Kerusakan Hutan, Siapa Salah ? (1)

Kategori Berita

.

Kerusakan Hutan, Siapa Salah ? (1)

Koran lensa pos
Jumat, 08 November 2019

Ihlas Hasan
Catatan ini adalah murni pandangan pribadi saya, sebagai putera daerah (asli) Dompu. 
Terkait dengan kegelisahan saya terhadap aksi saling tuding antara masyarakat (petani), DRPD dan Pemerintah (Daerah dan Provinsi) terhadap mengganasnya eksploitasi hutan di wilayah NTB.

Ikhwal kerusakan hutan yang terjadi di NTB khususnya di Kabupaten Dompu harus dilihat dalam ragam sudut pandang (multiperspektif) agar cara pandang dan cara kita mengambil kesimpulan menjadi utuh dan bijaksana.

Jika kerusakan hutan diidentikkan sebagai dosa, maka kerusakan hutan di Dompu adalah dosa berjamaah. Ingat, ini murni dosa berjamaah. Mengapa demikian? 

Karena semua pihak ikut memanen untung juga sama-sama panen bencana. Sehingga semua pihak terkait harus sama-sama juga menanggung, tak boleh lepas tangan.

Secara pribadi, saya tidak sepakat jika Bupati Dompu dalam hal ini HBY secara tunggal harus dipersalahkan atas perambahan hutan di Dompu. Tentu saja ini bukan fikiran cerdas. Sebaiknya kerusakan hutan harus menjadi bahan muhasabah bersama. Harus dikonfirmasi pada semua pihak, mengapa ini terjadi ?

Pada kesempatan ini, saya ini mengurai beberapa aspek yang mungkin bisa menjadi pemicu eksploitasi hutan di Dompu.

Pertama, sejak digelontorkannya Dana Desa dan ADD, proyek massal pembukaan jalan lokasi dibuka secara ugal-ugalan. Hal ini mempermudah akses petani menggarap semua lahan, termasuk lahan konservasi.
Ini artinya, ada kekeliruan dan disorientasi dalam penggunaan Dana Desa. Hal ini perlu dikonfirmasi kembali bahwa penggunaan Dana Desa tidak serta merta untuk pembangunan infrastruktur statis. Namun perlu juga dipikirkan penggunaan dana desa diarahkan kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Sumber daya alam dapat terkelola dengan baik hanya dengan menghadirkan sumber daya manusia yang berkualitas, cerdas dan kreatif. Intinya pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus mengevaluasi kembali implementasi pembangunan di Desa yang selama ini telah berjalan.

Kedua, geliat budidaya jagung dalam beberapa tahun terakhir merupakan cermin dari semangat petani menjemput kesejahteraan. Selama ini, eksistensi petani di Dompu masih hidup jauh dari kata layak. Namun sayangnya,  semangat tanam jagung tidak dibarengi dengan hadirnya pendampingan oleh tenaga ahli dalam urusan jagung, sehingga produktivitas hasil tidak pernah meningkat signifikan. Sehingga untuk menambah kuantitas hasil, petani terus memperluas lahan.

Di samping itu harga jagung tidak diproteksi dengan baik. Beberapa fenomena di atas merupakan faktor yang berkontribusi terjadinya pembalakan liar di Dompu. (Bersambung)