La Ria, Dayang di Kesultanan Dompu

Kategori Berita

.

La Ria, Dayang di Kesultanan Dompu

Koran lensa pos
Sabtu, 27 April 2024
Gambar Ilustrasi La Ria, Dayang Istana Kesultanan Dompu


La Ria, demikian dirinya biasa dikenal. Ia seorang dayang di istana Kesultanan Dompu di masa pemerintahan Sultan Muhammad Sirajuddin. Ia perempuan setia terhadap sang sultan. Tugasnya melayani kehidupan istana dilakukannya dengan penuh tanggung jawab. Sebagai dayang istana, ia tahu apa yang boleh dan tak boleh dilakukan.

Kesetiaan ditunjukkannya ketika Sultan Muhammad Sirajuddin diasingkan oleh pemerintah Hindia Belanda ke Kupang. Ketika 'kapal putih' milik Belanda memberangkatkan rombongan istana ke Pulau Timur, La Ria dengan setia berada di samping Ina Laru, selir Sultan kala itu. Di perjalanan saat kapal mengarungi lautan, ia dengan cekatan menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan selama dalam perjalanan. 

Kesetiaan yang ditunjukkan La Ria kepada Sultan dan keluarganya, membuatnya diterima dengan sangat baik. Bagi La Ria, ini merupakan kehormatan baginya bisa berada di lingkaran istana dan melayani kebutuhan sultan beserta keluarganya. Memilih  berlayar dengan keluarga sultan di tanah pengasingan merupakan pilihan yang tidak mudah. Namun sebagai dayang, itu merupakan  langkah baik yang harus diambil sebagai bentuk kesetiaan pada istana. 

La Ria memang perempuan pilihan untuk membantu keluarga kesultanan. Tentu saja tidak diambil begitu saja agar seseorang bisa langsung menjadi dayang. Juga tidak ada syarat khusus seseorang bisa menjadi dayang. Tapi kesetian pada keluarga istana menjadi syarat mutlak yang harus dilakukan. Dan La Ria telah menunjukkan kesetiaannya kepada keluarga istana. Tidak saja ketika dirinya masih berada di istana kesultanan Dompu, tetapi ketika dirinya berada di tanah terjauh di pengasingan bersama keluarga sultan. 

Bersama Abdurahman Habe yang juga pelayanan sultan, La Ria juga membuktikan dedikasi dan kesetiannya pada sultan. Sebuah kesetiaan yang tak dapat diukur dengan onggokan materi. Bahkan meninggal di tanah pengasingan seperti yang dilakukan Abdurahman Habe, merupakan bukti atas kesetiaan yang dijunjung tinggi hingga akhir hayat. Setelah sultan meninggal di tanah pengasingan, La Ria memang memutuskan pulang kembali ke Dompu bersama Ina Laru.

Kembali ke tanah kelahiran setelah memberikan pelayanan terbaik kepada keluarga sultan. Setelah situasi politik di masa itu, La Ria memang memilih kembali dalam pelukan keluarganya. Membawa serta kenangan selama di tempat pengasingan bersama keluarga sultan. Namanya memang tidak setenar sang sultan. Ia seolah terkubur bersama lajunya waktu. Rekam historisnya memang tidak banyak diketahui.

Peran La Ria dalam catatan sejarah Dompu seolah hanyalah sebagai pelengkap saja. Tak banyak pihak yang mengetahui perannya dalam percaturan kehidupan istana di kesultanan Dompu. Padahal kontribusi dan perannya tak bisa diabaikan begitu saja. Memang sangat disadari, tidak banyak catatan tentang La Ria sebagai dayang sultan di masa itu. Tetapi cerita tutur masyarakat Dompu, ketika sultan wafat di tanah pengasingan, beberapa orang memilih kembali ke Dompu termasuk La Ria.

Pada La Ria kita bisa belajar arti kesetiaan. Pentingnya mencintai profesi tanpa pernah mengeluh. Pada La Ria pula kita bisa mengambil pelajaran tentang tanggung jawab pada sebuah pilihan. Walau kadang pilihan itu tidak menjamin kehidupan yang membuatnya dirinya bisa tertawa lepas, tetapi kadang membuat hati diselimuti duka lara. Menangis dan seolah nasib tidak berpihak. Tapi La Ria justru menjalani pilihannya dengan penuh kesadaran. Dan sepulang dari tanah pengasingan, La Ria memang tidak lagi banyak diketahui rimbanya, selain kembali dalam pelukan keluarganya.

La Ria telah berlalu bersama lajunya waktunya. Ia tenggelam bersama kisah sejarah Dompu. Namanya tak setenar sang Sultan dan kaum bangsawan kala itu. Padanya kita menaruh hormat pentingnya kesetiaan dan pengorbanan pada tugas dan tanggung jawab. Ia telah mengimplementasikan semboyan Nggahi Rawi Pahu (satunya kata dan perbuatan) yang kini menjadi nyanyian sunyi di tengah materialisme menjadi tuhan baru bagi manusia modern.

La Ria, kami tetap mengingatmu. Maka dengan itulah aku menulis tentangmu. Jika kelak keturunanmu membaca tulisan ini, aku akan datang pada mereka untuk mengetahui lebih dalam tentang sepak terjangmu selama menjadi dayang di istana kesultanan Dompu. Kisahmu akan selalu terpatri di sanubari rakyat Dompu. Di sini kami selalu mengenangmu, walau kisahmu sempat terkubur dalam lipatan waktu dan sejarah.

Penulis: Suradin Hu'u