Doro Ma Kola, Ini Jeritan Keprihatinan Seorang Wanita Saneo

Kategori Berita

.

Doro Ma Kola, Ini Jeritan Keprihatinan Seorang Wanita Saneo

Koran lensa pos
Senin, 02 September 2019

Gunung-gemunung di Kabupaten Dompu di awal September 2019 ini nampak gersang meranggas. Hewan-hewan ternak yang dilepas oleh pemiliknya tak lagi bisa mendapatkan rumput-rumput hijau nan segar. Rerumputan kering saja sudah susah diperoleh karena di lahan-lahan milik masyarakat maupun di gunung-gunung yang 'diduduki' masyarakat sudah dibakar untuk dipersiapkan sebagai areal penanaman jagung di musim hujan mendatang. Terik matahari seolah memanggang bumi karena tidak ada lagi kerindangan pepohonan yang meneduhkan.

Seiring dengan hal itu kantong-kantong mata air juga kian menipis. Banyak sungai mengering. Hewan-hewan ternak harus berlelah-lelah menuruni jurang untuk mendapatkan air minum di dasar sungai yang airnya tak seberapa lagi. Demikian pula dengan warga di sejumlah desa membawa jirigen ke mana-mana untuk mendapatkan air atau menunggu bantuan air dari pemerintah.
Itulah kondisi riil di hampir seluruh wilayah di Bumi Nggahi Rawi Pahu ini.

Kian bertambah tahun kian meluas hutan-hutan yang dibabat habis oleh masyarakat demi untuk menanam jagung yang hasilnya mungkin menggiurkan itu.

Nampaknya aktivitas masyarakat kakola doro atau ngoho doro ini terjadi begitu masif tanpa memperhatikan keseimbangan alam. Larangan-larangan pemerintah melalui instansi-instansi terkait agar tidak merambah hutan tidak diindahkan. Tulisan larangan yang terpampang di sejumlah titik hanya ibarat angin lalu saja.


Aksi penggundulan hutan yang terjadi di hampir semua wilayah di Kabupaten Dompu ini membuat seorang wanita asal Desa Saneo merasa prihatin. 

Betapa tidak, di desanya sendiri saja yang dulu dikenal dengan rerimbunan hutan kemiri dan sonokling sebagai tempat bersarangnya lebah-lebah penghasil madu, kini hanya tinggal cerita sebagai pengantar tidur kepada anak cucu. Jagung telah 'merubuhkan' pepohonan raksasa itu sehingga kini menjadi hamparan padang kerontang nan luas. Tidak ada lagi lebah-lebah yang bersarang. Tidak ada lagi buah kemiri yang dulu menjadi komoditas primadona masyarakat setempat.
Jeritan keprihatinan itu ia ungkapkan dalam tulisannya. 

Inilah tulisan wanita itu :
Hidup bukan hanya sekedar cerita tentang berapa banyak harta benda yang kita miliki,  Rumah mewah, mobil, motor, tabungan di bank dan tanah berhektar-hektar...
Hidup bukan sekedar cerita tentang penurunan angka kemiskinan  dalam porsentase .....
Hidup bukan hanya sekedar cerita tentang peningkatan  PAD daerah dan keberhasilannya......
Hidup bukan hanya sekedar tentang Otonomi suatu daerah .... Dan perimbangan keuangan pusat dan daerah.....

Tapi hidup adalah sebuah makna tentang  indahnya kicauan burung di pagi  hari, ringkikan suara monyet yang saling bersahutan di hutan belantara, desiran angin sepoi-sepoi dan sejuk menyapa, air yang masih mengalir damai dengan suara gemerciknya, bunga - bunga pohon yang masih berbunga Dengan bermacam warnanya . Lebah - lebah masih bersarang di atas ranting, dan alam yang masih lestari. (AMIN)