Kategori Berita

.

Koran lensa pos
Sabtu, 04 Januari 2020
Marga Harun

POLITIK DAN PEREMPUAN 
Oleh : Marga Harun*
(Analisis Keterlibatan Perempuan Dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Dompu 2020)

Tinjauan Yuridis 

Persoalan ketimpangan emansipasi dapat kita lihat dari rendahnya keterwakilan perempuan di struktur lembaga pemerintah, baik di legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Berdasarkan data Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2010-2035, dari total 261,9 juta penduduk Indonesia pada 2017, penduduk perempuannya berjumlah 130,3 juta jiwa atau sekitar 49,75 persen dari populasi. 

Sebenarnya keterlibatan perempuan di dalam politik telah tertuang dalam sejumlah Undang-Undang, yakni UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR-DPRD yang di dalamnya juga memuat aturan terkait Pemilu tahun 2009. 

UU Nomor 2 Tahun 2008 memuat kebijakan yang mengharuskan partai politik menyertakan keterwakilan perempuan minimal 30 % dalam pendirian maupun dalam kepengurusan di tingkat pusat. Kemudian, dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 ditegaskan bahwa partai politik baru dapat mengikuti setelah memenuhi persyaratan menyertakan sekurang-kurangnya 30 % keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat. Begitu juga dalam peraturan yang menerapkan zipper system, mengatur bahwa setiap 3 bakal calon terdapat sekurang-kurangnya satu orang perempuan. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 55 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2008.

Tinjauan Kesetaraan Gender

Ketika melihat posisi perempuan sebagai sebuah usaha dalam mencerdaskan kehidupan Bangsa dan Negara, hal senada telah disampaikan oleh Bung Karno sebagai bapak pendiri bangsa Indonesia, bahwa "Perempuan Indonesia, kewajibanmu telah terang, sekarang ikutlah serta dalam usaha menyelamatkan Republik, dan jika Republik telah selamat, ikutlah serta mutlak dalam usaha menyusun Negara Nasional. Janganlah tertinggal dalam Revolusi Negara dari awal hingga akhir, dan janganlah tertinggal pula di dalam usaha menyusun masyarakat berkeadilan sosial dan kesejahteraan sosial. Di dalam masyarakat berkeadilan sosial dan kesejahteraan sosial itulah engkau akan menjadi wanita bahagia, dan wanita merdeka".

Secara jelas Bung Karno telah menyeru kepada kaum perempuan dan telah memberikan ruang kepada mereka supaya terlibat aktif dalam upaya memperbaiki negara lewat politik. Selain itu, kehadiran perempuan dalam politik dapat menjadi penyeimbang bagi praktisi politik kita yang cenderung patrilinear.

Peran perempuan dalam politik 
sebagai salah satu kesetaraan gender. Di mana laki-laki berada posisi yang sama dengan perempuan. Hadirnya keterwakilan politik sebagai bentuk emansipasi wanita merupakan bagian dari proses penyelamatan Bangsa dan Negara dan turut serta dalam  memperjuangkan serta mencerdaskan kehidupan Bangsa. Perempuan harus muncul, kehadiran mereka dalam keterwakilan politik juga bukan untuk mendikte laki-laki atau anti terhadap laki-laki. Prinsipnya, karena perempuan tidak menganggap laki-laki superior dari perempuan, tetapi lebih kepada sebuah proses representasi dari sebuah hak dalam bernegara. Perempuan sebagai kaum feminisme memandang bahwa perempuan dan laki-laki memiliki bagian yang seimbang dan berimbang dalam politik, dengan tidak melupakan hakekat dan kodrat mereka sebagai Istri dan Ibu.

Maka dari itu dalam mengupayakan kesetaraan gender, khususnya dalam dunia politik dan pengambilan keputusan, perlu adanya upaya yang sinergis dan berkesinambungan, dengan melibatkan pemangku kepentingan yang menjadi pelaku politik khususnya partai politik, organisasi kemasyarakatan dan pemerintah melalui instansi terkait dalam penyelenggaraan pendidikan politik yang lebih meluas dan terencana bagi perempuan.
Dan kita perlu menyambut mereka supaya peta politik Kabupaten Dompu lebih berwarna dan berkemajuan lagi.

Perlu upaya konstruksi format politik yang ideal bagi keberlangsungan Pilkada Dompu 2020 oleh partai politik dan semua elemen yang terlibat dalam prosesi transformasi kepemimpinan. Sehingga antara laki laki dan perempuan memiliki peluang yang sama untuk terlibat dalam perebutan tampuk pimpinan di daerah.

Melihat realitas politik akhir-akhir ini menjelang pilkada mulai bermunculan figur-figur perempuan yang akan bertarung di kontestasi perebutan kursi orang nomor 1 di Kabupaten Dompu. Artinya ini ada kemajuan berdemokrasi di daerah tersebut sehingga membuat Pilkada kian demokratis.

Namun, kehadiran perempuan dalam Pilkada mendatang penuh dengan tantangan politik yang komprehensif. Salah satunya yaitu masih menguat dan mengakarnya paradigma patriarki di sebagian masyarakat. Sistem politik patriarki menganggap bahwa laki-laki berkewajiban sebagai pemimpin politik dan pemimpin rumah tangga, sedangkan perempuan mempunyai kewajiban sebagai pendamping suami dan pengasuh anak. Dunia politik “identik” dengan laki-laki, sementara dunia keluarga “identik” dengan perempuan. Di dalam sistem patriarki juga mempunyai fungsi ideologis, ekonomi, dan politik untuk mengatur hubungan-hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan. Konstruksi sosial inilah yang menyulitkan perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam politik.

Untuk itu, para figur perempuan yang menjadi calon kepala daerah mendatang, harus mampu mengubah pola pikir masyarakat dengan cara memberikan sebuah keyakinan yang kuat dan punya visi-misi yang jelas untuk masa depan daerah kepada partai politik sebagai pengusung maupun masyarakat sebagai pemilih. Bahwasannya mereka (perempuan) memiliki kemampuan dan kompetensi yang sama dengan laki-laki bisa membawa daerah  Bumi Nggahi Rawi Pahu ke arah yang lebih baik dan mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Oleh karena itu, mereka harus menunjukkan integritas, ide dan gagasan-gagasan besar yang dimiliki sehingga layak diusung oleh partai politik dan dipilih oleh masyarakat dalam kontestasi Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Dompu 2020. (*Penulis adalah Ketua LMPD/Lembaga Mahasiswa Pemerhati Daerah dan Mahasiswa Fakultas Hukum UII Yogyakarta).