Dompu, Lensa Pos NTB - Kasus bunuh diri di kalangan remaja putri di Kecamatan Hu'u Kabupaten Dompu NTB benar-benar mengejutkan. Tahun 2018 tercatat ada 8 kasus dan pada triwulan pertama tahun 2019 ini sudah memakan korban tewas 5 orang karena menenggak racun serangga. Ada pula 3 kasus percobaan bunuh diri dengan cara yang sama namun berhasil diselamatkan. Tak pelak sejumlah pihak mengkhawatirkan munculnya persoalan yang menimpa para remaja yang notabene merupakan generasi penerus harapan bangsa ini.
Kasus ini juga tak luput dari perhatian Kepala Unit Pelaksana Teknis - Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (UPT DPPKB) Kecamatan Manggelewa Kabupaten Dompu, Irianto. Sebagai pimpinan di suatu instansi yang berhubungan dengan masalah kependudukan dan keluarga, ia melihat adanya jaringan komunikasi yang terputus antara korban bunuh diri dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Sehingga ketika ada masalah, mengambil jalan pintas yang mengagetkan pihak keluarga dan tanpa mempertimbangkan berbagai aspek.
Karena itu, lanjutnya pendekatan keluarga adalah yang paling efektif untuk mencegah terjadinya kasus ini. Komunikasi yang terjalin dengan harmonis antara semua anggota keluarga akan berdampak positif untuk penyelesaian suatu masalah dengan cara yang baik.
"Mengantisipasi fenomena bunuh diri remaja akhir-akhir ini, ada baiknya dengan pendekatan keluarga," jelasnya. Dilanjutkan Yanto pendekatan ini dengan pola 4 (empat) Pilar Keluarga, yakni keluarga berkumpul, keluarga berbagi, keluarga berinteraksi dan keluarga berdaya. "Keluarga adalah pesantren yang pertama dan utama,' tandasnya. Ia mengemukakan banyak orang tua yang berpandangan bahwa untuk membahagiakan anak adalah dengan cara memenuhi kebutuhan materinya. Menurutnya pandangan itu keliru. Karena anak-anak juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua.
"Dengan memenuhi kebutuhan anak-anak remaja kita belum cukup," ujarnya.
Menurutnya anak-anak remaja butuh perhatian yang cukup. Makan bersama, jalan bersama dan berbagi cerita tentang masalah yang dihadapinya, tentang sekolahnya, cita-citanya serta sahabat-sahabat dekatnya dan aktifitas di luar sekolahnya. Kemudian diajak untuk ikut mengambil keputusan-keputusan penting dalam keluarga, mendengarkan pendapatnya. Juga membagi tugas kegiatan rumah tangga bersama-sama. "Inilah yang terkadang kita abaikan sebagai orang tua," tuturnya. Selain itu yang tak kalah pentingnya, ia menegaskan kegiatan spiritul keagamaan dalam keluarga tidak boleh dikesampingkan yaitu sholat berjamaah bersama keluarga. (AMIN)
Kasus ini juga tak luput dari perhatian Kepala Unit Pelaksana Teknis - Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (UPT DPPKB) Kecamatan Manggelewa Kabupaten Dompu, Irianto. Sebagai pimpinan di suatu instansi yang berhubungan dengan masalah kependudukan dan keluarga, ia melihat adanya jaringan komunikasi yang terputus antara korban bunuh diri dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Sehingga ketika ada masalah, mengambil jalan pintas yang mengagetkan pihak keluarga dan tanpa mempertimbangkan berbagai aspek.
Karena itu, lanjutnya pendekatan keluarga adalah yang paling efektif untuk mencegah terjadinya kasus ini. Komunikasi yang terjalin dengan harmonis antara semua anggota keluarga akan berdampak positif untuk penyelesaian suatu masalah dengan cara yang baik.
"Mengantisipasi fenomena bunuh diri remaja akhir-akhir ini, ada baiknya dengan pendekatan keluarga," jelasnya. Dilanjutkan Yanto pendekatan ini dengan pola 4 (empat) Pilar Keluarga, yakni keluarga berkumpul, keluarga berbagi, keluarga berinteraksi dan keluarga berdaya. "Keluarga adalah pesantren yang pertama dan utama,' tandasnya. Ia mengemukakan banyak orang tua yang berpandangan bahwa untuk membahagiakan anak adalah dengan cara memenuhi kebutuhan materinya. Menurutnya pandangan itu keliru. Karena anak-anak juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua.
"Dengan memenuhi kebutuhan anak-anak remaja kita belum cukup," ujarnya.
Menurutnya anak-anak remaja butuh perhatian yang cukup. Makan bersama, jalan bersama dan berbagi cerita tentang masalah yang dihadapinya, tentang sekolahnya, cita-citanya serta sahabat-sahabat dekatnya dan aktifitas di luar sekolahnya. Kemudian diajak untuk ikut mengambil keputusan-keputusan penting dalam keluarga, mendengarkan pendapatnya. Juga membagi tugas kegiatan rumah tangga bersama-sama. "Inilah yang terkadang kita abaikan sebagai orang tua," tuturnya. Selain itu yang tak kalah pentingnya, ia menegaskan kegiatan spiritul keagamaan dalam keluarga tidak boleh dikesampingkan yaitu sholat berjamaah bersama keluarga. (AMIN)