Sungguh Menginspirasi ! Andi Fardian Yakub, Tulis 25 Buku di Usia 28 Tahun

Kategori Berita

.

Sungguh Menginspirasi ! Andi Fardian Yakub, Tulis 25 Buku di Usia 28 Tahun

Koran lensa pos
Rabu, 20 April 2022




koranlensapos.com - Andi Fardian Yakub, sosok muda yang cukup menginspirasi. Betapa tidak, di usianya yang baru 28 tahun, pria asal Dompu yang berdomisili di Kabupaten Sleman Provinsi DI Yogyakarta ini sudah berhasil menulis 25 buku. Suatu prestasi yang sungguh luar biasa. Patut diapresiasi dan patut pula untuk ditiru.

"Alhamdulillah sudah 25 buku," balasnya singkat ketika ditanyakan sudah berappa banyak buku yang ditulis.

Andi adalah pria kelahiran Desa Ranggo Kecamatan Pajo Kabupaten Dompu NTB pada 24 Juni 1993. Ia merupakan putra sulung dari pasangan suami istri Moch. Yakub, S. Pd dan Nurdewiyati, S. Pd.

Andi mulai menulis saat ia masih berstatus sebagai mahasiswa semester 6 di FKIP Unram. 
"Saya mulai menulis tahun 2012. Usia saya waktu itu 19 tahun," ungkapnya.

Judul buku perdana Andi Fardian adalah"Gelora yang Tak Terpadamkan"terbit tahun 2013.

Setelah terbitan buku perdana tersebut, Andi kian bersemangat untuk menulis. Sehingga terbitlah sejumlah buku hasil karyanya berjudul "Menulis Itu Sehat", "Kolom - Kolom Untuk Dompuku", "Mahasiswa" (Figur yang Memiliki Idealisme dan Intelektualitas), "Lembo Ade", "Dekade yang Dinamis", "Forum Anak dan Masalah - Masalahnya", "The Contributing Sense", "Guru & Masalah - Masalahnya Dalam Pembelajaran", "Politik, Kok, Dibenci", "Bersedekah Lewat Tulisan", "Untuk Nggahi Rawi Pahu-Ku". 
Karya-karya terbarunya antara lain "Tuhan Tidak Gila Hormat", "Politik, Judi, dan Seni Menghabisi Lawan", "Sungguh Ribet Berdebat Dengan Orang Bodoh", "Politik Mesra, Politik Licik Cerdas, Politik Untung", dan "Melihat Dompu Dari Jauh".

Andi kemudian mengemukakan beberapa hal yang memotivasi dirinya untuk terus berhasrat menulis. 

"Motivasi saya menulis sebenarnya ada beberapa. Tapi yang paling utama yang mendorong saya adalah karena hobi," sebutnya.

Andi kemudian menuturkan kisahnya sejak SD sudah mulai belajar dan menekuni aktivitas menulis. Bahkan beberapa kali mengikuti lomba dan mendapatkan juara. 
"Saya ingat betul ketika saya berumur 11 tahun, saya mendapatkan juara 1 Lomba Penulisan Artikel Se-Pulau Sumbawa. Sejak saat itu saya merasa terdorong, oh, bahwa saya bisa menulis. Saat itu, lawan saya dari berbagai macam umur, bahkan ada peserta yang berumur 20-an tahun. Itulah yang menandai proses kreatif saya di dunia kepenulisan. Saya merasa terdorong untuk itu. Saya juga mengikuti lomba penulisan artikel dan penyusunan sinopsi cerita fiksi," kenangnya.

Andi melanjutkan kisahnya. Tamat SMAN 1 Dompu, Andi menempuh pendidikan tinggi di Universitas Mataram. Program Studi yang diambil adalah Pendidikan Bahasa Inggris. Di semester-semester awal, ia merasakan perkuliahan yang dijalaninya mengalami kehancuran karena kurang ditekuni dengan baik. Penyebabnya adalah ia mengambil jurusan Bahasa Inggris karena permintaan orang tua, bukan atas keinginan sendiri. Apalagi saat masuk kuliah itu, usianya baru merangkak 15,5 tahun. 

"Kuliah saya hancur. 7 dari 8 mata kuliah yang saya ikuti mendapatkan nilai E. Saya mulai berpikir, bagaimana caranya bisa memperbaiki. Saya tahu bahwa mengambil kuliah Prodi Pendidikan Bahasa Inggris bukanlah minat saya. Saya masuk kuliah di umur 15,5 tahun. Saat itu, saya tidak tahu minat saya ke mana. Sempat menyampaikan kepada orangtua bahwa saya punya minat di jurusan Ilmu Politik dan Pemerintah, tapi orangtua tidak mengizinkan. Orangtua mengharapkan saya menjadi guru. Maka daftarlah saya di FKIP Unram. Saya tidak yakin bisa lolos, tapi, kok, Tuhan meluluskan juga," ceritanya. 
Namun dakui Andi, di kemudian hari, jurusan itu ada hikmahnya. Ijazah dan ilmu sarjana pendidikan Bahasa Inggris memang tidak digunakan untuk menjadi guru bahasa Inggris, tapi digunakan untuk menulis buku kependidikan dan esai tentang bahasa. 

"Ketika berada di titik terendah zaman kuliah itulah saya mulai berpikir bahwa apa kira-kita yang bisa saya lakukan untuk mengembalikan semangat. Maka mulailah saya menulis esai," ujarnya.

Esai yang ia tulis tersebut ditempelkan di majalah dinding kampus. Ternyata bukan pujian yang ia terima. Justru tulisan-tulisan esai miliknya mendapatkan coretan dan kritikan. Tetapi coretan dan kritikan itu bukannya membuat pikiran Andi ciut dan mundur, tetapi sebaliknya, ia merasa semakin tertantang untuk terus menulis. 
"Hingga akhirnya saya menerbitkan buku pertama di tahun 2013. Umur saya saat itu masih 20 tahun,"

Selain itu, lanjutnya yang memotivasi durinya terus menulis adalah ia menginginkan ada orang Dompu yang menjadi penulis. 

"Saya melihat tidak ada orang Dompu yang menjadi penulis yang dikenal luas. Ini tentu masukan sekaligus kritik bagi saya dan orang Dompu lainnya. Semboyan “Nggahi Rawi Pahu” harus diwujudkan. Bukan hanya di mulut. Istilahnya kita tidak boleh menjadi orang Dompu yang na’e tala (banyak bicara,red). Sampai hari ini saya terus menulis," tuturnya.

Menurut Andi, dengan menulis membuat dirinya merasa puas dan kaya secara batin. 
"Hal itu saya dapatkan setelah berhasil menghasilkan tulisan demi tulisan setiap hari. Kepuasan itulah yang membuat saya selalu semangat," ulasnya.

Yang membuat hasrat menulisnya terus meningkat lagi adalah karena buku-buku yang ia tulis terpajang  di beberapa perpustakaan. 

"Ada juga di perpustakaan di luar negeri. Saya senang dengan itu. Termasuk di Perpustakaan UGM, kampus saya sekarang dan perpustakaan FKIP Unram, kampus saya dulu. Suatu saat ketika saya kembali ke kampus-kampus saya itu, ada kenangan dan karya saya di sana yang bisa saya lihat," ucapnya.
 
Dikemukakan Andi, saat ini, profesinya sebagian besar bersinggungan dengan dunia kepenulisan. Selain sebagai essayist, juga berprofesi sebagai editor, translator, ghost writer, peneliti, penulis buku, proofreader, dan publisher. 

"Saya bisa hidup dan menafkahi keluarga saya dari profesi-profesi itu," sebutnya.
 
Ia menyebut setiap bulan bisa mendapatkan rata-rata Rp16.000.000 dari semua pekerjaan menulis yang ia lakoni. Bahkan pernah mendapatkan 
pendapatkan tertinggi sebesar Rp 43.000.000 (empat puluh tiga juta rupiah) pada bulan April 2021. 

Diakuinya hasil tersebut selain untuk menafkahi anak dan istri, juga untuk membiayai keberlangsungan penerbitan buku-bukunya. 

"Dalam setahun saya menargetkan menerbitkan 4 buku. Saya bisa lancar menerbitkan buku-buku itu, karena saya mendapatkan penghasilan dari profesi kepenulisan yang saya lakoni. Apa yang saya dapatkan itu, saya gunakan untuk membiayai kuliah pascasarjana saya dan istri. Juga untuk persiapan melanjutkan pendidikan doktor.
Kalau berbicara bersyukur, tentu saya bersyukur. Tapi saya “belum puas”. Saya masih memiliki waktu 12 tahun menuju umur 40 tahun untuk mencapai diri dengan kualitas menulis yang lebih baik," urainya.

Dalam melakoni profesi menulis, Andi memiliki prinsip untuk terus maju menghasilkan karya-karya terbaik dalam menulis tanpa peduli dengan omongan orang lain. Menurutnya itulah kunci kekuatan yang ada pada dirinya sehingga membuat hasratnya untuk menulis kian menggebu-gebu.

"Pantang bagi saya untuk membandingkan diri saya dengan orang lain. Saya juga tidak peduli dengan omongan orang lain. Saya juga tidak peduli dengan urusan orang lain. Saya hanya fokus mengurus diri saya sendiri dan memandang lurus ke depan," tutupnya. (emo).