Muslimin Hamzah Sebut Penamaan "Suku Mbojo" Keliru dan Menyesatkan (4)

Kategori Berita

.

Muslimin Hamzah Sebut Penamaan "Suku Mbojo" Keliru dan Menyesatkan (4)

Koran lensa pos
Jumat, 05 Juli 2019
Muslimin Hamzah
Saran saya, kita orang Bima jangan aneh-aneh, jangan lebay, jangan berfantasi yang berlebihan. Cukup moyang kita yang menggunakan cara-cara gaib sehingga harus bertanya pada roh-roh halus, hantu dan setan tentang dunia manusia Bima. Mereka akhirnya dikibuli oleh mahluk astral, makhluk gaib serta supranatural lain karena gagal paham tentang pada siapa mereka harus bertanya dengan tepat. Sejatinya mereka bertanya pada Allah, pemilik jagad raya ini. Dan itu wajib dilakukan karena Allah sudah memberi kita akal pikiran yang brilian. Karenanya tanpa bermaksud mendiskreditkan moyang kita, merujuk pada pakar kepemimpinan Stephen Covey dalam bukunya yang legendaris “Seven Habits of Highly Effective People” mereka (moyang kita) sudah melakukan hal benar tapi belum melakukan dengan benar. Mereka, orang pintar/pujangga dulu-kala  yang masih pakai cara-cara kurafat dengan media keris pusaka, sesajen, tempat-tempat keramat, jin-jin, hantu-hantu, dedemit-dedemit, setan-setan, roh-roh untuk bertanya maka jadilah cerita-cerita hantu jadi-jadian di Bo seperti Indera Kumala, Sang Bima, Sang Klula, Sang Naka, Indera Zamrut, Jan wa Manjan, Ncuhi Dara,  dan tokoh-tokoh besar namun aneh di Bo yang ditengarai sebagai pendiri negara Bima. Saya berani katakan itu lelucon murahan. Tampaknya itu yang masih dirawat pewaris wangsa Mbojo Nae dan [bukan Bima] untuk diperdagangkan sebagai sumber penguat dinasti politik eks bangsawan di Tanah Bima.
   
       Selalu saja ada yang bilang pada saya jangan menghakimi raja, penulis sejarah, pujangga, juru tulis dan orang dulu yang sudah tiada. Itu tidak elok, kata mereka. Loh, kalau konsep mereka salah karena belum “melakukan dengan benar”  harus kita koreksi. Justru kesalahan itu bisa menjadi dosa jariah bagi mereka. Dengan koreksi ini kita bebaskan orang dulu dari kesalahan menahun pada anak cucunya. Karena ego kita, jangan berlindung dengan pura-pura berewuh pakewuh. Ini untuk kebaikan Bima bukan kelompok. 
Kepada Dinas Pendidikan tanggaplah, kritislah, karena hal ini akan anda pertanggungjawabkan dunia akhirat. Bahwa penamaan itu salah besar dan menyesatkan jangan malah ikut mendukung buku-buku yang salah untuk dibaca anak-nak kita di sekolah. Kita “lakukan dengan benar” seperti saran Covey.  Termasuk untuk  bupati, bertindaklah karena ini menyangkut identitas kita yakni Bima. Jangan biarkan nama Bima sebagai suku-bangsa dibajak, dengan dasar ego dan pertimbangan tanpa akal sehat. (Bersambung)