Dompu, Lensa Pos NTB - Quick count atau jajak pendapat merupakan sebuah metode ilmiah verifikasi hasil pemilihan umum yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survey dengan menghitung
persentase hasil pemilu di tempat pemungutan suara (TPS) yang dijadikan sampel. Demikian penjelasan mantan Komisioner KPU Kabupaten Dompu, Suherman, S. Pd menanggapi pro dan kontra tentang hasil quick count yang ditayangkan oleh sejumlah stasiun televisi mengenai Pilpres 2019.
Dikemukakan Suherman, keberadaan lembaga survey dan quick count atau jajak pendapat dalam pemilu itu telah diatur dan dijamin dalam UU pemilu dan peraturan KPU sebagai bentuk dari partisipasi masyarakat. Pada pemilu 2019 ini, ada beberapa lembaga telah merilis hasil quick countnya di hampir semua stasiun Televisi dan memberikan hasil sementara bahwa yang unggul adalah pasangan nomor urut 01. Hasil rilis ini kemudian menjadi debatable di tengah masyarakat yang menimbulkan polemik dengan berbagai macam argumentasi rasional, irasional bahkan ada yang emosional. "Kalau hasil jajak pendapat tersebut tidak dipercayai, maka ada alternatif yaitu mengakses Situng KPU," jelas mantan Ketua Divisi Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat di KPU Kabupaten Dompu ini.
Ia melanjutkan Situng merupakan suatu aplikasi sistem perhitungan suara yang cara kerjanya formulir C1 hasil penghitungan suara di TPS dipindai (discan) lalu diupload ke dalam sistem. "Sistem tersebut bisa diakses secara luas oleh masyarakat," imbuhnya. Suherman menegaskan antara quick count dan situng sama-sama merupakan hasil sementara yang tidak bisa dijadikan rujukan resmi. "Meskipun yang ditampilkan situng KPU adalah formulir C1 yang discan dari seluruh TPS tetap sifatnya sementara. Yang resmi adalah sistem manual KPU," tandasnya. Ditegaskannya situng KPU hanya sebagai alat kontrol dan informasi awal bagi masyarakat untuk mengetahui agar bisa mengawal proses pemilu. "Dan yang terpenting ini bentuk transparansi dan akuntabilitas KPU terhadap publik," paparnya.
Lebih lanjut Suherman menerangkan bahwa hasil resmi pemilu ditetapkan oleh KPU melalui sistem manual yang dimulai dari proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS (17 - 18 April 2019), rekapitulasi ditingkat PPK (18 - 4 Mei 2019) rekapitulasi tingkat kabupaten (22 April - 7 Mei 2019, tingkat propinsi (22 April - 12 Mei 2019) dan pada ahirnya sampai tingkat nasional yang dilaksanakan oleh KPU RI (25 April - 22 Mei 2019). "Dalam setiap jenjang tersebut perolehan suara diisi ke dalam formulir- formulir dibuatkan berita acara yang kemudian ditetapkan resmi dalam rapat pleno terbuka pada setiap jenjang yang dihadiri pengawas pemilu di seluruh tingkatan, saksi-saksi peserta pemilu dan pemantau.
"Kalaulah ada anggapan bahwa situng KPU dibajak, dibobol kemudian perolehan suara peserta pemilu dimanupulasi/disedot. Maka itu pandangan tidak mendasar, silahkan saja bajak atau bobol situngnya. Namun hasil resmi pemilu tetap melalui sistem manual. Kita boleh tidak meyakini kebenaran hasil quick count dan situng KPU sekalipun. Maka bersabarlah dengan sadar, tunggu hasil resmi KPU. Dan saat KPU menetapkan secara resmi hasilnya, maka siapapun yang terpilih nantinya, kita harus terima dengan lapang dada dan kebesaran jiwa," pungkasnya. (AMIN)
persentase hasil pemilu di tempat pemungutan suara (TPS) yang dijadikan sampel. Demikian penjelasan mantan Komisioner KPU Kabupaten Dompu, Suherman, S. Pd menanggapi pro dan kontra tentang hasil quick count yang ditayangkan oleh sejumlah stasiun televisi mengenai Pilpres 2019.
Dikemukakan Suherman, keberadaan lembaga survey dan quick count atau jajak pendapat dalam pemilu itu telah diatur dan dijamin dalam UU pemilu dan peraturan KPU sebagai bentuk dari partisipasi masyarakat. Pada pemilu 2019 ini, ada beberapa lembaga telah merilis hasil quick countnya di hampir semua stasiun Televisi dan memberikan hasil sementara bahwa yang unggul adalah pasangan nomor urut 01. Hasil rilis ini kemudian menjadi debatable di tengah masyarakat yang menimbulkan polemik dengan berbagai macam argumentasi rasional, irasional bahkan ada yang emosional. "Kalau hasil jajak pendapat tersebut tidak dipercayai, maka ada alternatif yaitu mengakses Situng KPU," jelas mantan Ketua Divisi Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat di KPU Kabupaten Dompu ini.
Ia melanjutkan Situng merupakan suatu aplikasi sistem perhitungan suara yang cara kerjanya formulir C1 hasil penghitungan suara di TPS dipindai (discan) lalu diupload ke dalam sistem. "Sistem tersebut bisa diakses secara luas oleh masyarakat," imbuhnya. Suherman menegaskan antara quick count dan situng sama-sama merupakan hasil sementara yang tidak bisa dijadikan rujukan resmi. "Meskipun yang ditampilkan situng KPU adalah formulir C1 yang discan dari seluruh TPS tetap sifatnya sementara. Yang resmi adalah sistem manual KPU," tandasnya. Ditegaskannya situng KPU hanya sebagai alat kontrol dan informasi awal bagi masyarakat untuk mengetahui agar bisa mengawal proses pemilu. "Dan yang terpenting ini bentuk transparansi dan akuntabilitas KPU terhadap publik," paparnya.
Lebih lanjut Suherman menerangkan bahwa hasil resmi pemilu ditetapkan oleh KPU melalui sistem manual yang dimulai dari proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS (17 - 18 April 2019), rekapitulasi ditingkat PPK (18 - 4 Mei 2019) rekapitulasi tingkat kabupaten (22 April - 7 Mei 2019, tingkat propinsi (22 April - 12 Mei 2019) dan pada ahirnya sampai tingkat nasional yang dilaksanakan oleh KPU RI (25 April - 22 Mei 2019). "Dalam setiap jenjang tersebut perolehan suara diisi ke dalam formulir- formulir dibuatkan berita acara yang kemudian ditetapkan resmi dalam rapat pleno terbuka pada setiap jenjang yang dihadiri pengawas pemilu di seluruh tingkatan, saksi-saksi peserta pemilu dan pemantau.
"Kalaulah ada anggapan bahwa situng KPU dibajak, dibobol kemudian perolehan suara peserta pemilu dimanupulasi/disedot. Maka itu pandangan tidak mendasar, silahkan saja bajak atau bobol situngnya. Namun hasil resmi pemilu tetap melalui sistem manual. Kita boleh tidak meyakini kebenaran hasil quick count dan situng KPU sekalipun. Maka bersabarlah dengan sadar, tunggu hasil resmi KPU. Dan saat KPU menetapkan secara resmi hasilnya, maka siapapun yang terpilih nantinya, kita harus terima dengan lapang dada dan kebesaran jiwa," pungkasnya. (AMIN)