Menengok Geliat Desa Wisata di Kabupaten Sleman - DIY

Kategori Berita

.

Menengok Geliat Desa Wisata di Kabupaten Sleman - DIY

Koran lensa pos
Sabtu, 20 Februari 2021


      Beberapa Objek Wisata di Kab. Sleman

Koranlensapost.com - Pengembangan wisata di sejumlah desa dan kelurahan di Kabupaten Dompu mulai bergeliat. Para tokoh muda setempat yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) mulai beraksi menata dan mengelola potensi wisata di wilayah masing-masing. Seperti Pokdarwis Kelurahan Kandai Satu dengan wisata pengunungan Doro Wadu Na'e maupun wisata budaya Bukit Sultan dan Doro Bata. Contohnya lagi wisata pantai di Paropa Desa Malaju Kecamatan Kilo dan sejumlah kawasan wisata pantai dan wisata pegunungan di Kecamatan Pekat. Di Kecamatan Woja juga Pokdarwis Desa Saneo tengah bergeliat mengembangkan wisata alam pegunungan maupun wisaya budaya. 

Pemerintah desa maupun kelurahan setempat ada yang telah mengalokasikan dana desa untuk pengembangan wisata setempat sebagai bentuk dukungannya terhadap inovasi dan kreativitas Pokdarwis. Namun ada pula yang belum memberikan perhatiannya untuk pengembangan wisata alias baru sebatas gebrakan dari Pokdarwis belum ada dukungan dari Pemdes setempat.

Terkait dengan geliat pengembangan wisata ini, tidak ada salahnya bila banyak belajar dari daerah-daerah lain yang sudah dinilai sukses memberikan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.

Seperti yang dipaparkan oleh Andi Fardian Yakub, seorang penulis muda asal Desa Ranggo Kecamatan Pajo Kabupaten Dompu yang kini telah berstatus sebagai warga Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Menurutnya geliat pengembangan wisata di Kabupaten Sleman patut dicontoh.
          Beberapa Objek Wisata di Sleman

Andi menyebut Sleman adalah salah satu dari lima kabupaten/kota di DIY.  Luas Kabupaten Sleman adalah 578,4 Km2. Sedangkan luas Kabulaten Dompu adalah 2.325 Km2. 
"Artinya, luas Dompu adalah 4 kali luas Sleman," kata penulis buku "Kolom-Kolom untuk Dompu-ku", "Melihat Dompu dari Jauh", Untuk Nggahi Rawi Pahu-ku" dan "Lembo Ade" ini.


Andi melanjutkan Kabupaten Sleman tidak memiliki banyak pantai seperti Kabupaten Dompu. Sleman hanya memiliki dua objek wisata ikonik, yaitu Gunung Merapi dan Candi Prambanan. Itupun Gunung Merapi dikelola bersama Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Boyolali. Letak Gunung Merapi masuk ke wilayah empat kabupaten tersebut, sehingga retribusi pengunjung dan juga kekayaan alam yang melekat pada Gunung Merapi dikelola bersama. Candi Prambanan pun begitu, dikelola bersama Kabupaten Klaten di bagian timurnya. 

Dikatakannya meskipun Kabupaten Sleman hanya punya Gunung Merapi dan Candi Prambanan, ekonomi masyarakatnya tumbuh dan berkembang. Hal tersebut dibuktikan dengan Indeks Gini sebesar 0,420 dan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,25%. 
"Meskipun sektor pariwisata bukanlah penopang utama dari pertumbuhan ekonomi tersebut, tetapi tetap saja fakta bahwa masyarakat sejahtera karena pengembangan objek wisata yang berkelanjutan dan baik, tak dapat dipungkiri," ujarnya.
         Beberapa Wisata Kuliner di Sleman

Ia mengaku setiap minggu  mengunjungi setidaknya dua tempat baru atau objek wisata di daerah Sleman, Bantul, dan Kota Yogyakarta. 

"Saya melihat mereka kreatif. Bahkan, sangat kreatif. Sungai saja mereka kelola sebagai objek wisata baru. Anehnya, bisa sampai viral dan mendatangkan pengunjung baik yang berasal dari Jogja maupun luar Jojga. Artinya apa? Millenial yang ada di wilayah tersebut punya kesadaran untuk membesarkan objek wisatanya," ungkapnya.

Dijelaskan Andi, pada “hanya” objek wisata sungai yang dikelola dengan baik tersebut, mereka bisa menarik retribusi. Tentu saja uang retribusi untuk pengembangan objek wisatanya. Bukan untuk dibagi-bagi ke masyarakat. 

"Masyarakatnya saya lihat tidak egois dan tidak mata duitan," sebutnya.

Lantas, bagamana kontribusinya terhadap pengembangan ekonomi masyarakat ? 
"Ya, ibu-ibu bisa berjualan di objek wisata tersebut. Ada juga yang menyewakan ban untuk kegiatan rafting atau arung jeram, ada yang menjadi tukang parkir, dan lain-lain," papar putra sulung bapak Moh. Yakub, S. Pd dan ibu Nurdewiyati, S. Pd di Desa Ranggo tersebut. 

Ia menyebut khusus di Kabupaten Sleman, sampai hari ini sudah terbentuk 47 desa wisata. 
"Siapa yang mengelola? Ya, masyarakatnya, ya pemudanya, ya pemerintah desanya. Sedangkan Dinas Pariwisata rutin membimbing dan membina," jelas penulis buku "Makin Alim Makin Manusiawi" ini.

Lantas, dana untuk pengelolaannya dari mana? Ya, dari dana desa. Di sini, dana desa benar-benar dikelola dengan baik. Bukan hanya untuk membiayai pembangunan infrastruktur, tetapi juga untuk kegiatan pemberdayaan. Pengelolaan dana desa di Kabupaten Sleman benar-benar transparan dan akuntabel. 

"Sejauh ini, saya tidak pernah mendengar ada masyarakat yang mendemo kantor desa, lantaran mereka menduga kepala desa menyelewengkan dana desa," beber kakak kandung dari dua penulis muda lainnya Imam Alfafam Yakub dan Miftahul An'am Yakub ini.

Andi menuturkan pertama kali mendengar perihal desa wisata, ia mencoba mencari tahu. Apa sih yang dilakukan dan disajikan di desa wisata ? 
"Ya, ternyata, hal-hal sederhana. Seperti pengunjung diajak untuk menanam dan memanen padi. Ada juga kegiatan membajak sawah menggunakan kerbau, mandi di sungai, memasak nasi dengan periuk, membatik, dan aktivitas ala ndeso lainnya. Ketika ada wisatawan, mereka menginap di rumah warga. Warga yang memasak untuk konsumsi wisatawan," tutur penulis buku "Politik Koq Dibenci" tersebut.


Menurutnya Kabupaten Sleman yang luasnya hanya seperempat kali Dompu bisa membentuk 47 desa wisata. Mestinya di Kabupaten Dompu bisa lebih dari itu. Apalagi di Bumi Nggahi Rawi Pahu sangat kaya dengan potensi wisata yang tinggal ditata, dikelola dan dikembangkan.

Dikatakannya Pemerintah Daerah melalui Dinas Pariwisata Kabupaten Dompu terus berinovasi. Mereka harus berpikir anti meanstream. Berpikir anti meanstream adalah menjadikan kelemahan dan keterbatasan sebagai peluang, bukan dijadikan dalih untuk mengeluh. 

Menurutnya Sleman saja yang tidak punya pantai dan laut bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui geliat pariwisata.
"Masak Dompu tidak bisa. Seharusnya bisa, dong. Ini bukan persoalan anggaran dan anggaran. Tapi, inovasi dan kreativitas menjadi kunci pengembangan," dorongnya.

Lebih lanjut ia berharap Dinas Pariwisata Dompu tidak hanya menggunakan anggaran untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat seremonial. Tetapi lebih banyak dialokasikan untuk kegiatan pemberdayaan pariwisata. 

"Saya lihat sudah mulai ada masyarakat dan pemuda yang peduli terhadap objek wisata di Dompu. Itu coba diberikan capacity building untuk membuka dan mengelola objek wisata baru.
Saya berharap tulisan ini sampai ke Pemda Dompu dan juga masyarakat secara umum. Beranikah Dompu membentuk desa wisata? Ya, kita lihat saja. Coba juga lihat Banyuwangi dengan segala keterbatasannya, pariwisatanya maju pesat," pungkasnya. (AMIN).