Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Keriting di Indonesia

Kategori Berita

.

Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Keriting di Indonesia

Koran lensa pos
Senin, 05 Juli 2021

Oleh : Kania Noor Rahma Salsabila*

     Kania Noor Rahma Salsabila


Cabai merupakan salah satu komoditas atau tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia, karena buahnya selain dijadikan sayuran atau bumbu masak juga mempunyai kapasitas menaikkan pendapatan petani, sebagai bahan baku industri, memiliki peluang ekspor, membuka kesempatan kerja serta sebagai sumber vitamin C. Cabai juga  merupakan salah satu komoditi yang menjadi primadona pasar dan termasuk komoditi strategi di Indonesia. Mengingat kebutuhan cabai di pasaran tidak mengenal pasang surut. Apalagi kebutuhan cabai di Indonesia menjadi melonjak ketika menjelang hari raya agama. Komoditi cabai keriting selain harganya juga menjanjikan memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, juga mempunyai nilai ekonomi tinggi. Pemanfaatannya sebagai bumbu masak atau sebagai bahan baku berbagai industri makanan, minuman dan obat-obatan membuat cabai keriting semakin menarik untuk diusahakan sebagai usaha agribisnis yang memiliki prospek.Di sisi lain, karakter cabai hanya bisa ditanam dengan lahan yang tidak begitu basah, dan tanaman cabai sangat sensitif dengan musim penghujan. Jadi, cabai merupakan tanaman musiman, akan tumbuh lebat jika ditanam pada musim kemarau, atau musim dimana intensitas hujan rendah. 
Berdasarkan Fakta di atas, otomatis pemasokan cabai dari pertanian tidak bisa stabil setiap saat. Maka harga cabai di pasaran pun cenderung mahal. Harga cabai di tingkat pengepul lebih sering dipermainkan. Ketika panen,  pengepul membeli cabai dengan harga yang sudah ditentukan. Tapi sampai di tingkat pengecer harganya akan dinaikkan. Namun walau begitu, cabai paling banyak dipilih oleh petani, karena harganya masih lebih menguntungkan dari pada padi atau varian tanaman pangan, seperti jagung maupun kacang tanah.
Cabai keriting merah dalam satu periode masa tanam bisa dipanen hingga lima kali secara bertahap. Selain itu, modal menanam cabai tidak memerlukan modal lebih seperti menanam padi.


Inilah beberapa alasan mengapa pentingnya pengembangan komoditi cabai keriting adalah :
Komoditi bernilai tinggi (high economic value commodity), Fenomena value ladder gejala pergeseran permintaan konsumen dari komoditi bernilai rendah ke arah komoditi bernilai ekonomi tinggi (hortikultura), Merupakan komoditi unggulan Nasional dan Daerah, Menduduki posisi penting dalam menu pangan, dan walaupun diperlukannya hanya dalam jumlah kecil (4 kg/kapita/tahun) namun setiap hari dikonsumsi oleh hampir seluruh penduduk Indonesia,  Konsumsi cabai oleh rumah tangga dalam bentuk cabai segar (80%) dan untuk industri pengolahan seperti sambel instant (20%), Melibatkan tenaga kerja muda terampil di perdesaan, Mempunyai manfaat yang cukup beragam dalam bahan baku industri, dan terakhir Memiliki beragam tujuan pasar, baik untuk pasar tradisional, pasar modern (supermarket) maupun untuk industry pengolahan.
Permasalahan yang sering muncul terjadi dalam aspek produksi maupun aspek pemasaran cabai keriting adalah cuaca yang tidak menentu (cabai rentan terhadap hujan dan angin) dikarenakan cabai merupakan tanaman musiman yang tidak suka hujan, luas lahan pertanian yang terus mengecil, pola tanam yang hampir seragam (link dengan UU Sistem Budidaya Tanaman), masih kecilnya pangsa cabai olahan baik kering atau giling sehingga petani kurang termotivasi untuk melakukan pasca panen dan dalam aspek pemasaran adalah harga komoditi cabai keriting yang sangat berfluktuasi antar musim dan antar waktu dan sering jatuh pada saat musim raya panen, kurangnya infrastruktur pemasaran (penyimpanan, pengangkutan, alat penanganan pasca panen dan pasar) yang memadai, masih ditemui penjualan dengan hasil sistem ijon, dan tingginya biaya distribusi produk cabai keriting menyebabkan produk cabai keriting Indonesia sulit bersaing di pasar domestik dan luar negeri. 
Sementara itu, berdasarkan data eskpor impor komoditas cabai keriting menunjukkan bahwa volume dan nilai ekspornya jauh lebih rendah dibandingkan dengan volume dan nilai impornya. Kesenjangan antara ekspor dan impor itu dari tahun ke tahun semakin besar. Di samping itu, pasar domestik kita semakin dibanjiri oleh produk cabai keriting impor terutama untuk industri pengolahan berbahan baku cabai keriting. Hal ini mengindikasikan bahwa produk cabai keriting Indonesia memiliki daya saing yang rendah sehingga tidak mampu bersaing baik di pasar ekspor maupun pasar domestik.  Tingginya impor komoditi hortikultura ini mungkin dikarenakan komoditi lokal memiliki mutu yang tidak kalah dari komoditi impor tetapi tidak mampu bersaing akibat ekonomi biaya tinggi (kebun terpencar, transportasi mahal, infrastruktur tidak mendukung) serta penanganan pra dan pascapanen yang belum optimal sehingga menurunkan mutu produk dan banyak komoditi lokal unggul yang bermutu tinggi (terutama komoditi buah) tetapi belum berkembang secara luas sehingga buah tersebut di pasar jumlahnya sangat terbatas..
Untuk itu perlu dilakukan analisis kebijakan yang komprehensif terhadap faktor-faktor penentu yang mempengaruhi kurangnya pemasokan cabai keriting dan fenomena melonjaknya harga guna menyusun alternatif kebijakan yang tepat sehingga pemasokan cabai keriting dapat terpenuhi setiap saat sesuai dengan dinamika permintaan pasar. Dengan demikian dapat diharapkan harga cabai yang terjadi di pasar relatif stabil dan tidak meresahkan masyarakat. Perlunya perhatian dari berbagai pihak seperti instansi terkait, para penyuluh pertanian, dan petani cabai keriting pada faktor-faktor produksi yang berkaitan dengan meningkatan mutu ekspor yang lebih optimal dalam upaya berkelanjutan produksi cabai keriting.
Tanaman cabai keriting biasanya diusahakan tanam di lahan sawah seperti (sawah irigasi, sawah tadah hujan) dan lahan kering atau tegalan. Pada lahan sawah irigasi cabai keriting umumnya diusahakan setelah padi, sehingga pola tanamnya dipengaruhi oleh pertanaman padi yang dipengaruhi oleh kondisi iklim terutama ketika curah hujan. Budidaya cabai sangat rentan terhadap iklim terutama curah hujan yang tinggi. Saat ini iklim cenderung semakin sulit diprediksi (anomali iklim) sehingga mempengaruhi kinerja pertanaman dan produksi cabai keriting. Petani cabai keriting membutuhkan keahlian khusus, baik dalam keterampilan teknis maupun kapabilitas manajerialnya. 
Penerapan teknologi budidayanya yaitu menggunakan varietas unggul dan hibrida, penggunaan pupuk secara lengkap dan seimbang, pengaturan guludan, mulsa, dan screen house. Berdasarkan hal tersebut yang menyebabkan kendala faktor- faktornya ialah kurangnya dan rendahnya produktivitas cabai keriting di Indonesia karena infrastruktur yang kurang memadai  seperti transportasi yang mahal, penyimpanan,  kurangnya ide dan keterbatasan alat untuk pascapanen. Sehingga hal tersebutlah yang menyebabkan cabai keriting Indonesia tidak mampu bersaing dengan cabai keriting impor jadi cabai keriting hanya dipasarkan di dalam negeri saja.
Berdasarkan informasi dan data di atas dapat disimpulkan bahwa cabai keriting memiliki banyak manfaat dalam segala aspek. Mulai dari sumber gizi, vitamin, menaikkan pendapatan petani, serta membuka lowongan pekerjaan untuk pemuda di desa. Tetapi karena kurangnya infrastruktur yang memadai sehingga tidak mampu bersaing dengan cabai impor.
(*Penulis Mahasiswa Fakultas Pertanian UMM NIM : 202010210311005).