Pilkada dan Partisipasi Pemuda Oleh : Marga Harun*

Kategori Berita

.

Pilkada dan Partisipasi Pemuda Oleh : Marga Harun*

Koran lensa pos
Sabtu, 27 Juli 2019

Marga Harun
Dalam setiap kebangkitan, pemuda adalah rahasia kekuataanya. Dalam setiap fikrah pemuda adalah pengibar panji-panjinya. (Hasan Al-Banna).

Membaca Pilkada merupakan cara untuk mereduksi segala macam keterbelakangan yang berorientasi pada perbaikan secara besar-besaran dikemudian hari. Pilkada tidak hanya kita maknai sebagai moment pemilihan kepala daerah dan peremajaan perangkat daerah. Bukan juga tentang drama yang berorientasi pada ketakutan akan kekosongan kekuasaan semata. Ataupun tentang sebuah usaha formil yang merepresentasikan teks Undang-Undang Dasar 1945. Tetapi, Pilkada yang dalam hal ini pemilihan kepada daerah Kabupaten Dompu harus dimaknai sebagai jawaban atas keresahan-keresahan yang ada, berupa keresahan masa lalu, keresahan masa sekarang dan keresehan masa yang akan datang. Setiap fase jaman mempunyai PR keresahan masing-masing yang harus di jawab oleh pilkada. Dan pemuda merupakan sekian banyak persoalan yang masuk dalam narasi besar tentang itu. Pemuda merupakan kerangka organik yang dilahirkan untuk menyambung setiap benang sosial yang ada, tentang sejarah, masa kini dan masa depan. Pemuda merupakan anak-anak ideologis dan ontologis dari suatu daerah, pemuda adalah perpaduan imajinasi dan aksi yang masih utuh dalam membicarakan daerah (kabupaten Dompu), karena ditangan pemudalah masa depan akan bersanding. Dibahu mereka harapan besar disandarkan. Mereka adalah tunas hari ini, tetapi dikemudian hari tunas itu akan menjadi sebuah pohon yang sangat rindang dan berbuat lebat untuk menjawab segala keperluan daerah dan masyarakatnya.

Pada tahun 2030-2040, Indonesia diprediksi akan mengalami masa bonus demografi, yakni jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Maka membaca prediksi dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapennas) dan Badan pusat Statistik (BPS) tersebut, tentu setiap elemen masyarakat dan birokrasi harus menyiapkan ruang-ruang demokrasi secara aktif bagi usia-usia produktif. Kenapa harus demikian, karena yang mampu menjawab persoalan jamanya hanyalah anak dari jaman itu sendiri. Siapkah anak dari jaman itu? Tidak lain dan tidak bukan yaitu pemuda. Pemuda harus hadir untuk menyambut setiap peluang dan meminimalisir tantangan yang akan dihadapin oleh daerah dalam menghadapi perkembangan kemajuan. Pemuda harus tampil cerdas dan terampil untuk mewakili kegaduhan suasana perpolitikan hari ini. Ditangan ideal mereka bahan mentah demokrasi akan dibalut menjadi suguhan yang siap di hidangkan untuk semua orang. Maka sudah saatnya mereka ambil posisi pada bagian-bagian penting dalam demokrasi, supaya mereka lebih dini ditempah untuk membekali diri mereka dalam mengarungi masa depan daerahnya yang dalam hal ini kabupaten Dompu. Selain tentang bonus demokrafi, daerah akan dipertemukan dengan sistem industri yang semakin maju. Yaitu tentang revolusi industri tahap 4.0. Revolusi industri ini merupakan proses beralihnya tenaga manusia ke tenaga mesin secara besar-besaran.

Bob Gordon dari Universitas Northwestern, seperti dikutip Paul Krugman (2013), mencatat bahwa sebelumnya telah terjadi tiga revolusi industri. Pertama, ditemukannya mesin uap dan kereta api (1750-1830). Kedua, penemuan listrik, alat komunikasi, kimia dan minyak (1870-1900). Ketiga, penemuan komputer, internet dan telepon genggam (1960 hingga sekarang). Versi lain menyatakan bahwa revolusi industri ke tiga dimulai 1969, melalui munculnya teknologi informasi dan mesin otomasi. Sebagaimana tiga revolusi industri sebelumnya, kehadiran industri 4.0 juga diyakini bakal menaikkan produktivitas. Survei McKinsey (Maret 2017) terhadap 300 pemimpin perusahaan terkemuka di Asia Tenggara menunjukkan, bahwa 9 dari 10 responden percaya terhadap efektivitas industri 4.0. Praktis hampir tidak ada yang meragukannya. Namun ketika ditanya apakah mereka siap mengarunginya, ternyata hanya 48 persen yang merasa siap. Berarti, industri 4.0 masih menyisakan tanda tanya tentang masa depannya. Dan meskipun begitu, kemujuan tidak bisa kita elakkan. Tantangan dan peluang harus dibaca mulai dari sekarang. Dan yang bisa membaca tersebut hanyalah pemuda yang lahir pada jamannya. 

Moment pemilihan kepala daerah Kabupaten Dompu Tahun 2020 merupakan titik awal bagi pemuda untuk mengisi ruang-ruang publik yang ada. Berkaca dari segala problem yang dialami oleh kabupaten Dompu hari ini dan dimasa yang akan datang, sebagai mana sudah kami paparkan diatas. Maka dibutuhkan keterwakilan dari pemuda yang bisa menjawabnya. Pembangunan (infrastruktur) kabupaten Dompu yang tidak merata dan ekonomi daerahnya yang dinikmati oleh segelintir orang, kasus-kasus agraria yang berdampak pada konflik, penanaman modal asing  (asing secara genetik dan secara cultur) yang semakin berjamuran, pemberdayaan pemuda dan usaha menegah ke bawah yang belum maksimal, konflik horizontal dan vertikal yang semakin bertambah setiap tahun serta deretan kasus Narkoba dan kenakan remaja yang semakin membuat tidur kita tidak nyenyak. Melihat kenyataan ini, maka sebagai bagian dari komponen bangsa, pemuda tidak dapat melepaskan diri dan menghindar dari politik. Sebab hakekat manusia termasuk pemuda adalah zoon politicon atau mahluk politik. Pilkada sebagai pengajawantahan dari sistem demokrasi langsung memberikan ruang yang luas bagi rakyat khususnya pemuda untuk berpartisipasi dalam menentukan pemimpin atau mencalonkan diri sebagai figur sosial dalam pesta demokrasi yang akan berlangsung pada tahun 2020 nanti di kabupaten Dompu.

Pemuda harus mengambil peran dalam proses ini. Kita tidak boleh berdiam diri terlalu lama. Sikap apatis dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar dapat membuat pemuda menjadi sampah dalam masyarakat, sikap tersebut tidak bisa manjadikan kita sebagai pemuda dapat bersaing dan berkembang ditengah tuntutan jaman yang semakin maju. Mengutip cuitan Soe Hok Gie "hanya ada dua pilihan, menjadi apatis atau mengikuti arus. tetapi aku memilih untuk mardeka". Begitulah seharusnya pemuda. Maka dari itu, untuk menyambut segala problem yang mungkin dihadapin oleh daerah kabupaten Dompu sekarang dan dimasa yang akan datang, tentu diperlukan pemuda yang harus duduk dalam setiap simpul demokrasi, mereka hadir untuk membaca arah dan peta masa depan tersebut. Karena hanya pemuda yang  berhadapan langsung dengan setiap kemungkinan yang terjadi dikemudian hari. Hanya pemuda yang bisa mentransformasikan kamajuan teknologi dan kemajuan pada jamannya. (*Penulis Direktur LMPD/Lembaga Mahasiswa Pemerhati Daerah)