Mahar Politik Dilarang, Dikenai Sanksi Pidana Bahkan Pembatalan Pencalonan

Kategori Berita

.

Mahar Politik Dilarang, Dikenai Sanksi Pidana Bahkan Pembatalan Pencalonan

Koran lensa pos
Rabu, 26 Juni 2024


Ketua Bawaslu Kabupaten Dompu, Swastari HAZ


Koranlensapos.com - Mahar politik, dua kata yang kerap jadi pembicaraan publik baik di warung kopi maupun di pangkakan ojek bahkan di kalangan komunitas petani dan nelayan. Hal itu menunjukkan perhatian publik yang besar terhadap calon pemimpin yang mampu membawa perubahan bagi daerah.

Tidak terkecuali menjelang Pemilihan Kepala Daerah yang akan berlangsung pada 27 November 2024 mendatang. Istilah mahar politik kembali santer dibicarakan. 

Masyarakat awam membahasakan mahar politik yakni imbalan yang diberikan oleh bakal calon atau seseorang kepada partai politik atau koalisi parpol untuk menjadi kendaraan politik menuju tahap pencalonan. Karena salah satu syarat pencalonan harus mendapatkan dukungan paling sedikit 20% dari jumlah kursi legislatif atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu terakhir.

Dalam pembicaraan bebas publik, untuk mendapatkan kendaraan politik, bakal calon harus mengeluarkan dana yang cukup fantastis hingga miliaran rupiah. Bila mahar yang diserahkan hanya hitungan ratusan juta, sangat kecil kemungkinan untuk mendapatkan restu dari pimpinan Parpol atau koalisi Parpol.

Pembicaraan publik tentang mahar politik ini dianggap biasa-biasa saja. Hal yang lumrah pada setiap memasuki musim Pilkada. Namun ternyata mahar politik ini dilarang oleh Undang-Undang yang berlaku di negeri ini. 

Ketua Bawaslu Kabupaten Dompu, Swastari HAZ menegaskan larangan mahar politik itu telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Swastari mengatakan pada Pasal 47 ayat (1) menyebutkan larangan Parpol atau gabungan Parpol menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan.

"Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota," papar srikandi bercadar itu.

Larangan memberi imbalan, jelasnya termaktub dalam pasal 47 ayat (4) yang berbunyi "Setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota," ucapnya membacakan salah satu pasal dari UU tersebut.

Apa sanksi hukum bagi pemberi  imbalan (mahar politik)?

"Dalam hal putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menyatakan setiap orang atau lembaga terbukti memberi imbalan pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota maka penetapan sebagai calon, pasangan calon terpilih, atau sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota dibatalkan. Setiap orang atau lembaga yang terbukti dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memberi imbalan pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan pidana penjara paling lama 60 bulan dan denda paling sedikit 300 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah," urainya sembari membacakan ayat demi ayat dalam UU tersebut.

Apakah sanksi hukum bagi parpol atau gabungan parpol penerima imbalan?

Swastari kemudian menerangkan dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik terbukti menerima imbalan, Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama. 

Pada ayat selanjutnya setiap partai politik atau gabungan partai politik yang terbukti menerima imbalan, dikenakan denda sebesar 10 kali lipat dari nilai imbalan yang diterima. 

"Anggota Partai Politik atau anggota gabungan Partai Politik yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit 300 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah," tandasnya dengan merujuk pada UU tersebut di atas. (emo).