Popularitas Parpol Hasil Survey MY Institute, Ini Hasilnya

Kategori Berita

.

Popularitas Parpol Hasil Survey MY Institute, Ini Hasilnya

Koran lensa pos
Rabu, 01 Agustus 2018

Mataram, Lensa Post NTB – MY Instutute salah satu Lembaga Survey di Indonesia sejak dua bulan terakhir sejak awal Juni hingga Akhir Juli 2018 melaksanakan survey perbandingan popularitas Partai Politik terkait Pemilihan Legislatif pada 2019 mendatang. Menurut Direktur Eksekutif MY Institute,
Miftahul Arzak, S.Ikom, MY Institute baru saja selesaikan salah satu survei terkait Pemilihan Legislatif pada 2019 mendatang. Survei tersebut dilaksanakan pada awal Juni hingga Juli 2018 yang lalu. Survei kali ini bertema “Perbandingan antara Popularitas Partai Politik dengan Tingkat Kesukaan masyarakat NTB terhadap Partai tersebut”.

Berikut prosentase kesukaan warga NTB terhadap 16 Parpol Peserta Pemilu Legislatif 2019, Golkar 23.6 %,  Demokrat 22.5 %, Gerindra 20.5 %, PAN 13.7 %, PKS 13.6 %, PBB 12.8 %, Perindo 12.3 %, Hanura 11.5 %, PPP 11 %, PDIP 10.8 %, Nasdem 8.5 %, PKB 8.2 %, PKPI 3.8 %, PSI 3.2 %, Garuda 2.8 %, Berkarya 2.4 %. 

Lanjut Mifta, Survei MY Institute menggunakan metode Multistage random sampling dengan Margin of Error 2,6%, tingkat kepercayaan 95% dan mendapatkan 1200 responden yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota Se-Nusa Tenggara Barat. Sebagai calon legislatif tentunya perlu untuk memahami peta perpolitikan di Kabupaten/Kota Se-Nusa Tenggara Barat, maka kami dari MY Institute melakukan survei terkait peta partai politik di NTB, imbuhnya. Miftah juga menjelaskan, ada banyak yang bisa kita baca dari hasil survei tersebut. Namun, ada dua yang kami garis bawahi karena cukup signifikan. Pertama, Jika melihat tingkat popularitas dengan tingkat kesukaan masyarakat NTB terhadap partai politik, yang paling signifikan adalah Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P). Popularitas PDI-P berada pada urutan ketiga sedangkan pada tingkat kesukaan masyarakat pada urutan kesepuluh. “Hal tersebut tentunya dipengaruhi oleh isu-isu keagamaan yang dihembuskan pada partai berlambang banteng tersebut. Apalagi sejak momentum 212 berlangsung di hampir seluruh daerah di Indonesia, PDI-P selalu dikait-kaitkan dengan partai yang tidak pro terhadap kegiatan yang disebut salah satu gerakan umat Islam itu.

Lebih jauh Mifta menyebutkan, bahwa melihat pergerakan politik nasional, saat ini partai-partai politik saling berebut simpati masyarakat sebagai kubu yang didukung oleh Ulama. Semua bukan tanpa sebab, pada survei MY Institute sebelumnya, tingkat keterpilihan seorang pemimpin dengan membawa isu agama hampir dipilih lebih dari setengah pemilih di NTB”. Tegas Miftahul Arzak, S.Ikom., MA selaku Direktur Eksekutif MY Institute. Kedua, selain Partai yang masuk dalam 5 besar adalah partai yang sebelumnya telah menduduki kursi parlemen, yang menarik diamati juga adalah partai-partai yang baru akan mengikuti pertarungan pada pemilihan legislatif 2019 nanti. Dari keempat Partai Politik yang baru bertarung pada legislatif 2019, suara Perindo cukup tinggi dan konsisten. Tentunya gaung Partai tersebut tidak dapat dipisahkan dengan kepemilikan salah satu media Nasional oleh ketua umumnya, sehingga lebih mudah memperkenalkan medianya kepada masyarakat. Sedangkan ketiga partai lainnya (PSI, Partai Garuda dan Partai Berkarya) perlu menyusun strategi untuk meningkatkan popularitas partainya hingga April 2019 mendatang.

Namun, Miftahul Arzak, S.Ikom., MA selaku direktur MY Institute menjelaskan bahwa semuanya serba dinamis hingga April 2019 mendatang. “ Terlebih, beberapa waktu lalu masyarakat NTB diterpa dua situasi politik yang dapat mempengaruhi peta perpolitikan di NTB. Pertama, keputusan Tuan Guru Bajang (TGB) untuk keluar dari Partai Demokrat, kedua Kunjungan Kerja Presiden RI, Jokowi di NTB dua hari lalu yang tidak dapat dipisahkan dengan muatan politik. Dalam survei ini pun kami hanya melihat popularitas partai dan tingkat kesukaan masyarakat terhadap partai tertentu, bukan mensurvei calon legislatifnya. Namun, perlu dipahami juga bahwa Partai adalah selayaknya pakaian bagi calon legislatif. Ada beberapa masyarakat yang menilai seseorang dari pakaiannya dahulu baru isi hatinya, itu yang perlu dipahami oleh para calon.” Tutup Mifta. (LP.NTB/Tim)