Dodo Kurniawan, dari Ojek Motor, Operator Hingga Jadi Doktor di Usia 33 Tahun

Kategori Berita

.

Dodo Kurniawan, dari Ojek Motor, Operator Hingga Jadi Doktor di Usia 33 Tahun

Koran lensa pos
Kamis, 24 Juni 2021
                      Dodo Kurniawan



Dompu, koranlensapost.com - Tekad yang kuat disertai dengan usaha dan perjuangan yang gigih plus pantang menyerah pasti akan menuai hasil yang diimpikan. 

Dodo Kurniawan seorang anak muda asal Desa Matua Kecamatan Woja Kabupaten Dompu telah membuktikan hal itu. Impiannya meraih gelar akademik jenjang Strata Tiga berhasil diraihnya. Bahkan gelar Doktor itu dicapainya di usia yang masih sangat muda yaitu 33 tahun.

Kisah perjalanan hidupnya dalam meraih impian menjadi seorang Doktor sungguh menginspirasi.

Ditemui media ini beberapa hari lalu, Dodo mengisahkan sekilas perjalanan hidupnya. Ia berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya adalah petani kecil di desanya sehingga kondisi ekonomi keluarga pas-pasan. Saat ia duduk di kelas dua SMA, sang bunda menghadap Ilahi untuk selama-lamanya. 

Dodo menyelesaikan pendidikan lanjutan atas di SMA Negeri 1 Dompu tahun 2006. Semasa SMA, Dodo memang selalu juara kelas. Bahkan ketika di kelas 3 SMA ia terpilih masuk dalam kelas akselerasi, kelas khusus untuk siswa berprestasi saat itu. Prestasi puncaknya ia meraih Juara Umum III Jurusan IPS di sekolah tersebut.
Selepas SMA, teman-temannya banyak yang melanjutkan kuliah ke Malang, Makassar dan Mataram. Hal itu sempat membuatnya berkecil hati. Berprestasi di SMA selayaknya melanjutkan ke bangku perguruan tinggi. Tetapi apa daya, ekonomi keluarga yang pas-pasan tidak mendukung.

Di saat itu ia mulai berpikir untuk bekerja guna membantu ekonomi keluarga. Menjadi tukang ojek adalah pilihannya. Dengan menggunakan motor butut sewaan, pemuda kelahiran 20 Maret.1987 itu mencari dan mengantar penumpang ke sana ke mari. 
"Hasil mengojek ternyata lumayan. Saya mengojek setengah hari bisa untuk membayar sewa motor dan bisa untuk di-save (disimpan) dan untuk kebutuhan sehari-hari," ujarnya sembari tersenyum mengenang masa-masa ia menjadi tukang ojek.

Akhirnya ia berkeinginan untuk kuliah sekaligus mengambil sepeda motor kreditan. Dengan bermodalkan uang Rp. 2 juta hasil gadai tanah, ia nekat mendaftar di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Yayasan Pendidikan Islam (YAPIS) Dompu dan mengambil kreditan sepeda motor.

"Satu setengah juta saya pakai kredit motor dan sisanya lima ratus (ribu) saya gunakan untuk mendaftar di STIE (YAPIS Dompu)," kisahnya.

Dodo mengatakan saat akan mendaftar di STIE YAPIS Dompu dengan uang Rp. 500 ribu ini membuatnya terharu. Ia mendatangi Ketua Yayasan H. Anwar Manan (alm) di kantornya (waktu itu Kepala BKKBN Dompu) untuk menyampaikan keinginannya kuliah. Gayung bersambut. Pendiri Perguruan Tinggi Swasta pertama di Dompu tersebut merestuinya. Dodo diterima sebagai mahasiswa di kampus yang berlokasi di Sawete Kelurahan Bali Kecamatan Dompu itu. Ia memilih Jurusan Ilmu Manajemen.

"Inilah yang membuat saya selalu mengenang jasa dan kebaikan almarhum (H. Anwar Manan)," ucapnya.

Dodo kemudian menceritakan pula kisahnya saat hendak kredit sepeda motor. Ia mendatangi dealer motor dengan mengantongi uang Rp. 1,5 juta sebagai DP (down payment) alias uang muka. Ternyata pihak dealer tidak memperbolehkan dirinya mengambil kredit motor karena persyaratannya harus yang sudah berumah tangga. 

"Akhirnya saya minta bantuan tetangga saya untuk mengatasnamakan kredit motor saya karena saya waktu itu masih lajang," tuturnya.

Sejak saat itu (tahun 2006), Dodo melakoni profesi ganda. Pagi hari menjadi tukang ojek dan siang hari sebagai mahasiswa. Selama dua tahun ia menjalani profesi sebagai tukang ojek sambil kuliah. 
Pada tahun 2007, ia kemudian mendapatkan kepercayaan menjadi loper koran Sumbawa Pos. Selanjutnya ia juga mulai berkecimpung dalam keorganisasian mahasiswa PMII. 

"Dari situ saya mulai belajar berorganisasi dan belajar tentang banyak hal," ujarnya.

Ia juga sempat mengikuti pelatihan jurnalistik yang diadakan oleh M. Zaelani (Pimpinan Redaksi Dompu News dan sekarang menjadi Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Dompu). Ia magang selama 3 (tiga) bulan di koran itu. Pengalaman dan hasil pelatihan itu pula yang mengantarkannya menjadi wartawan. Ia sempat dipercaya menjadi Kepala Biro Koran Stabilitas selama satu tahun. Kemudian dipercaya oleh pimpinan kampus mengelola media Pusaka Publik hingga kini.

Pada tahun 2009 kampus STKIP YAPIS berdiri. Dodo yang masih berstatus mahasiswa di STIE YAPIS itu dipercaya untuk menjadi operator kampus baru itu. Sebelumnya ia diberi kesempatan mengikuti pelatihan komputer selama 3 (tiga) minggu. Pada tahun itu pula, Dodo mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi gadia tambatan hatinya, Nurhasanah yang juga merupakan teman kuliahnya.

Setelah diwisuda sebagai sarjana tanggal 17 Mei 2011, Dodo kemudian diangkat menjadi Kepala Pusat Data di STKIP YAPIS Dompu yang mengurusi KHS mahasiswa dan laporan-laporan ke Dikti. Seiring dengan itu, ia juga mendapatkan amanah sebagai Ketua Umum PMII Kabupaten Dompu dan masih berprofesi sebagai wartawan juga. 
"Waktu itu  saya tidak begitu dikenal sebagai wartawan tetapi lebih dikenal sebagai aktivis termasuk yang demo pak HBY saat baru menjabat sebagai Bupati Dompu," ujarnya dengan tersenyum mengenang masa-masa saat menjadi aktivis.

Selain menjadi Kepala Pusat Data, Dodo juga diangkat menjadi dosen di kampus baru itu. Meskipun saat itu telah terbit UU Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005 yang mengharuskan seorang dosen memiliki kualifikasi akademik minimal telah melalui pendidikan akademik program pascasarjana (magister) untuk mengajar program diploma dan sarjana.

"Saya dihadapkan dengan itu tetapi karena lokalitas di daerah masih dibolehkan," jelasnya. 

Kuat keinginannya untuk menempuh pendidikan akademik yang lebih tinggi lagi. Buku motivasi yang sering dibacanya membangkitkan semangatnya untuk meraih impian yang lebih tinggi lagi. Langkah awalnya ia harus menulis impian itu.

"Dalam satu buku motivasi yang saya baca, kalau kita ingin mewujudkan mimpi kita maka tulislah mimpi itu. Akhirnya di lemari saya tulis tahun 2013 saya harus S2 dan 2017 saya harus S3. Itu yang mendorong saya lebih semangat lagi bekerja," urainya.

Dodo meyakini ucapan adalah doa. Apa yang ia tulis juga sebagai wujud permohonan kepada Allah. Akan mendorong alam bawah sadar untuk mendapatkannya.

Keinginan hatinya untuk menempuh pendidikan magister dikabulkan oleh Allah SWT. Begitu ada peluang mendapatkan beasiswa S2 langsung disambutnya. 
Pada tahun 2013 ia menempuh pendidikan program pascasarjana di Universitas Mataram (Unram) dengan beasiswa dosen karena tahun 2012 ia telah mendapat NIDN (Nomor Induk Dosen Nasional). Ia memilih Jurusan Ilmu Ekonomi Konsentrasi Perencanaan. 

Kenapa Dodo mengambil S2 Ilmu Ekonomi ? 
"Karena ilmu ekonomi itu luas. Saya ingin berkontribusi untuk pembangunan daerah. Daerah itu bisa maju manakala perguruan tingginya maju yang ditandai dengan kontribusinya dalam pembangunan lewat kajian-kajian akademis dan pemikirannya," bebernya.

Ia mengemukakan ilmu ekonomi itu berkaitan erat dengan pembangunan. Mulai dari pembangunan secara mikro (skala kecil) seperti mengurus rumah tangga, pembangunan desa sampai ke hal-hal makro untuk menjaga stabilitas negara. 
Ilmu ekonomi membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan upaya supaya tidak terjadi inflasi, tidak terjadi banyaknya angka pengangguran. Ilmu emonomi juga berbicara tentang pertumbuhan ekonomi maupun seluk-beluk investasi supaya kesejahteraan masyarakat semakin meningkat yang berarti pua menurunkan angka kemiskinan. 
"Banyak hal yang dipelajari mulai dari makro sampai mikro," jelasnya.

Walhasil Dodo mampu mengakhiri masa studi program magister ini dalam waktu 1 tahun 8 bulan atau lebih cepat dua bulan dari yang ditargetkan. Ia seharusnya diwisuda tanggal 24 Juni 2015, tetapi diundur menjadi 4 Juli 2015. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang dioerolehnya cukup tinggi yaitu 3,54.

Setelah selesai S2, Dodo kembali lagi mengabdi di Kampus STKIP YAPIS yang telah membesarkannya. 

Pada tahun 2017, kembali ia mendapatkan program beasiswa program doktor di Universitas Brawijaya Malang Jawa Timur. Di program S3 ini Dodo menjadi mahasiswa termuda karena usianya baru 30 tahun. Sementara teman-temannya sudah berusia 40 tahun ke atas. Pada umumnya teman-temannya juga adalah dosen-dosen di perguruan tinggi negeri dan alumni universitas negeri ternama di Pulau Jawa sekelas UGM atau IPB.
Karena itu kompetensi mereka sangat mumpuni. Tetapi itu tidak membuatnya berkecil hati. Ia banyak belajar dari rekan-rekannya yang senior itu. Kesemangatan mereka membuat ia juga bersemangat dalam menggapai kesuksesan. 
Akhirnya dalam kurun waktu 3 tahun 5 bulan 11 hari ia berhasil menyelesaikan masa kuliahnya di UB Malang. Lebih cepat satu bulan dari yang ditargetkan.
Sama dengan waktu S2, karena masa kuliahnya berakhir lebih cepat, maka sisa beasiswa yang menjadi haknya harus dikembalikan ke kas negara.

Promosi Doktornya pada 11 Desember 2020 di usianya 33 tahun. Tetapi pelaksanaan wisuda baru bisa dilaksanakan pada 4 Maret 2021 secara virtual karena di tengah pandemi Covid -19. Ia mendapatkan IPK 3,80. 
(Meski IPK 3,80 dan masa studi lebih cepat, tetapi Dodo tidak mendapatkan predikat Cumlaude. Hal itu disebabkan karena terhalang nilai mata kuliah 2 (dua) semester yang tidak mencapai angka cumlaude).

Dr. Dodo Kurniawan, SE., ME mendapatkan amanah sebagai Ketua STKIP YAPIS Dompu sejak 26 Oktober 2020 lalu. Ia bertekad untuk memajukan kampus yang telah membesarkannya dirinya itu. 
Ia mengatakan kecenderungan masyarakat Dompu maupun Bima sejak dulu kuliah di 3M yaitu Makassar, Mataram dan Malang). 
"Di tiga kota ini anak-anak Dompu dan Bima yang kuliah itu banyak sekali. Ada juga yang di Jogja atau di UI (Jakarta) atau di Semarang tapi tidak banyak. Yang banyak di 3M ini. Kita ingin 3M itu ada di Dompu sehingga anak-anak kita tidak perlu kuliah di luar daerah," paparnya.

Ia mengatakan kuliah di daerah sendiri akan memberikan dampak positif pada kemajuan daerah dan berdampak pada peningkatan perekonomian masyarakat. 
"Karena perputaran uang itu ada di daerah sendiri, tidak ke mana-mana. Kalau kuliah di luar daerah, kelemahannya perputaran uang tidak memberikan multi player effect pada daerah kita. Tidak heran kalau daerah kita tidak maju-maju," ujarnya.

Ia menjelaskan pula bahwa salah satu indikator sebuah daerah dikatakan maju apabila adanya pendidikan tinggi yang maju pula. Tidak bisa daerah dibangun hanya dengan mengandalkan peran pemerintah daerah saja. Tanpa mengakomodir dan memberikan dukungan terhadap kemajuan pendidikan tinggi.

"Sumber inovasi, riset yang mampu dipertanggungjawabkan adalah keluaran dari kampus, karena orang-orang yang melakukan penelitian adalah orang-orang yang kredibel. Selain kredibel, kapasitas dan kapabilitasnya juga teruji," urainya.


Dikatakannya STKIP YAPIS Dompu terus berbenah dan mengalami kemajuan yang pesat. Pada awal berdirinya tahun 2008 Program Studi yang dibuka hanya Pendidikan Sejarah dan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Tahun 2011 membuka lagi 4 Prodi yaitu Bahasa Inggris, Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (PJKR), Pendidikan Teknologi Informasi (PTI).
Outputnya sudah banyak direkrut oleh berbagai sekolah negeri maupun swasta di Bumi Nggahi Rawi Pahu bahkan di daerah-daerah lain.

Bangunan kampus yang awalnya beberapa lokal, kini semakin bertambah. Saat ini sedang membangun gedung lantai tiga dengan jumlah 14 lokal ruangan kuliah. Di bagian belakang sedang dibangun pula lapangan futsal berstandar nasional yang dilengkapi dengan kolam renang.

Kompetensi para dosen juga tidak diragukan lagi. Saat ini ada 50 dosen-dosen muda yang berkualifikasi akademik S2 dan S3. Bahkan beberapa di antaranya lulusan perguruan tinggi di luar negeri.
Jumlah mahasiswa STKIP YAPIS Dompu saat ini kurang lebih 1.300 orang. 

"Mahasiswa baru yang sudah mendaftar gelombang I dan II lebih kurang 260 orang," tutupnya. (emo).