Mengenang Peristiwa Kelam G30S PKI

Kategori Berita

.

Mengenang Peristiwa Kelam G30S PKI

Koran lensa pos
Jumat, 01 Oktober 2021

 

         Tujuh Pahlawan Revolusi


G30S PKI 

atau gerakan 30 September yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi salah satu sejarah pahit bagi pemerintah Indonesia pada waktu itu. Peristiwa ini terjadi tepat 56 tahun silam.

Dikutip dari Detikedu bahwa PKI merupakan salah satu partai tertua dan terbesar di Indonesia. Partai ini mengakomodir kalangan intelektual, buruh, hingga petani. Pada pemilu tahun 1955, PKI berhasil meraih 16,4 persen suara dan menempati posisi keempat di bawah PNI, Masyumi, dan NU.

Sejarah berdirinya PKI tak lepas dari Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV), partai kecil berhaluan kiri yang didirikan oleh tokoh Sosialis Belanda, Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet atau dikenal dengan Henk Sneevliet.

Dikutip dari buku Sejarah untuk Kelas XII oleh Nana Supriatna, ISDV menyusup ke partai-partai lokal baik besar maupun kecil, seperti Sarekat Islam (SI). Beberapa tokoh SI yang melejit pada saat itu antara lain Semaoen dan Darsono, yang tak lain berperan penting dalam pendirian PKI.

Pada tahun 1920-an, ISDV kemudian mengilhami lahirnya PKI dengan Semaoen sebagai ketua dan Darsono menjadi wakilnya. Dalam buku Tan Malaka: Pergulatan Menuju Republik 1897-1925 yang ditulis oleh Harry A. Poeze, Tan Malaka sempat mengusulkan PKI sebagai Partai Nasional Revolusioner Indonesia. Namun, nama yang diusulkannya ditolak oleh Semaoen.

Sejarah G30S PKI

Peristiwa G30S PKI terjadi pada tahun 1965 dan dimotori oleh Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit, pemimpin terakhir PKI. Di bawah kendali DN Aidit, perkembangan PKI semakin nyata walaupun diperoleh melalui sistem parlementer.

Dikutip dari buku Api Sejarah 2 oleh Ahmad Mansur Suryanegara, menurut Arnold C. Brackman, DN Aidit mendukung konsep Khrushchev, yakni "If everything depends on the communist, we would follow the peaceful way (bila segalanya bergantung pada komunis, kita harus mengikuti dengan cara perdamaian)."

Pandangan itu disebut bertentangan dengan konsep Mao Ze Dong dan Stalin yang secara terbuka menyatakan bahwa komunisme dikembangkan hanya dengan melalui perang.

G30S PKI terjadi pada malam hingga dini hari, tepat pada akhir tanggal 30 September dan masuk 1 Oktober 1965.

Gerakan pemberontakan yang dilakukan oleh PKI mengincar perwira tinggi TNI AD Indonesia. Tiga dari enam orang yang menjadi target langsung dibunuh di kediamannya. Sedangkan lainnya diculik dan dibawa menuju Lubang Buaya.

Keenam perwira tinggi yang menjadi korban G30S PKI antara lain Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.

Tujuan G30S PKI

Tujuan utama G30S PKI adalah menggulingkan pemerintahan era Soekarno dan mengganti negara Indonesia menjadi negara komunis. Seperti diketahui, PKI disebut memiliki lebih dari 3 juta anggota dan membuatnya menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia, setelah RRC dan Uni Soviet.

Selain itu, dikutip dari buku Sejarah untuk SMK Kelas IX oleh Prawoto, beberapa tujuan G30S PKI adalah sebagai berikut:

1. Menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjadikannya sebagai negara komunis.

2. Menyingkirkan TNI Angkatan Darat dan merebut kekuasaan pemerintahan.

3. Mewujudkan cita-cita PKI, yakni menjadikan ideologi komunis dalam membentuk sistem pemerintahan yang digunakan sebagai alat untuk mewujudkan masyarakat komunis.

4. Mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis.

5. Kudeta yang dilakukan kepada Presiden Soekarno tak lepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional.

Kronologi G30S PKI

Tindakan dan penyebarluasan ideologi komunis yang dilakukan oleh PKI menimbulkan kecurigaan dari kelompok anti-komunis. Tindakan tersebut juga mempertinggi persaingan antara elit politik nasional.

Kecurigaan semakin mencuat dan memunculkan desas-desus di masyarakat, terlebih menyangkut kesehatan Presiden Soekarno dan Dewan Jenderal Angkatan Darat.

Di tengah kecurigaan tersebut, Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalyon I Kawal Resimen Cakrabirawa, yakni pasukan khusus pengawal Presiden, memimpin sekelompok pasukan dalam melakukan aksi bersenjata di Jakarta.

Pasukan tersebut bergerak meninggalkan daerah Lubang Buaya. Peristiwa ini terjadi pada tengah malam, pergantian hari Kamis, 30 September 1956 menuju hari Jumat, 1 Oktober 1965.

Kudeta yang sebelumnya dinamakan Operasi Takari diubah menjadi gerakan 30 September. Mereka menculik dan membunuh para perwira tinggi Angkatan Darat. Aksi tentara tersebut pada tanggal 30 September berhasil menculik enam orang perwira tinggi Angkatan Darat.

Enam Jenderal yang gugur dalam peristiwa G30S PKI antara lain Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.

Di samping itu, gugur pula ajudan Menhankam/Kasab Jenderal Nasution, Letnan Satu Pierre Andreas Tendean dan pengawal Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena, Brigadir Polisi Satsuit Tubun.

Salah satu Jenderal yang berhasil selamat dari serangan PKI adalah AH Nasution. Namun, putrinya yang bernama Ade Irma Suryani Nasution tidak bisa diselamatkan. Sementara itu, G30S PKI di Yogyakarta yang dipimpin oleh Mayor Mulyono menyebabkan gugurnya TNI Angkatan Darat, Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugiyono.

Kolonel Katamso merupakan Komandan Korem 072/Yogyakarta. Sedangkan Letnan Kolonel Sugiyono merupakan Kepala Staf Korem. Keduanya diculik dan gugur di Desa Kentungan, sebelah utara Yogyakarta.

Latar Belakang G30S PKI

Secara umum, G30S PKI dilatarbelakangi oleh dominasi ideologi Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (NASAKOM) yang berlangsung sejak era Demokrasi Terpimpin diterapkan, yakni tahun 1959-1965 di bawah kekuasaan Presiden Soekarno.

Beberapa hal lain yang menyebabkan mencuatnya gerakan yang menewaskan para Jenderal ini adalah ketidakharmonisan hubungan anggota TNI dan juga PKI. Pertentangan pun muncul di antara keduanya. Selain itu, desas desus kesehatan Presiden Soekarno juga turut melatarbelakangi pemberontakan G30S PKI.

Itulah sejarah G30S PKI. Setelah gerakan tersebut berhasil ditumpas, muncul berbagai aksi dari kalangan masyarakat untuk membubarkan PKI. (Tim).