Dompu, Lensa Post NTB - Kasus
'Londo Iha' (kawin lari) masih marak terjadi di Dompu. Untuk menutupi aib
keluarga, akhirnya dengan sangat terpaksa pihak keluarga menikahkan. Hasil
kajian KPI Wilayah NTB, terjadinya kasus 'londo iha karena sudah terjadi 'kebobolan
gawang' alias hamil di luar nikah. "Mereka menikah karena sudah ada tanda
kutipnya (hamil duluan,red)," ungkap Presidium Wilayah Koalisi Perempuan
Indonesia (KPI) NTB, Astuti Maryani. Ditegaskan Tuti, akar masalah terjadinya
persoalan di atas adalah pergaulan bebas anak-anak dan remaja yang sudah
melampaui batas-batas kewajaran. "Bukan hanya di kota, di pedesaan pun
sudah luar biasa (pergaulan bebas di kalangan remaja)," ungkapnya. Karena
itu, ia mengimbau kepada seluruh anggota dan pengurus KPI dan Balai Perempuan
yang ada di Kabupaten Dompu untuk bekerja keras melakukan langkah-langkah
perubahan terhadap pola pikir generasi muda di Kabupaten bersemboyan Nggahi
Rawi Pahu ini. "Kita ini adalah penggerak perubahan. Bagaimana upaya kita
untuk merubah pola pikir anak-anak kita," tegasnya. Kepada para orang tua,
Astuti Maryani juga mengimbau agar selalu melakukan pendekatan kepada
anak-anaknya supaya tidak terpengaruh dengan pergaulan-pergaulan bebas yang
berpotensi merusak fisik maupun mentalnya. Sherly Sembiring (Sekwil KPI NTB)
menerangkan kasus perkawinan anak di NTB berada pada kondisi darurat yang
membutuhkan penanganan segera.
Sementara itu, Syamsuddin, SE
dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Dompu
mengemukakan bahwa DP3A Kabupaten Dompu saat ini sedang melakukan
kegiatan-kegiatan sosialisasi di sekolah-sekolah SMP dan SMA sederajat guna
mencegah terjadinya kasus perkawinan anak. "Bahkan ada anak SMP yang drop
out dari sekolah karena kawin," ungkapnya. Ketua Lembaga Perlindungan
Anak (LPA) Kabupaten Dompu, Aisyah Ekawati juga melihat kasus perkawinan
anak tidak terlepas dari kebebasan mengakses internet. Dengan internet,
anak-anak dan remaja dengan bebasnya mengakses apa saja yang diinginkannya.
Menonton video-video porno sekalipun dilakukan secara beramai-ramai. Ia
menyoroti kebebasan berinternet yang diberikan seluas-luasnya di masing-masing kantor
desa saat ini memberikan dampak sangat buruk bagi anak-anak dan remaja. Hingga
larut malam mereka masih menjelajah dunia melalui jaringan wifi yang disediakan
oleh desa. "Jangan lagi anak-anak diberi kebebasan berinternet,"
sorotnya. Selain itu, Eka mengharapkan peran 3 orang srikandi yang duduk di
DPRD Kabupaten Dompu untuk lebih peduli terhadap pemberdayaan perempuan dan
perlindungan terhadap anak. "Dalam pertemuan membahas perempuan seharusnya
3 srikandi kita itu hadir untuk berbicara," pungkasnya. (emo)