Upaya Sektor Pertanian dalam Menghadapi Perubahan Iklim

Kategori Berita

.

Upaya Sektor Pertanian dalam Menghadapi Perubahan Iklim

Koran lensa pos
Selasa, 22 Juni 2021

Oleh : Nurul Sakinah 

                           Nurul Sakinah


          Di sejumlah wilayah Indonesia gejala perubahan iklim semakin dirasakan. Hal ini tidak dapat dihindari karena disebabkan pemanasan global (global warming) dan diyakini akan berdampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan, sektor pembangunan terutama sektor pertanian. Pertanian merupakan sektor yang mengalami dampak paling serius akibat perubahan iklim. Tiga faktor utama yang terkait dengan perubahan iklim global yang berdampak terhadap sektor pertanian yaitu, perubahan pola hujan, meningkatnya kejadian iklim ekstrim, peningkatan suhu udara dan permukaan air laut. 
Kejadian iklim ekstrem berupa banjir dan kekeringan menyebabkan tanaman yang mengalami kerusakan semakin luas, kegagalan pertumbuhan dan panen yang berujung pada penurunan produktivitas dan produksi, kerusakan sumber daya lahan pertanian, peningkatan frekuensi, luas, bobot/intensitas kekeringan, peningkatan intensitas gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT). Peningkatan permukaan air laut menyebabkan penciutan lahan sawah di daerah pesisir dan perubahan pola curah hujan juga menurunkan ketersediaan air pada waduk. Dengan kondisi perubahan curah hujan tersebut, jika petani tetap menerapkan pola tanam seperti kondisi normal maka kegagalan panen akan semakin sering terjadi. Petani juga perlu mengubah pola tanam padi-padi menjadi padi-nonpadi.
          Solusi sektor pertanian dalam menghadapi perubahan iklim yaitu menyiapkan dan mengembangkan berbagai paket inovasi teknologi antara lain Kalender Tanam Terpadu Atau Katam terpadu untuk tanaman pangan. Kalender ini dibuat guna mengantisipasi variabilitas iklim yang dapat diakses oleh siapa saja baik petani maupun penyuluh dan pemangku kepentingan di pusat maupun daerah. Sistem Informasi ini merupakan alat bantu yang handal untuk pemandu dan pedoman dalam penyesuaian waktu dan pola tanam tanaman pangan serta teknologi budidaya yang paling tepat dan melakukan mitigasi. 
Mitigasi adalah upaya memperlambat laju pemanasan global serta perubahan iklim melalui penurunan pancara gas rumah kaca serta peningkatan penyerapan gas rumah kaca. Program ini lebih difokuskan pada aplikasi teknologi rendah emisi, antara lain varietas unggul dan jenis tanaman yang rendah emisi dan dengan kapasitas absorbsi karbon tinggi, penyiapan lahan tanpa bakar, pengembangan dan pemanfaatan biofuel, penggunaan pupuk organik, biopestisida dan pakan ternak rendah emisi gas rumah kaca. 
Sebagai pribadi dan komunitas, kita juga dapat berpartisipasi dalam upaya mitigasi ini dengan mempraktekkan hal-hal seperti mengurangi pengunaan aerosol, menghemat air dan energi, mendaur ulang barang-barang seperti plastik, kertas dan kardus, gelas serta kaleng.
Adapun metode lain yang bisa dilakukan yaitu dengan melalukan adaptasi. Adaptasi adalah cara-cara yang dilakukan oleh orang dan atau sekelompok orang. Adaptasi mengacu pada mekanisme penyesuaian dalam aspek ekologi, sistem sosial atau ekonomi dalam merespon dampak yang terjadi akibat perubahan iklim. Proses adaptasi pada perubahan iklim terdiri atas empat tahap, yaitu  :
sinyal deteksi suatu mekanisme untuk menentukan tentang hal-hal yang harus ditanggapi dan yang diabaikan, 
evaluasi merupakan proses penafsiran sinyal dan merupakan bentuk evaluasi dari konsekuensi yang akan muncul di masa yang akan datang, 
keputusan dan respon, merupakan proses yang menghasilkan perubahan perilaku yang dapat diamati,
umpan balik, yaitu proses yang melibatkan pemantauan dari respon yang merupakan hasil keputusan dari keputusan untuk menilai kesesuaian atau tidaknya dengan harapan. 
Kegiatan adaptasi terdiri dengan dua cara yaitu adopsi teknologi dan adaptasi pengelolaan. Pertama, adopsi teknologi (Surmaini dkk., 2011). Teknologi yang dapat diadopsi sebagai strategi adaptasi terhadap perubahan iklim yaitu: penyesuaian waktu tanam, penggunaan varietas unggul tahan kekeringan, rendaman, dan salinitas, serta pengembangan teknologi pengelolaan air. Kedua, adaptasi dalam pengelolaan RAN MAPI (KLH, 2007). Adaptasi dalam manajemen atau pengelolaan usaha tani yang perlu diimplementasikan adalah: 
Melakukan usaha tani hemat air dengan mengurangi tinggi genangan pada lahan sawah;
Membenamkan sisa tanaman ke tanah sebagai penambah bahan organik tanah untuk meningkatkan kesuburan;
Melakukan percepatan tanam dengan teknologi tepat guna antara lain pengolahan tanah minimum (TOT/Tanpa Olah Tanah) atau Tabur Benih Langsung;
Mengembangkan System Rice Intensification (SRI) dan pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dalam rangka usaha tani hemat air;
Mensosialisasikan teknologi hemat air melalui sistem irigasi: Sprinkle Irrigation, Trickle Irrigation, Intermitten Irrigation;
Mengembangkan teknologi hemat air dengan mengintensifkan lahan basah saat El Niño dan lahan kering saat La Niña; dan 
Menerapkan good agricultural practices (GAP) guna revitalisasi sistem usaha tani yang berorientasi pada konservasi fungsi lingkungan hidup.

Jadi kesimpulannya perubahan iklim yang ekstrim menyebabkan kegagalan pertumbuhan dan panen sehingga penurunan produktivitas dan produksi pertanian sangat mungkin terjadi. Adapun usaha untuk mengatasi hal tersebut adalah melakukan inovasi teknologi dalam bentuk sistem informasi sebagai pedoman dalam penyesuaian waktu dan pola tanam tanaman, mitigasi sebagai upaya memperlambat laju pemanasan global dan adaptasi teknologi serta adaptasi pengelolaan pertanian. (*Penulis adalah Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang  NIM: 202010210311014)