Rakor APE upaya tindak lanjut percepatan 10 indikator DRPPA yang berlangsung di Ruang Rapat Bupati Dompu, Rabu (2/10/2024)
Koranlensapos.com - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Dompu menggelar Rapat Koordinasi Anugerah Parahita Ekapraya (APE). Rakor dimaksud bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perenpuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Tujuan Rakor ntuk membahas upaya tindak percepatan 10 Indikator Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA).
Kegiatan itu berlangsung di Ruang Rapat Bupati Dompu, Rabu (2/10/2024). Acara dibuka oleh Pjs Bupati Dompu, Baiq Nelly Yuniarti yang dihadiri langsung Plh. Asisten Deputi Ekonomi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian PPPA RI, Dra. Helsyanita, MM.
Tampak hadir pula para Pimpinan OPD terkait, para pemerhati perempuan dan anak, serta sejumlah Kepala Desa.
Mengawali kegiatan itu, Kepala DP3A Kabupaten Dompu, Abdul Syahid melaporkan ada 14 desa di Kabupaten Dompu yang telah dilaunching sebagai DRPPA yakni Cempi Jaya, Marada, Wawonduru, Tembalae, Nangamiro, Soro, Mbawi, Katua, Bakajaya, Hu'u, Anamina, Malaju, Kadindi, dan Bara).
Dikatakannya DRPPA merupakan desa yang mengintegrasikan perspektif gender dan hak anak dalam tata kelola penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa yang dilakukan secara terencana, menyeluruh dan berkesinambungan.
"Kegiatan ini menjadi wadah untuk melakukan sosialisasi dan advokasi terkait dengan percepatan 10 indikator DRPPA," ujarnya.
Selain itu, lanjutnya untuk meningkatkan sinergisitas dalam rangka percepatan DRPPA serta memonitoring dan mengevaluasi progres dari 10 indikator DRPPA.
Pjs. Bupati Dompu, Baiq Nelly Yuniarti dalam sambutannya menyampaikan program pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
melalui Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak akan
menjadi strategi untuk mencapai akselerasi pencapaian
Sustainable Development Goals (SDG's) di seluruh desa di
Indonesia.
Disebut Nelly, DRPPA memiliki 10 indikator yang harus dipenuhi, yakni:
Pertama, adanya pengorganisasian perempuan dan anak di desa;
Kedua, tersedianya data desa yang memuat data pilah tentang perempuan dan anak;
Ketiga, tersedianya peraturan desa tentang desa ramah
perempuan dan peduli anak;
Keempat, tersedianya pembiayaan dari keuangan desa dan pendayagunaan aset desa untuk mewujudkan DRPPA
melalui pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di desa;
Kelima, persentase keterwakilan perempuan di pemerintah desa,
lembaga permusyawaratan desa, lembaga desa dan lembaga adat desa;
Keenam, persentase perempuan wirausaha di desa utamanya
perempuan kepala keluarga, penyintas bencana dan
penyintas kekerasan;
Ketujuh, semua anak mendapatkan pengasuhan yang baik yang berbasis hak anak;
Kedelapan, tidak ada kekerasan terhadap perempuan dan anak (KTPA)
Kesembilan, tidak ada korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO);
Kesepuluh, tidak ada yang menikah di bawah usia 19 tahun (tidak ada perkawinan anak).
"Hasil yang diharapkan dari Rakor ini adanya peningkatan sinergitas implementasi kegiatan yang mendukung percepatan 10 indikator DRPPA," harapnya.
Sementara itu, Plh. Asdep Ekonomi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA, Dra. Helsyanita, ada 5 isu perempuan dan anak yang patut menjadi perhatian bersama.
Pertema, Perempuan masih menemui kesulitan dalam mengambil kesempatan dan berkiprah di sektor ekonomi;
Kedua, Pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak belum sepenuhnya berbasis hak anak;
Ketiga, Kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak belum kunjung surut;
Keempat, Masih terdapat anak yang bekerja; dan
Kelima, Kasus perkawinan anak di Indonesia masih tinggi.
Sedangkan arahan prioritas mengatasi 5 isu perempuan dan anak di atas, yakni
Pertama, Peningkatan Pemberdayaan Perempuan dalam Kewirausahaan yang Berperspektif Gender;
Kedua, Peningkatan Peran Ibu dan Keluarga dalam Pendidikan/Pengasuhan Anak;
Keriga, Penurunan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak;
Keempat, Penurunan Pekerja Anak; dan
Kelima, Pencegahan Perkawinan Anak.
Terkait poin 1 (Peningkatan Pemberdayaan Perempuan dalam Kewirausahaan yang Berperspektif Gender), Asdep merujuk pada data yang dirilis BPS tahun 2020 bahwa tingkat Partisipasi Angkatan Kerja perempuan jauh lebih rendah dari laki-laki. TPAK Laki-Laki 82,41%. Sedangkan TPAK Perempuan 53, 13%.
"Sebagian besar usaha perempuan merupakan usaha mikro/skala kecil dan berbasis rumahan, dimana proporsi perempuan pengusaha semakin kecil seiring meningkatnya ukuran usaha," urainya.
Disebutnya perempuan mengalami banyak kesulitan dalam memulai, mempertahankan dan mengembangkan usaha dibandingkan laki-laki. Hal itu karena norma gender yang diskriminatif, tingginya beban pekerjaan pengasuhan tak berbayar, rendahnya akses terhadap aset produktif, kurangnya kesempatan untuk mengembangkan keterampilan, sulitnya akses finansial, kurangnya mentor dan jejaring usaha, serta kebijakan-kebijakan yang tidak ramah gender.
Sedangkan terkait isu kedua (emenuhan hak dan perlindungan khusus anak belum sepenuhnya berbasis hak anak), Asdep merujuk pada Indeks Perlindungan Anak (2019), bahwa 3,73% balita mendapatkan pengasuhan tidak layak dan 4,82% anak tidak tinggal dengan orang tuanya.
"Maka diperlukan peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak," bebernya.
Mengenai poin ketiga, Asdep mengemukakan 1 dari 3 perempuan usia 15- 64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual selama hidupnya.
Sehubungan dengan poin 4, dikatakannya 9,34% anak usia 10-17 tahun masih bekerja. (emo).