Reses di Pulau Sumbawa, Anggota DPR-RI H. Johan Rosihan Temukan 3 Masalah Paling Menonjol

Kategori Berita

.

Reses di Pulau Sumbawa, Anggota DPR-RI H. Johan Rosihan Temukan 3 Masalah Paling Menonjol

Koran lensa pos
Jumat, 27 Desember 2019
Anggota DPR-RI, H. Johan Rosihan bersama Pengurus DPW PKS NTB dan DPD PKS Kabupaten Dompu di Sekretariat DPD PKS Kab. Dompu, Kamis (26/12/2019)

Dompu, Lensa Pos NTB -Anggota DPR-RI, H. Johan Rosihan  melakukan kegiatan reses di Pulau Sumbawa. 
Dari hasil turun langsung di lapangan bertatap muka dengan masyarakat, Legislator Senayan asal Dapil 1 NTB (Pulau Sumbawa) ini mendapatkan berbagai informasi dari masyarakat dan secara langsung menyaksikan kondisi riil yang terjadi di lapangan. Disebutnya ada 3 hal paling menonjol yang dilaporkan oleh masyarakat dan yang dilihatnya secara langsung, yaitu distribusi benih, pupuk dan kehutanan.
"Yang paling menonjol adalah soal bibit, pupuk dan hutan," ungkap Johan saat ditemui media ini di Sekretariat DPD PKS Kabupaten Dompu kemarin.

Berdasarkan informasi yang diterimanya, benih jagung bantuan dari pemerintah dikeluhkan oleh masyarakat karena benih yang diterima tidak berkualitas dan tidak sesuai dengan kebutuhan berdasarkan daftar CPCL (Calon Petani Calon Lahan) dan RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok).
"Mereka mengeluh bibit jagung tidak bagus sehingga mereka menilai pemerintah sengaja memberi bibit yang kurang bagus supaya kita tidak tanam jagung," ucapnya.
Dari laporan yang diterimanya ada pula sebagian masyarakat yang merasa tidak mendapatkan keuntungan dari menanam jagung bila bibit yang ditanam tidak berkualitas. "Karena kualitas bibitnya kurang bagus, pohon dan tongkolnya saja yang besar tapi beratnya kurang," ucapnya.
Selain itu daya tumbuhnya tidak maksimal.

Bahkan ada sebagian masyarakat yang tidak ingin lagi menanam jagung karena mengalami kondisi di atas. Biaya produksi cukup tinggi namun tidak seimbang dengan hasil yang diperoleh. Apalagi jagung membutuhkan pupuk yang banyak, sedangkan keberadaannya langka dan mahal.

"Kalau ada yang lain (selain jagung,red)  kami akan tanam yang lain karena capek tidak seimbang dengan biaya produksi. Di Bima, Dompu, Sumbawa sama begitu keluhannya," ujar Politisi PKS asal Sumbawa ini menirukan keluhan petani.

Johan menuturkan hasil penelusurannya penyimpangan bukan di Tingkat Kementerian Pertanian tetapi penyimpangan ada di tingkat daerah karena preses tenderisasi pengadaan benih ada di tingkat daerah. Ia mensinyalir penyimpangan boleh jadi ada konspirasi dengan dinas terkait di daerah. 

Ada pula temuannya langsung di lapangan penyuplai bibit bantuan pemerintah mendistribusikan bibit kurang bermutu kepada petani. Petani menandatangani penerimaan bibit tersebut tetapi tidak mau menanam karena telah mengalami hal yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Akhirnya bibit tersebut dibeli lagi oleh penyuplai dengan harga Rp. 20 ribu per kilogram untuk didistribusikan lagi di wilayah yang lain.

Ia mengemukakan persoalan distribusi bibit tidak berkualitas ini bukan hanya terjadi di Pulau Sumbawa yang merupakan Dapil 1 NTB tetapi juga di Dapil-Dapil yang lain di Indonesia.

Sementara keluhan petani tentang pupuk adalah keberadaannya yang langka dan harganya yang mahal. Selain itu, pengecer kerap menjual pupuk dalam bentuk paket subsidi dan nonsubsidi. Pengecer mau menjual pupuk bersubsidi harus satu paket dengan pupuk nonsubsidi. 
"Itu penyelewengan tidak boleh begitu," tandasnya. Ia mengatakan Dirjen di Kementerian Pertanian telah menegaskan hal ini. Bila ada distributor atau pengecer yang menjual pupuk dalam bentuk paket subsidi dan nonsubsidi akan dicabut izin usahanya.

Untuk menindaklanjuti keluhan petani masalah bibit dan pupuk, maka pada masa sidang berikutnya ia akan mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) atau Panitia Kerja (Panja) agar bisa memutus mata rantai penyelewengan dalam pendistribusian bibit dan pupuk.
"Minimal Panja harus terbentuk di Komisi IV karena Pansus itu harus melibatkan komisi yang lain," jelasnya.

Dilanjutkan Johan, kondisi hutan di Pulau Sumbawa sangat memprihatinkan. Karena itu harus ada langkah konkret untuk merehabilitasi hutan ini.
Untuk mengatasi kerusakan hutan, saat ini pemerintah sedang gencar mensosialisasikan program social forestry (perhutanan sosial). Masyarakat yang terlanjur mengelola kawasan hutan diberi tanggung jawab untuk merehabilitasi untuk mengembalikan fungsi hutan dengan cara memberikan bantuan bibit tanaman kehutanan berupa pohon buah-buahan dan dibantu dengan sarana produksi. Hasil dari tanaman tersebut yang merupakan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) akan dinikmati kembali oleh petani yang mengelola lahan tersebut.

"Kemarin saya kasih bibit 32 ribu pohon duren dan alpukat di Palama (Bima)," pungkasnya. (AMIN).