Strategi Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Melakukan Pembimbingan Terhadap Klien Pemasyarakatan Di Era New Normal

Kategori Berita

.

Strategi Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Melakukan Pembimbingan Terhadap Klien Pemasyarakatan Di Era New Normal

Koran lensa pos
Senin, 28 Desember 2020

Oleh : Sriyana*

                                  Sriyana


Pandemi wabah penyakit Covid19 yang melanda Indonesia di mulai pertengahan bulan Maret 2020 yang di perkirakan oleh berbagai kalangan Pakar akan segera berakhir. Ternyata  sampai dengan saat ini masih berlangsung bahkan hari demi hari pasien positif datanya semakin meningkat. 
Dampak dari wabah tersebut masih sangat terasa di masyarakat. Berbagai kebijakan dikeluarkan oleh Pemerintah untuk menahan laju meningkatnya pasien positif.
Salah satunya kebijakan memberikan Assimilasi  di rumah untuk narapidana yang diatur di dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 serta Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Pembebasan terhadap narapidana dilakukan dengan pertimbangan rawannya penyebaran Covid-19 di dalam Lapas/ Rutan/Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) di Indonesia yang notabene mengalami over kapasitas. 
Dalam pemberian assimilasi di rumah tersebut  tidak serta merta narapidana itu bebas akan tetapi mereka harus tetap mentaati segala peraturan yang ada dan yang telah ditentukan. Selama menjalani asimilasi setiap klien Pemasyarakatan akan memperoleh Pembimbingan dari Balai Pemasyarakatan, dimana tugas tersebut  dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan.
Kegiatan tugas pembimbingan klien pemasyarakatan sudah biasa dilakukan oleh seorang Pembimbing Kemasyarakatan. Namun baru pada tahun ini Pembimbing Kemasyarakatan melakukan pembimbingan kepada Klien Pemasyarakatan yang memperoleh Asimilasi di rumah.  Berbagai upaya dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan untuk keberhasilan program  pembimbingan tersebut. Mulai dari mengumpulkan data, menghubungi klien pemasyarakatan dan keluarga, berkoordinasi dengan aparat setempat sampai dengan kunjungan ke rumah jika klien tidak dapat dihubungi.

Hal yang tak kalah penting di saat pandemi ini adalah bagaimana seorang Pembimbimbing Kemasyarakatan memilki strategi untuk keberhasilan pembimbingan kepada klien pemasyarakatan, karena hal tersebut merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap Pembimbing Kemasyarakatan dalam melakukan tugasnya, selain prinsip-prinsip dasar pembimbingan starategi pembimbingan perlu dikuasai  untuk menunjang tugasnya dan mencapai tujuan yang telah direncanakan.
Menurut Prof. Andrianus Meliala ada beberapa strategi pembimbingan yang digunakan oleh Pembimbing Kemasyarakatan dalam melakukan pembimbingan terhadap klien Pemasyarakatan di antaranya :
Melakukan sociological profiling terhadap Klien Pemasyarakatan sebelum benar-benar kembali ke masyarakat dalam rangka Program Asimilasi dan/atau Integrasi, serta dilanjutkan dengan netralisasi terhadap elemen-elemen kriminogenik yang terlihat;
Pembimbing/Asisten Pembimbing Kemasyarakatan tidak boleh terdadak dan buta perihal siapa yang akan menjadi Klien Pemasyarakatan-nya. Perlu didahului dengan melakukan pemetaan perihal riwayat hidup, kegemaran, lingkaran pertemanan dan pergaulan dan sebagainya. Jika terdapat indikasi profil yang negatif, diusahakan segera ditanggulangi;
Melakukan sosialisasi dan upaya mengingatkan secara intensif terhadap keluarga inti (nuclear family member) perihal status Asimilasi dan/atau Integrasi dari anak atau suami mereka dan implikasi jika melakukan pelanggaran.
Keluarga inti adalah orang yang paling berpengaruh (significant others) bagi Klien Pemasyarakatan. Wejangan atau permintaan orang tua, pasangan atau anak kemungkinan besar akan didengarkan (baca: dituruti) oleh Klien Pemasyarakatan

Menginformasikan sekaligus meminta dukungan stakeholder (kepolisian, TNI, kelurahan) setempat agar memantau, mengingatkan dan menutup kesempatan bagi Klien Pemasyarakatan untuk terlibat tindak pidana.
Kegiatan Asimilasi dan Integrasi WBP bukan urusan Bapas saja. Pada hakekatnya berbagai pihak perlu terlibat dan dilibatkan dalam pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku dan aktivitas Klien Pemasyarakatan mengingat potensi efek gangguan kamtibmas yang bisa muncul

Mensosialisasikan dan  memberikan penekanan perihal biaya kejahatan (cost of crime) dan biaya penghukuman (cost of punishment) yang harus ditanggung oleh Klien Pemasyarakatan apabila kembali terlibat tindak pidana selama masa Asimilasi dan Integrasi 
Jika para Klien Pemasyarakatan diberi wejangan, maka kemungkinan akan terjadi “masuk telinga kiri keluar telinga kanan”.  Wejangan moralitas mungkin juga sudah membosankan. Lain halnya jika kepada yang bersangkutan diberi informasi hitung-hitungan perihal “biaya” yang akan  dipikul jika kembali melakukan atau terlibat tindak pidana

Pembimbing Kemasyarakatan dan Asisten Pembimbing Kemasyarakatan harus memiliki sebanyak dan seintens mungkin akses komunikasi terhadap Klien Pemasyarakatan.
Melalui akses komunikasi yang beragam dan intens, maka gerak-gerik Klien Pemasyarakatan dapat selalu terpantau. Hal itu harus diupayakan sejak awal. Dan jika pada suatu ketika Klien Pemasyarakatan berpikir untuk melakukan tindak pidana tertentu, maka sapaan atau peringatan dari Pembimbing/Asisten Pembimbing Kemasyarakatan dapat menjadi mekanisme desister atau penghentian perilaku jahat

Selama anggaran memungkinkan, perlu melakukan pengadaan peralatan elektronik yang dapat memantau  gerak-gerik Klien Pemasyarakatan selama masa Asimilasi dan Integrasi.
Penggunaan electronic tagging yang dikenakan secara permanen di tangan dan kaki, di mana akan berbunyi jika Klien Pemasyarakatan keluar dari perimeter yang ditetapkan, masih populer dipergunakan. Bisa juga dilakukan pengadaan kalung dan pin yang memancarkan sinyal bagi GPS (global positioning system) sehingga mampu memonitor di manapun klien berada.
*(Penulis adalah Pembimbing Kemasyarakatan Muda di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah).