Siswa Miskin Tidak Boleh Dipungut BPP

Kategori Berita

.

Siswa Miskin Tidak Boleh Dipungut BPP

Koran lensa pos
Selasa, 22 Mei 2018
Ahmad Taufik, S.Pd, M.Pd
Kepala UPTD Dikmen PK dan PLK Dompu
Dompu, Lensa Post NTB  - Pungutan pendidikan oleh pihak sekolah terhadap siswa beberapa waktu lalu sempat memunculkan polemik dan sempat heboh diperbincangkan di media sosial karena dinilai memberatkan orang tua siswa. Di sisi lain, pungutan yang dikenal dengan istilah BPP (Biaya Penyelenggaraan Pendidikan) itu 'dicurigai' sebagai kebijakan satuan pendidikan tanpa merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kepala UPTD Dikmen PK dan PLK Kabupaten Dompu, Ahmad Taufik, S. Pd., M. Pd yang ditemui media ini di ruang kerjanya kemarin memberikan klarifikasi tentang hal itu.

Dijelaskan Taufik bahwa pemberlakuan BPP mengacu pada pasal 51 ayat 4 huruf c Peraturan Pemerintah (PP) nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Gubernur NTB yang mengatur tentang besarnya pungutan BPP serta siapa saja yang dikenai pungutan dan yang tidak boleh dikenai pungutan BPP.

"Pergub tersebut mengatur bahwa pungutan hanya untuk siswa dari keluarga mampu dan diharamkan dikenai pungutan dari keluarga tidak mampu," paparnya. Ditegaskannya Pergub NTB tersebut justru memberikan proteksi (perlindungan) bagi siswa dari keluarga tidak mampu.

"Siswa dari keluarga miskin itu tidak boleh dipungut pembayaran uang sekolah bahkan mereka harus mendapatkan BSM (Bea Siswa Miskin) atau PIP (Program Indonesia Pintar)," imbuhnya.

Lebih lanjut mantan Kepala SMAN 1 Dompu ini menerangkan bahwa Pergub NTB tersebut mempertimbangkan prinsip keadilan bagi masyarakat. Yang mampu (kaya) dikenai pungutan dan yang miskin tidak boleh dibebani dengan pungutan bahkan berhak diberi bea siswa.

Ditambahkannya sekolah diberi hak otonomi untuk menentukan  siswa-siswa yang layak untuk dikenai pungutan BPP maupun yang tidak boleh dikenai pungutan BPP dengan memperhatikan kondisi ekonomi keluarganya. Salah satu indikatornya adalah kepemilikan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) berupa kartu PKH (Program Keluarga Harapan) atau PIP (Program Indonesia Pintar).

"Kalau siswa punya kartu PKH dan dilihat ekonomi keluarganya memang miskin, maka sekolah jangan membebani dengan BPP kemudian dicentang di Dapodik dan wajib bagi siswa itu diusulkan untuk mendapat BSM," urainya.

Dikatakannya kepemilikan kartu PKH tidak mutlak. Apabila ada siswa dari keluarga miskin tetapi tidak memiliki kartu KKS / kartu PKH, maka orang tua / walinya membuat surat keterangan tidak mampu untuk disampaikan kepada pihak sekolah agar dibebaskan dari BPP.

"Nanti sekolah yang akan melakukan survey ke rumahnya apakah benar-benar miskin atau tidak. Kalau memang benar miskin, maka tidak boleh dikenai pungutan BPP," jelasnya panjang lebar.

Sebaliknya siswa dari keluarga yang memiliki kartu PKH tetapi dilihat dari kondisi ekonominya mampu, maka pihak sekolah dapat menetapkan pungutan BPP baginya. (SUPRIYAMIN - Biro Dompu)