Kadistanbun Dompu Jelaskan Korelasi Antara Jatah Pupuk Subsidi dengan Kepemilikan Lahan

Kategori Berita

.

Kadistanbun Dompu Jelaskan Korelasi Antara Jatah Pupuk Subsidi dengan Kepemilikan Lahan

Koran lensa pos
Selasa, 31 Januari 2023

 

Kadistanbun Kabupaten Dompu, Muhammad Syahroni, SP., MM didampingi Kabid PSP, Edy Chaidir, SP saat memimpin rapat evaluasi 2022 dan perencanaan tahun 2023 terkait pupuk bersubsidi beberapa waktu lalu



Dompu, koranlensapos.com - Tidak jarang didengar adanya keluhan petani tentang terbatasnya kuota pupuk bersubsidi yang diperoleh. Pupuk yang dia dapatkan jauh dari kebutuhannya karena dia memiliki banyak lahan pertanian. Padahal dia juga tergabung dalam kelompok tani resmi dan terdata. Mengapa hal itu terjadi?

"Hal itu memang kerap menjadi pertanyaan publik. Termasuk di Kabupaten Dompu NTB," jelas Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Dompu, Muhammad Syahroni, SP., MM.


Dijelaskan Syahroni, hal demikian terjadi disebabkan karena beberapa faktor. Bisa jadi memang alokasi pupuk subsidi yang terbatas. Bisa jadi juga ada hal atau syarat lain yang menyebabkan yang bersangkutan tidak bisa mendapatkan pupuk subsidi. Misalnya kepemilikan lahan yang bersangkutan lebih dari 2 (dua) hektar.

"Ya itulah konsekuensi pupuk subsidi sebagai barang pemerintah dan bukan barang bebas. Tentu dalam pengalokasiannnya selalu diikuti oleh sebuah regulasi," terangnya.


Syahroni mengemukakan regulasi yang mengatur hubungan kepemilikan lahan dan pupuk subsidi tersebut tertuang dalam Perarmturan Menteri Pertanian (PERMENTAN) Nomor 10 tahun 2022 khususnya pada pasal 3. Di pasal 3 itu bahwa pupuk bersubsidi diperuntukan bagi petani yang melakukan usaha tani dengan lahan paling luas 2 (dua) hektar pada setiap musim tanamnya.


Perlu dimaklumi pula, lanjutnya bahwa di era sekarang penginputan kebutuhan pupuk subsidi berbasis pada APLIKASI baik itu e-RDKK maupun e-ALOKASI. Di mana penginputan berbasis aplikasi. Inilah yang akan digunakan sebagai dasar penerima pupuk subsidi.


"Bisa saja selama ini ketika penginputan manual, terkait  kepemilikan lahan dengan nama yang sama tidak dipermasalahkan. Sepanjang dia memiliki lahan maka dia pun berhak mendapat pupuk subsidi. Saat sekarang hal tersebut sudah tidak bisa dilakukan lagi. Karena dasar penginputan adalah melalui APLIKASI yang langsung tersambung ke pusat. Dan dalam penginputan yang digunakan sebagai basis identitas penerima pupuk subsidi adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK)," ujarnya.

Artinya dalam tahapan penginputan jika seseorang dengan NAMA dan NIK yang sama, kendati dia memiliki banyak lahan,  yang bisa tercover hanya pada lahan seluas maksimal 2 hektar dan pada lahan yang lain secara otomatis akan tertolak.

Kenapa hal tersebut terjadi? Karena memang prinsip dasar barang subsidi adalah bantuan dari pemerintah untuk masyarakat petani yang relatif tidak mampu dalam meringankan biaya produksi demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut.


Artinya petani dengan kepemilikan lahan lebih dari dua hektar asumsi pemerintah adalah petani yang "mampu" dan jika yang bersangkutan menginginkan produksi optimal maka pilihannya adalah menggunakan pupuk non subsidi yang tentu sama-sama kita ketahui harganya relatif lebih mahal.


"Kesimpulannya terhadap regulasi tersebut dibutuhkan juga kearifan dari masyarakat untuk bisa sama-sama memahami akan ketentuan tersebut. Karena ketika regulasi ini dilanggar tentu akan bersinggungan dengan ranah hukum. Dan yang pasti saat ini bicara skala nasional terkait permasalahan pupuk bersubsidi telah menjadi atensi APH karena memang dirasakan ada potensi penyimpangan yang terjadi salah satunya adalah kesalahan peruntukan akan alokasi pupuk subsidi tersebut," pungkasnya. (emo).