Dompu, koranlensapos.com - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Dompu melakukan kegiatan sosialisasi pencegahan perkawinan anak. Kegiatan itu digelar di Aula Kantor Desa Manggeasi Kecamatan Dompu Kabupaten Dompu, Selasa (3/6/2025).
Adapun narasumber kegiatan itu yakni Kepala DP3A Kabupaten Dompu, Abdul Syahid dengan materi berjudul "Pencegahan Perkawinan Anak Menuju Dompu Maju" dan dari Pengadilan Agama Kabupaten Dompu, Jauharil Uliya (Hakim PA Dompu) dengan materi "Pencegahan Perkawinan Usia Dini Demi Kepentingan terbaik bagi Anak".
Kepala DP3A Kabupaten.Dompu, Abdul Syahid menjelaskan
Pernikahan anak atau pernikahan adalah sebuah bentuk ikatan atau pernikahan yang salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah menengah atas.
"Merujuk pada hasil revisi dari UU Nomor 1 Tahun 1974 Menjadi UU Nomor 16 tahun 2019 tentang Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan
pihak wanita sudah mencapai umur 19 tahun," jelasnya.
Apa faktor - faktor penyebab terjadinya pernikahan anak?
Kadis menyebut ada beberapa faktor penyebab terjadinya pernikahan anak. Antara lain disebabkan pengaruh budaya lokal, pengaruh sosial media, alasan ekonomi, sosial, anggapan tidak penting pendidikan bagi anak perempuan dan stigma negatif terhadap status perawan tua. Pergaulan bebas pada remaja juga mendominasi terjadinya pernikahan anak ini.
Dilanjutkan Kadis Abdul Syahid, pernikahan pada usia anak ini jelas memiliki banyak risiko. Karena secara fisik dan mental belum siap untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Risiko-risiko dimaksud di antaranya kurangnya perawatan selama hamil dan sebelum melahirkan, tekanan darah tinggi, kelahiran prematur, berat badan bayi lahir rendah, risiko tertular penyakit menular sesuai (PMS), depresi pasca melahirkan (postpartum depression), timbul perasaan sendiri dan terasing.
Apa dampak dari pernikahan anak/dini?
Diterangkan Kadis, belum matangnya usia sang ibu, mendatangkan konsekuensi tertentu pada si calon anak. Misalnya, angka risiko kematian bayi lebih besar, bayi lahir dalam keadaan prematur, kurang gizi, dan anak berisiko terkena hambatan pertumbuhan atau stunting.
Dampak psikologis dari pernikahan anak ini juga akan mudah munculnya kecemasan, stres, depresi, dan gangguan adaptasi. Selain itu, pernikahan anak dapat membatasi interaksi sosial, mengganggu pola pengasuhan, meningkatkan risiko perceraian, gangguan mental, keterbatasan pendidikan dan karir serta ketergantungan ekonomi.
Kadis kemudian menekankan semua pihak untuk bersama-sama melakukan pencegahan terhadap pernikahan anak. Hal itu mengacu pada Perda Provinsi NTB Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pencegahan Perkawinan Anak, Surat Edaran Gubernur NTB tentang Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak Nomor: 100.3.4.1/81/GUB 19/2025
dan Surat Edaran Jam Malam Kabupaten Dompu Nomor 338/329/DPPPA/2024.
"Menikah bukan sekadar ritual, tapi awal dari tanggung jawab baru. Pastikan kamu siap secara emosional, finansial, dan mental sebelum memutuskan untuk menikah muda," pesan Kadis.
Narasumber dari PA Dompu, Jauharil Uliya dalam paparan materinya menjelaskan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019:
telah melakukan perubahan terhadap UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974. Salah satunya adalah menaikkan batas minimal usia perkawinan menjadi 19 tahun untuk pria dan wanita.
"Pernikahan di bawah 19 tahun bagi pria atau wanita digolongkan dalam pernikahan dini atau pernikahan anak," jelasnya.
Bagaimana jika terjadi pernikahan di bawah 19 tahun? Uliya menerangkan pernikahan bagi usia anak harus terlebih dahulu mendapatkan izin dispensasi nikah dari Pengadilan Agama.
"Dispensasi perkawinan sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat 2 nomir 1 THN 1974, bahwa orang tua pihak pria dan wanita bisa meminta dispensasi kepada Pengadilan Agama dgn alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup. Dispensasi kawin itu berdasarkan atas asas kepentingan terbaik bagi anak, dan melindungi anak dalam kandungan," paparnya. (emo).