Dompu, Lensa Pos NTB - Aksi lincah para joki di arena pacuan kuda memang menakjubkan.
Dengan usia yang masih sangat belia mereka memiliki kemampuan berkuda yang luar biasa. Memang tak mampu dijangkau dengan pemikiran akal sehat. Dengan usia yang masih 7 tahun (kelas 1 SD) hingga 10 atau 12 tahun tetapi memiliki ketangkasan yang luar biasa memainkan 2 buah pecut di tangan kanan dan kirinya mencambuki pinggul kuda sembari menggerakkan tali kekang kudanya sebagai isyarat agar kuda itu melaju sekencang - kencangnya.
Kuda yang tinggi besar yang ukurannya beberapa kali lipat tubuhnya itu akhirnya melesat secepat kilat mulai dari box start sampai di garis finis. Uniknya tubuh mungil itu begitu lengket dengan punggung kuda yang dikendarainya padahal tidak menggunakan pelana sama sekali. Saat melewati garis finis, para joki cilik ini dengan sigap merangkul leher kuda itu agar berhenti. Kadang - kadang kuda yang dikendarainya itu belum mau berhenti sampai harus melintasi arena satu putaran lagi. Namun para pejoki cilik ini begitu tenangnya mengendalikan sang kuda. Uniknya lagi kuda yang dikendarainya itu belum tentu kuda miliknya sendiri yang biasa dikendarainya setiap saat. Tetapi boleh jadi adalah kuda milik seorang pejabat atau kaum berduit yang baru dikenalnya di lokasi pacuan kuda. Ia disewa untuk mengendarai kuda itu oleh sang pemilik kuda. Terkadang pula saat beradu kecepatan di arena adu balap itu, pejoki cilik ini terjatuh. Tetapi ia tidak menangis sebagaimana layaknya seorang bocah lainnya. Melainkan kembali mengejar kudanya untuk dinaiki kembali.
Melihat kehebatan, ketangkasan, ketegaran, kesabaran dan ketenangan para joki cilik ini memang memunculkan rasa kagum. Mereka memang masih belia dari segi usia dan fisik. Tetapi boleh dikata lebih dewasa daripada orang dewasa. Apalagi dengan insentif yang mereka peroleh mampu memberikan nafkah bagi keluarganya.
Namun di balik rasa takjub bin kagum tersebut tersebut, ada kekhawatiran sejumlah pihak terhadap para bocah tersebut.
Salah satunya Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Dompu, Siti Aisyah Ekawati, S. Ag.
Ia berharap pemerintah dan pemilik kuda memperhatikan jaminan hidup dan perlindungan bagi para bocah yang berprofesi sebagai pejoki kuda ini.
"Pemerintah dan pemilik kuda harus memberikan jaminan dan perlindungan bagi anak-anak kita yang menjadi joki ini," harapnya.
Jaminan hidup yang ia maksudkan tentang besaran gaji (upah) yang harus mereka terima dan bonus yang diperoleh bila kuda yang dikendarainya meraih juara.
Sedangkan perlindungan berupa kostum yang dikenakan hendaklah yang bisa memberikan proteksi (perlindungan) dan safety (keamanan) bagi keselamatan para pejoki tersebut. Sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan tidak menimbulkan cedera yang berakibat fatal.
Selain itu, masalah sekolahnya juga harus tetap diperhatikan. "Jangan sampai mengorbankan pendidikan mereka," harapnya. (AMIN)