pemohon ; 

Petitum Permohonan ;
Menerima dan mengabulkan permohonan untuk seluruhnya ; -----------
Menyatakan Bawaslu Kabupaten Dompu berwenang memeriksa dan memutuskan permohonan ini ; --
Menyatakan pemohon memiliki kedudukan hukum mengajukan permohonan ini ; -------
Menyatakan KPU Kabupaten Dompu memiliki kedudukan hukum untuk digugat ; ------
Menyatakan tenggang waktu pengajuan permohonan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan oleh aturan perundang-undangan yang berlaku ; -------------
Membatalkan Berita Acara Hasil Penelitian Perbaikan Persyaratan Calon Dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Dompu Tahun 2020, Tanggal 23 September 2020.
Menyatakan Bakal Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Dompu Tahun 2020 atas nama SYAIFURRAHMAN SALMAN dengan IKA RIZKY VERYANI memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai Pasangan Calon Bupati Dan Wakil Bupati Dompu Tahun 2020 ;  
Memerintahkan kepada KPU Kabupaten Dompu untuk melaksanakan putusan ini. (AMIN).