LOA dan Spirit Jamaah Yakub

Kategori Berita

.

LOA dan Spirit Jamaah Yakub

Koran lensa pos
Minggu, 13 November 2022

 

Bersama Jamaah Yakub, M. Pd (memakai rompi) di area pemakaman di Kelurahan Dorotangga usai launching Kelurahan Dorotangga sebagai Kerukunan Percontohan pada Selasa (8/11/2022) lalu


Dompu, koranlensapos.com - Gaya bicaranya agak cepat dan berapi-api. Sikapnya santun dan bersahaja. Senyuman keramahan selalu menyertai setiap ucapan yang keluar dari bibirnya.

Dialah Jamaah Yakub, salah satu dosen senior di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Yayasan Pendidikan Islam (YAPIS) Dompu. 

Jamaah Yakub mengemukakan nasib seseorang akan bisa berubah bila ia memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar. Pendidikan akan mengubah perilaku hidup serta karakter seseorang. Menurutnya tidak ada orang miskin dan bodoh selama mau belajar dengan semangat yang tinggi. Belajar harus disertai motivasi diri yang tinggi. 

Jamaah Yakub berbicara demikian bukan sekadar hiasan bibir. Ia sendiri yang mengalaminya. Kepahitan hidup dirasakannya sejak kecil. Ia terlambat sekolah karena tidak memiliki uang untuk membeli pakaian seragam sekolah dan buku-buku. Kedua orang tuanya tidak mampu membelikan pakaian sekolah dan buku-buku untuknya.

"Kehidupan kami benar-benar pahit. Saya anak ketiga dari delapan bersaudara. Sehari-hari makan gadung, ubi, atau singkong," ucap Jamaah Yakub datar mengenang masa kecilnya di wilayah pelosok bagian selatan tepatnya di Desa Daha Kecamatan Hu'u Kabupaten Dompu. 

Namun kondisi demikian tidak membuatnya putus harapan. Bangkit spirit dan motivasi yang tinggi dari dalam dirinya. Ia bertekad kuat harus bersekolah. Ia harus membeli pakaian dan buku agar bisa bersekolah. 

Ide brilian muncul di benak Jamaah yang waktu itu usianya sekitar belasan tahun. Ia pergi ke hutan di dekat kampungnya di Desa Daha untuk memetik buah loa (trenggulun) (Loa adalah salah satu jenis buah-buahan hutan. Kemungkinan hanya ada di Pulau Sumbawa. Bentuknya persis buah kesambi. Rasanya manis dan harum kalau sudah matang. Warna kulitnya merah tua kehitam-hitaman bila sudah matang. Pohonnya tinggi bisa mencapai belasan meter. Dahan dan rantingnya berduri tetapi tidak terlalu tajam. Daunnya yang masih muda enak dibuat lalapan).

Buah loa matang berhasil dipetiknya. Jumlahnya mencapai 3 karung bekas wadah pupuk. Lalu ia memikul 3 karung buah loa itu dari Desa Daha menuju ke Desa Jala. Ia akan menjual buah loa itu di Desa Jala. 

"Saya berjalan kaki memikul tiga karung buah loa lewat jalan pintas menyusuri sawah dari Daha menuju Jala. Jaraknya sekitar enam kilometer," kisahnya.

Dari penjualan buah loa itu, Jamaah mendapat uang untuk membeli pakaian sekolah dan buku.

"Saya dapat uang lima ratus perak dari hasil menjual buah loa itu lalu saya gunakan beli pakaian dan buku akhirnya saya bisa masuk sekolah SD di Daha," kenangnya.

Karena terlambat masuk sekolah dan badannya sudah besar, akhirnya oleh guru dimasukkan langsung di kelas 3 SD. Ia tidak malu. Ia terus berpacu mengejar ketertinggalan. Semangat belajarnya tinggi. Dua bulan kemudian bisa membaca dan menulis. Semangat belajar yang tinggi membuatnya berprestasi sehingga berhasil meraih rangking satu di kelasnya. Mengingat badannya yang besar dan umurnya sudah melewati siswa-siswa lainnya serta kecerdasannya, kepala sekolah menyuruhnya langsung ikut ujian akhir dan berhasil tamat SD.

"Untuk menyesuaikan umur di ijazah saya ditulis saya lahir tahun 1975 sebenarnya saya lahir tahun 1972," ujarnya sembari tersenyum mengenang masa kecilnya.

Ia mengaku di masa kecilnya sering menjual buah loa, buah asam maupun menjual rumput untuk makanan kuda.

Semangat belajar yang tinggi membuatnya nekat untuk merantau. Setelah tamat SD sekitar tahun 1988, Jamaah mulai meninggalkan kampung halamannya. Ia merantau ke kota Dompu. Jaraknya dari kampungnya sekitar 50 kilometer tetapi karena jalur transportasi serta kendaraan angkutan saat itu masih sulit sehingga harus meninggalkan tanah kelahirannya.

"Waktu itu masih pakai truk atau naik kuda," ucapnya.

 Ia melanjutkan pendidikan menengah di Madrasah Tsanawiyah Kandai Dua (sekarang MTsN 1 Dompu di Kelurahan Kandai Dua Kecamatan Woja Kabupaten Dompu). Setelah itu melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kandai Dua yang letaknya bersebelahan dengan MTs. 

Selama menimba ilmu di MTs dan MAN Kandai Dua, Jamaah tinggal di Montabaru. Dari Montabaru jalan kaki menuju sekolah. Jaraknya sekitar satu kilometer. Pulang sekolah juga berjalan kaki. Pada saat itu Montabaru dan Kandai Dua menjadi tempat tinggal bagi anak-anak perantauan dari kecamatan-kecamatan yang jauh dari wilayah perkotaan.

Semasa MTs dan MAN semangat belajarnya tidak pernah pudar. Karena itu ia tetap mendapatkan juara. Bea siswa Supersemar pun kerap diperolehnya.

"Saya tamat dari  Madrasah Aliyah tahun 1994," ujarnya.

Selama menempuh pendidikan di MTs dan MAN Kandai Dua, Jamaah mencari nafkah sendiri. Pernah menjadi kusir benhur (benhur adalah sebutan masyarakat Dompu untuk kendaraan angkutan tradisional yang ditarik oleh seekor kuda. Di beberapa daerah lain di Nusantara ada yang menyebut dengan delman, andong, dokar, maupun cidomo). Jamaah pernah berjualan es dan menjadi tukang kayu.

"Saya juga pernah jual bakso selama tiga tahun di Lapangan Simpasai," sebutnya.

Setamat dari MAN, Jamaah Yakub melanjutkan pendidikan Strata Satu di IAIN Mataram. Ia mengambil jurusan Tarbiyah. Selepas kuliah, ia mengajar di salah satu kampus di Mataram selama 14 tahun. Setelah itu ia mencoba mencari bea siswa S2. Berbekal bantuan dari mantan gurunya, H. Moh. Nasuhi dan rekannya Furkan (sekarang Kabag Hukum DPRD Dompu), ia berhasil menemui H. Anwar Manan, sang pendiri YAPIS Dompu. Walhasil ia mendapatkan bea siswa dari YAPIS Dompu tahun 2007. Ia melanjutkan pendidikan magister di Yogyakarta pada program studi Ilmu Pendidikan. Beberapa hari sebelum melanjutkan studi ke Yogyakarta, ia dipertemukan oleh Allah dengan sang kekasih pujaan hatinya, Hartati, gadis asal Desa Sondosia Kabupaten Bima. Hartati waktu itu bekerja di Indosat di Mataram. Pertemuan singkat itu membuat Jamaah Yakub jatuh hati pada Hartati. Gayung bersambut, Hartati pun menerima. Keduanya  melangsungkan pernikahan di tahun 2007 itu.  

Jamaah meraih gelar Magister Pendidikan (M. Pd) pada tahun 2009. Setahun kemudian mulai beraktivitas sebagai dosen di STIE YAPIS.

"Tahun 2010 saya mulai mengajar di STIE YAPIS. Tapi karena basic saya di pendidikan sehingga saya pindah ke STKIP YAPIS sampai sekarang," katanya.

Jamaah juga aktif dalam program-program sosial bekerja sama dengan Dinas Sosial Kabupaten Dompu bahkan dengan Kementerian Sosial RI. Ia pernah menjadi Asesor, Trainer Pendamping, Trainer Mandiri, Tenaga Ahli dan Fasda Inovasi. 

"Kepahitan hidup yang saya alami membuat saya ingin berbuat sesuatu yang berguna bagi masyarakat banyak," ucapnya.

Kembali ia menerangkan pendidikan akan bisa mengubah nasib hidup seseorang. Karena itu, dengan keterbatasan kemampuan yang dimilikinya, Jamaah mendirikan SMP Islam Terpadu. Buah loa menjadi inspirasi baginya dalam mendirikan sekolah itu. Karena itu, ia menamakan sekolah itu SMP IT LOA. Awalnya masih menumpang di SDN 14 Dompu (dekat Markas Kodim 1614/Dompu). Kemudian sekitar 2 tahun lalu sudah membangun ruang belajar sendiri. 

"LOA itu bukan singkatan tetapi kata. Artinya ada dua. Pertama buah loa. Saya mengingat masa kecil saya dulu. Saya bisa masuk sekolah karena menjual buah loa. Kedua loa berarti cendekia, cerdas atau pintar. Hanya pendidikan yang membuat seseorang bisa pintar," urainya.

Sekalipun SMP Islam Terpadu, Jamaah mengaku ada juga siswa non muslim yang menimba ilmu di sekolah yang didirikannya tersebut. 

"Yang non muslim berasal dari Sumba. Jumlahnya ada 5 anak. Tapi sekarang tinggal dua. Yang tiga sudah lulus," akunya.

Para siswa non muslim diperbolehkan tidak mengikuti pelajaran saat mata pelajaran keagamaan. 

Diakuinya sikap toleransi sudah diperlihatkan oleh para siswanya di SMP IT LOA. Para siswa yang muslim menghargai teman-temannya yang non muslim. Demikian pula sebaliknya, siswa yang non muslim menghargai teman-temannya yang muslim.

"Kalau teman-temannya yang muslim sholat di musholla atau masjid, mereka yang non muslim merapikan sandal di luar bahkan menyiapkan air wudhu," ujarnya.

Diakui Jamaah, para siswa di sekolah yang dibangunnya itu bisa mengenyam pendidikan secara gratis. Bahkan pakaian dan perlengkapan sekolah diberikan secara cuma-cuma. 

Jamaah punya rencana ke depannya untuk mendirikan SMK Olahraga.

Kepahitan hidup yang dijalani memberikan spirit bagi dirinya untuk terus berbuat banyak bagi kepentingan anak-anak bangsa terutama di sektor pendidikan. 

"Cukup saya saja yang mengalami kepahitan itu,' tuturnya.

Menurutnya di masa kini peluang untuk meraih jenjang pendidikan setinggi-tingginya terbuka lebar. Asalkan memiliki semangat yang tinggi untuk meraih prestasi dibarengi moralitas yang baik dan motivasi diri yang kuat. Beragam bea siswa akan dapat direngkuh. 

"Jangan sampai sudah miskin, tidak punya moral, nakal, lalu tidak punya motivasi. Maka sampai kapan ada perubahan ?," ujarnya.

Menurutnya tidak akan ada orang miskin dan bodoh selama mau belajar dan punya motivasi diri yang tinggi.  Kalau mau belajar tidak butuh uang. Berbagai macam program bea siswa menanti. Ia sudah mengalaminya sendiri. Dari MTs hingga S2 selalu menerima bea siswa karena prestasi.

"Apakah dari dusun, dari kota, dari mana pun kalau dia punya motivasi bagus dibarengi moral bagus, maka biaya pendidikan akan bisa didapatkan secara gratis. Sekarang ada bea siswa UKT, Bea siswa prestasi dan lain-lain," ucapnya dengan penuh semangat.

Di akhir penuturannya, Jamaah menekankan pentingnya doa restu dari orang tua. Kesuksesan anak sangat ditentukan oleh restu orang tua. Tidak boleh membantah terhadap orang tua. Apalagi bersikap kasar dan mendurhakainya. Jamaah berbicara begitu berdasarkan pengalaman hidupnya sendiri. Ia tidak pernah berani menolak (membantah) pesan dari orang tuanya meskipun berbeda dengan kehendaknya.

"Prinsip hidup saya pantang menolak kata-kata orang tua. Modal hidup saya hanya itu ikuti kata orang tua. Kalau sudah ikut orang tua itu hidup selesai. Semua yang ingin kita lakukan akan selesai selama menuruti pesan orang tua. Jangan mendurhakai orang tua. Yang penting restu orang tua selesai. Untuk ukuran sekarang orang tua belum tentu bisa memberikan arahan kepada kita karena keterbatasannya. Tinggal minta restu. Kalau orang tua bilang ia, ya dilakukan. Kalau orang tua bilang jangan ya jangan," pungkasnya. (emo).