H. Abdul Malik, SP, M.AP Kabag Humaspro Kota Bima |
"Pemerintah Kota Bima tentu menyesalkan adanya insiden tersebut", ungkap Malik. Sementara dalam surat ijin aksi, bahwa ada tiga lokasi yang akan dituju oleh massa pendemo yakni Depan Kantor Walikota Bima, Depan Kantor DPRD Kota Bima dan depan kantor Mapolres Bima, Massa pendemo justru melakukan tindakan anarkis dengan melempar bendera merah putih di kediaman Wali Kota Bima, melempar duplikasi keranda dan melakukan pengrusakan kaca mobil tangki air. Hal ini sangat disayangkan karena mencoreng marwah demokrasi, ucap H. Malik.
Selain itu, tambah Malik, pelemparan bendera Merah Putih ini tentu mencoreng kesakralan bendera kebangsaan, dimana bendera merah putih merupakan lambang kedaulatan dan tanda kehormatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia.
Bahkan dalam PP Nomor 40 Tahun 1958 dalam pasal 21 ayat 1 menyebutkan, pada waktu dikibarkan atau dibawa, Bendera Kebangsaan tidak boleh menyentuh tanah, air, atau benda-benda lain". Ditambahkan dalam ayat (2) Bendera Kebangsaan tidak boleh dipasang atau dipakai dalam keadaan koyak atau kotor.
Sehingga apa yang dilakukan oleh massa pendemo ini bertentangan dengan PP Nomor 40 Tahun 1958 dengan melakukan pelemparan bendera merah putih sehingga menyebabkan bendera jatuh ke tanah, ungkap Kabag Humaspro.
H. Malik juga menyebutkan bahwa pemerintah Kota Bima membuka ruang penyampaian aspirasi, namun tentunya dengan menggunakan cara-cara yang santun dan beretika. "Kejadian ini nyata-nyata mengganggu dan melecehkan lambang kedaulatan dan tanda kehormatan negara dan sangat disesali, " tutur Kabag Humas. (TIM)