Agama, Sains dan Corona Virus

Kategori Berita

.

Agama, Sains dan Corona Virus

Koran lensa pos
Jumat, 27 Maret 2020
Muhammad Amin, M. Pd. I


Pagi ini di beranda facebook saya beredar berita online tentang kepulangan Jama'ah Tabligh asal Bima, Dompu dan Sumbawa yang baru pulang dari Makassar. Kepulangan mereka ini mendadak viral karena salah satu jama'ah diduga terindikasi terpapar Covid 19 yang sedang mewabah. 
Realita ini mendorong hasrat saya untuk menulis tentang Agama, Sains, dan Corona Virus.

Islam adalah agama yang rahmatan lil 'alamin. Islam sendiri berarti selamat, sedangkan agama berasal dari bahasa Sansekerta. "a" berarti tidak dan "gama" berarti kacau. Kata kacau sendiri memiliki padanan kata seperti rusuh, tidak terkendali, gaduh dan lain-lain. Kata rahmat bagi seluruh alam memiliki makna yang jauh lebih luas lagi yaitu memberikan kasih sayang, kedamaian, ketenangan dan rasa saling peduli antara satu dengan yang lainnya. Bukan hanya terhadap sesama manusia, tetapi terhadap hewan, tumbuh-tumbuhan dan lingkungan.

Dari pemaparan singkat di atas dapat kita simpulkan bahwa untuk menjadi seorang muslim yang baik minimal cukup untuk tidak melakukan hal-hal yang bisa menimbulkan kepanikan, kegaduhan, dan kekacauan di tengah-tengah masyarakat dengan mamatuhi anjuran dan imbauan pemerintah mengenai Covid -19 ini.

Jangan sekali-sekali kita berusaha untuk mempertentangkan antara agama dan sains. Sains berpendapat bahwa di tengah wabah Covid -19 ini masyarakat diimbau untuk tidak berkumpul dan bepergian untuk menghindari atau paling tidak meminimalisir penularan virus yang sudah dikategorikan sebagai Pandemi ini. Menurut sebagian pengikut dan aliran dalam islam menganggap bahwa berkumpul dan menjalankan rutinitas dan ritual yang tidak diwajibkan adalah harus dilakukan sehingga memaksa mereka mengadakan dan menghadiri acara Tabligh Akbar seperti yang hendak dilakukan di Gowa beberapa hari yang lalu. Padahal acara seperti itu bisa ditunda pelaksaannya, paling tidak sampai wabah ini berlalu karena acara seperti itu sifatnya tidak wajib seperti melaksanakan sholat 5 waktu yang tidak bisa ditunda pelaksanaannya.

Perlu diketahui bahwa esensi dari Islam adalah Rahmatan lil alamin, juga adalah jangan menjalankan acara keagamaan yang bertentangan dengan substansi agama Islam itu sendiri.

Mempertentangkan Agama dengan sains sejatinya akan mempertontonkan keterbelakangan agama di hadapan sains dan masyarakat dunia. Padahal agama tidaklah demikian seperti yang dipertontonkan itu. Jangan sampai kesalahan atau kekeliruan interpretasi terhadap agama menjadikan citra agama menjadi buruk dan terbelakang.

Beragamalah dengan menjunjung tinggi substansi agama itu sendiri sebagai sebuah keyakinan yang dapat menghadirkan rahmat bagi seluruh alam bukan malah sebaliknya berargama dengan menghadirkan kekacauan, kegaduhan dan kecemasan bagi seluruh masyarakat. 

Marilah kita menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan keagamaan yang mengumpulkan banyak massa untuk menghindari kekacauan dan kepanikan masyarakat karena agama tidak mengajarkan semua itu. Agama mengajarkan kita untuk menghadirkan Rahmat bukan Kiamat, rasa tenang bukan kecemasan, rasa saling menghormati bukan saling membenci.
Agama juga mewajibkan kita untuk menta'ati pemimpin maka mari kita mendengarkan dan menjalankan imbauan dari pemimpin kita untuk menjaga social distancing dan physical distancing atau di rumah saja bila tidak ada yang terlalu penting menyebabkan kita untuk kel uar rumah.

Menta'ati pemerintah merupakan salah satu kewajiban kita sebagai Umat Islam, maka mari dengarkan dan ikuti imbauan pemerintah untuk keselamatan kita bersama. (Penulis adalah Dosen STAI AL - AMIN Dompu).