Dua Belas Faktor Determinan Penyebab Stunting

Kategori Berita

.

Dua Belas Faktor Determinan Penyebab Stunting

Koran lensa pos
Kamis, 28 September 2023
gambar ilustrasi


Dompu, koranlensapos.com - Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya. Tidak jarang masyarakat menganggap kondisi tubuh pendek merupakan faktor genetika dan tidak ada kaitannya dengan masalah kesehatan. Faktanya, faktor genetika memiliki pengaruh kecil terhadap kondisi kesehatan seseorang dibandingkan dengan faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan.


Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Dompu, Maman, S. KM., MM. Kes saat menjadi narasumber dalam acara Diseminasi dan Publikasi Data Stunting Hasil Pengukuran Bulan Agustus 2023 yang digelar di Aula Pertemuan Laberka, Selasa (19/9/2023) lalu menyebutkan ada 12 (dua belas) faktor determinan (yang menentukan) terjadinya stunting pada anak.

Pertama, Keluarga Merokok

Ketika ada anggota keluarga yang merokok, akan memengaruhi pertumbuhan bayi. Ketika istri sedang hamil hendaknya suami tidak merokok di dalam rumah. 

"Pengaruh asap rokok ini paling tinggi mencapai 78,34 persen," sebutnya.

Kedua, Tidak memiliki Kartu Jaminan Kesehatan (JKN) 

Tidak memiliki kartu BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan juga bisa menjadi faktor penyebab terjadinya stunting. Karena ketika ibu hamil atau bayi mengalami masalah kesehatan akan enggan mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan karena tidak memiliki biaya dan tidak mempunyai kartu BPJS Kesehatan. Pengaruh tidak memiliki JKN ini 69,77%.


Namun demikian, kata Maman, Kabupaten Dompu termasuk daerah yang sudah menggunakan sistem Universal Health Coverage (UHC). Maka apabila tidak memiliki JKN bisa ditanggulangi dengan berbagai macam cara.

"Disadari memang Kementerian Sosial banyak mengurangi kepesertaan BPJS Kesehatan yang dibiayai pemerintah pusat, tapi di daerah kita masih ada upaya-upaya lain agar masyarakat memiliki kartu JKN," ujarnya.


Ketiga, Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) yang gagal

Di saat anak tidak memiliki nafsu makan, orang tua harus memiliki trik khusus agar anaknya mau makan. 

"Ada kebiasaan yang baik orang Jawa yang saya lihat. Saat anaknya sedang main, ibunya datang membawa makanan dan menyuapinya. Kadang-kadang kebiasaan kita anaknya disediakan makanan, anaknya mau makan atau tidak, tidak terlalu diperhatikan," ucapnya.

Disebutnya PMBA yang gagal ini dapat memengaruhi pertumbuhan bayi (balita) hingga 60,02%.


Keempat, Air minum tidak dimasak.

Kebiasaan mengonsumsi air minum tidak dimasak ditengarai dapat menjadi penyebab terjadinya stunting. Pengaruhnya mencapai 
49,78%.

Kelima, Tidak memberikan ASI Eksklusif (AE)
ASI eksklusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) untuk bayi sejak baru lahir hingga berumur 6 bulan tanpa digantikan oleh minuman serta makanan lain. 

Tidak memberikan ASI eksklusif pada bayi berpengaruh 40,86% sebagai penyebab stunting.

"Biasanya yang dioperasi cesar jarang memberikan ASI eksklusif," ulasnya.

Kelima, Sosial enonomi yang rendah 

Orang tua sibuk bekerja mencari nafkah sehingga anak tidak terurus dengan baik. Ini juga mengganggu tumbuh kembang anak. Pengaruhnya mencapai 39,81%.

Keenam, Sanitasi lingkungan yang buruk (16,52%).
Sanitasi yang buruk memicu terjadinya banyak penyakit yang mudah menyerang tubuh. Terutama bagi masyarakat yang hidup di kawasan padat penduduk. 

Ketujuh, Ibu menikah di bawah usia 20 tahun (15,33%)

Belum matangnya usia sang ibu, mendatangkan konsekuensi tertentu pada si calon anak. Misalnya, angka risiko kematian bayi lebih besar, bayi lahir dalam keadaan prematur, kurang gizi, dan anak berisiko terkena hambatan pertumbuhan atau stunting.

Kedelapan, Riwayat penyakit penyerta (13,66%)

Masalah kesehatan pada anak yang paling sering terjadi adalah masalah infeksi seperti diare, infeksi saluran pernafasan atas, kecacingan dan penyakit lain yang berhubungan dengan gangguan kesehatan kronik. 

Masalah kesehatan anak dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan dikarenakan intake makanan menurun. Hal ini menyebabkan tubuh kehilangan zat gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Masalah kesehatan yang berlanjut menyebabkan imunitas tubuh mengalami penurunan, sehingga mempermudah terjadinya penyakit atau infeksi. Kondisi yang demikian apabila terjadi secara terus menerus maka dapat menyebabkan gangguan gizi kronik yang akan menyebabkan gangguan pertumbuhan seperti stunting. 


Kesembilan, Riwayat Kurang Energi Kronik (KEK) pada ibu hamil (9,58%)

Kekurangan energi kronik merupakan permasalahan kebutuhan nutrisi pada ibu hamil. Kekurangan gizi yang terjadi pada ibu hamil membuat nutrisi yang dikonsumsi ibu digunakan untuk mencukupi kebutuhan ibu sehingga kebutuhan janin menjadi tidak tercukupi. Janin yang tidak tercukupi kebutuhan nutrisinya maka dapat berisiko lahir dalam keadaan berat badan lahir rendah (BBLR) dan sangat berisiko mengalami stunting.

Demikian pula pada ibu yang mengalami anemia atau kurang darah selama kehamilan. Ada beberapa risiko gangguan yang dapat terjadi pada bayi di dalam janin pada ibu yang mengidap anemia. Salah satunya adalah risiko stunting pada anak


Kesepuluh, tidak memiliki jamban sehat (6,85%)

Jamban dan kamar mandi yang kotor akan dihuni banyak bakteri dan virus. Kondisi ini bisa menyebabkan anak mengalami diare atau cacingan.

Kesebelas, Kecacingan (4,79%)

Saat menderita cacingan, anak dapat mengalami gizi buruk karena cacing akan mengambil sari-sari makanan yang dikonsumsi anak. Kondisi gizi buruk inilah yang dalam jangka panjang bisa meningkatkan risiko stunting.

Kedua belas, Lahir dengan berat badan rendah (3,43%).

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan berat badan bayi lahir yang kurang dari 2.500 gram. Bayi dengan BBLR memiliki risiko terjadinya stunting daripada bayi yang lahir dengan berat badan normal. (emo).