Mengenal Sejarah Tarian Wura Bongi Monca, Pencetus dan Penggarapnya

Kategori Berita

.

Mengenal Sejarah Tarian Wura Bongi Monca, Pencetus dan Penggarapnya

Koran lensa pos
Senin, 01 Mei 2023

 

Persembahan Tarian Wura Bongi Monca oleh anak-anak asuhan Sanggar Nggahi Rawi Pahu tahun 1991 (foto koleksi Om Zul Garden)


Dompu, koranlensapos.com - Tarian Wura Bongi Monca. Mungkin tidak asing lagi bagi masyarakat Dompu. Pasalnya pada setiap acara resmi yang dihadiri oleh pejabat negara dari pusat atau provinsi, kerap menampilkan tarian tersebut untuk penyambutan tamu. Demikian pula dalam acara-acara pesta pernikahan, tarian rakyat tersebut kerap ditampilkan. (Wura Bongi Monca dalam bahasa daerah Dompu artinya menaburkan beras berwarna kuning yang telah dilumuri kunyit. Wura bongi monca merupakan tradisi masyarakat Dompu sejak dulu. Pada masa sebelum Islam diyakini untuk mengusir roh-roh jahat. Setelah Islam tradisi tersebut sebagai simbol kemakmuran masyarakat Dompu yang dipertunjukkan saat menyambut kedatangan tamu yang dianggap istimewa. Warna kuning merupakan perlambang kemakmuran).

Namun demikian tidak banyak yang mengetahui siapakah yang pertama kali mencetuskan ide pembuatan tarian tersebut dan siapakah koreografer yang menggarap tarian khas daerah Kabupaten Dompu itu.

Zulkarnaen, SE di sela-sela kesibukannya menggeluti usaha budidaya tanaman dalam polybag di Desa Kareke Kecamatan Dompu Kabupaten Dompu





Seniman Dompu, Zulkarnaen, SE mengungkap sejarah di balik Tarian Wura Bongi Monca itu. Tarian itu digarap tahun 1991, di masa kepemimpinan Bupati Dompu H. Umar Yusuf. Pembuatan tari itu dilakukan setelah pendirian Sanggar Nggahi Rawi Pahu. Sanggar Nggahi Rawi Pahu didirikan oleh Zulkarnaen bersama inisiator Hj. Uni Wataniyah (Dae Uni) dan Hj. Misdah (Umi Dau). Uni Wataniyah adalah istri Bupati Umar Yusuf.  Sedangkan Hj. Misdah adalah istri Sekda Dompu saat itu H. Syahri Suwandi (ibu kandung Sekda Dompu saat ini, Gatot Gunawan Perantauan Putra). Keduanya adalah putri Sultan Muhammad Tajul Arifin, Sultan Dompu yang terakhir.

"Tarian Wura Bongi Monca adalah tarian pertama yang kami garap setelah adanya Sanggar Nggahi Rawi Pahu," ungkap Zulkarnaen saat ditemui koranlensapos.com di kediamannya di Desa Kareke Kecamatan Dompu Kabupaten Dompu, Sabtu (29/4/2023).

Diterangkan Zul, penggarapan Tarian Wura Bongi Monca dilakukan secara dadakan menjelang kedatangan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat kala itu, H. Azwar Anas. Menko Kesra hadir untuk meresmikan Masjid di Desa Ta'a Kecamatan Kempo yang dibangun oleh Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila.

"Dae Uni waktu itu memanggil saya. Beliau bilang dua hari lagi bapak Menko Kesra akan datang meresmikan Masjid Pancasila di Desa Ta'a," kata Zul mengisahkan awal mula pembuatan tarian daerah yang mengangkat tradisi masyarakat Dompu itu. 

Saat itu, Uni Wataniyah meminta Zul agar menggarap tarian Wura Bongi Monca untuk ditampilkan pada acara penyambutan Menko Kesra H. Azwar Anas itu.

"Saya punya waktu dua hari untuk menggarap Tari Wura Bongi Monca dan melatih anak-anak," ujarnya.

Para penari Sanggar Nggahi Rawi Pahu asuhan Zulkarnaen pada era sekitar 1991 - 1994

Zul mengaku ada 6 penari yang dilatih dan akhirnya mampu tampil dengan baik pada acara penyambutan sang Menteri. Keenam penari tersebut adalah Dinda, Yayi, Dwi Arini, Farah Afriani, Rosa, dan Fitri. Dinda yang dimaksud adalah Umi Dinda yang merupakan Bupati Bima saat ini (Hj. Indah Dhamayanti Putri).

"Umi Dinda saat itu masih kelas 5 SD dengan Yayi juga kelas 5 SD. Sedangkan 4 lainnya kelas 2 SMEA Negeri Dompu," akunya.

Zul menyebut Yayi adalah putri Bupati Umar Yusuf. Termasuk cucu Sultan MTA. Begitu juga dengan Dwi Arini.


Sejak saat itu, kata Zul, Tarian Wura Bongi Monca menjadi perhatian publik. Dalam berbagai acara kerap ditampilkan. Putri Sultan Bima, Hj. Siti Maryam (Ina Ka'u Mari) pada tahun 1992 sempat terkesima menyaksikan penampilan anak-anak Dompu di Mataram yang membawakan Tarian Wura Bongi Monca di Mataram. 

"Saat ini kami transit di Mataram mau berangkat ke Jakarta. Ina Ka'u Mari kagum dengan Tari Wura Bongi Monca," kata Zul mengenang masa itu.

Zulkarnaen mengaku Tarian Wura Bongi Monca juga pernah ditampilkan oleh Sanggar Bumi Gora di Hotel Borobudur Jakarta akhir tahun 1994.

Anak-anak asuhan Sanggar Nggahi Rawi Pahu binaan Zulkarnaen. Celana merah adalah Umi Dinda (Hj. Indah Dhamayanti Putri, Bupati Bima saat ini)


Zul kemudian memperlihatkan foto-foto saat kegiatan bersama anak-anak sanggar yang diasuhnya. Termasuk foto-foto saat tampil di Mataram dan Jakarta.

"Itu yang pakai celana merah Umi Dinda (Bupati Bima sekarang)," ucapnya menunjuk sebuah foto.

Zul mengaku sampai sekarang masih sering berkomunikasi dengan anak-anak sanggar yang pernah diasuhnya.

"Dengan Umi Dinda juga dulu sering bertemu tapi sekarang sudah lama karena beliau sibuk," tuturnya.

Zulkarnaen sebenarnya bukan asli Dompu. Ia lahir di Sumbawa tahun 1960. Ibunya asli Sumbawa. Ayahnya berasal dari Padang Sumatera Barat. Tahun 1980 keluarganya hijrah ke Dompu. Zul mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Persiapan Pembangunan (SMPP) Bima. Saat itu ia menggeluti bidang sastra, menulis cerita pendek (cerpen) dan puisi.

Namun Zul melihat pengembangan budaya Dompu sangat minim. Dalam pikirannya, negeri yang masuk dalam Sumpah Palapa Gajah Mada ini akan terkubur oleh zaman jika budayanya tidak dikembangkan.


Kondisi demikian mendorong Zul berbuat untuk Dompu dari sisi pengembangan budaya. Ia yang saat itu masih berusia 20-an tahun mulai menggeluti dunia seni tari. Ia bergabung dengan Sanggar Patakula asuhan H. Said HAR, Parenggo, H. Syamsul Bahri, dan H. Zainal Arifin. 

"Saya bergabung di Sanggar Patakula mulai dekade Bupati Heru Sugio sampai H. Yakub MT," ujarnya.

Zul menyebut pusat latihan Sanggar Patakula saat itu di SMPN 2 Dompu (sekarang SMPN 1 Woja). 

Pada masa Bupati HM. Yakub MT, Zulkarnaen bersama H. Nurdin Bali Satu (almarhum) kemudian membentuk Sanggar La Fifa Kafirli. Selanjutnya pada masa kepemimpinan Bupati H. Umar Yusuf mendirikan Sanggar Nggahi Rawi Pahu yang dinisiasi bersama Hj. Uni Wataniyah (Dae Uni) dan Hj. Misdah (Umi Dau) sebagaimana disebutkan di atas.

Zulkarnaen semasa menggeluti seni tari tersebut berdinas di Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kabupaten Dompu. Saat itu Zul pernah ditawari sebagai pegawai di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud). Tetapi ia menolaknya. 

"Kalau saya di Dikbud, saya akan diatur oleh pimpinan saya sehingga saya tidak bisa punya kreativitas," ujarnya.

Zul pernah menjadi pelatih tari untuk Sanggar Bumi Gora di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) selama 4 bulan.

Diakuinya banyak tarian tradisional yang pernah digarapnya selain Tari Wura Bongi Monca. Di antaranya Tarian Ndeu Tunggu Paraja. Tarian tersebut mengisahkan tradisi masyarakat Dompu yang mandi di malam hari karena melihat paraja (bintang jatuh). 

"Tetapi tarian ini didiskualifikasi oleh panitia di Mataram karena salah satu musisinya tidak sekolah. Padahal waktu itu nilainya tertinggi," kenangnya.


Pada masa kepemimpinan Bupati H. Hidayat Ali, H. Abubakar Ahmad (Ompu Beko) hingga masa Bupati H. Syaifurrahman Salman, Zulkarnaen masih fokus membina tarian bagi anak-anak sanggar. Namun di masa kepemimpinan Bupati H. Bambang M. Yasin sampai kini, dirinya tidak lagi menjadi pembina sanggar tari.


Ia pensiun tahun 2018 dari Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB). Setelah pensiun, Zul sukses merintis usaha pertanian berupa budidaya bunga dan tanaman buah dalam polybag di halaman rumahnya di Desa Kareke Kecamatan Dompu Kabupaten Dompu.

Kasi Kebudayaan Disbudpar Dompu, Dedi Arsyik (berkemeja kuning muda lengan pendek) bersama penulis (bertopi) 


Terpisah, Kasi Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Dompu, Dedi Arsyik menyampaikan bahwa pihaknya akan berupaya agar Tarian Wura Bongi Monca hasil karya Zulkarnaen bisa didaftarkan di Hak  Kekayaan Intelektual (HAKI).

"In sya'allah akan dibantu agar bisa didaftarkan di HAKI," ujarnya sembari berharap tidak ada pihak lain yang mengklaim hasil karya tersebut. (emo).