Kemenag Dompu Laksanakan FGD Moderasi Beragama

Kategori Berita

.

Kemenag Dompu Laksanakan FGD Moderasi Beragama

Koran lensa pos
Sabtu, 24 Juni 2023

 

Kegiatan FGD Moderasi Beragama yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama Kabupaten Dompu di Aula MTsN I Dompu, Jumat (23/6/2023)


Dompu, koranlensapos.com - Kementerian Agama Kabupaten Dompu melaksanakan Focus Discussion Group (FGD) tentang moderasi beragama. Kegiatan itu digelar di Aula MTsN I Dompu pada Jumat (23/6/2023). 



Kegiatan kelompok diskusi terarah itu bertajuk "Merajut Kebersamaan Dalam Menjaga Keutuhan NKRI dari Paham Radikal dan Intoleran".


Hadir sebagai narasumber Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Dompu, Drs. H. Syamsun H. Ilyas, M. Si, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Dompu, Drs. H. Mokh. Nasuhi, M. Si dan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) diwakili Kabid Nurdin Hamka, SH. Sedangkan peserta FGD adalah para penyuluh dan tokoh agama.


Kasubbag Tata Usaha Kementerian Agama Kabupaten Dompu, H. Burhanuddin, S. Ag yang menjadi moderator dalam kegiatan itu menjelaskan bahwa FGD tentang moderasi beragama ini untuk mencegah timbulnya paham intoleransi dan radikalisme di tengah masyarakat.


"Diharapkan para penyuluh dan tokoh agama dapat memberikan pencerahan kepada masyarakat mengenai paham intoleransi dan radikalisme ini," ujarnya.


Kakan Kemenag Kabupaten Dompu, H. Syamsul H. Ilyas mengemukakan perbedaan adalah sunatullah di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Keanekaragaman adalah fitrah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


"Maka harus diwujudkan sikap saling menghormati dan menghargai dalam menyikapi perbedaan dan keanekaragaman yang ada," ucapnya.


Ditegaskannya pula bahwa nilai-nilai  Pancasila adalah cermin dari keaslian masyarakat Indonesia yang majemuk. Maka nilai-nilai Pancasila harus mengakar kuat dalam hati sanubari dan kepribadian masing-masing anggota masyarakat. Selanjutnya cerminan nilai - nilai luhur Pancasila diejawantahkan dalam sikap dan karakter yang saling menghormati kemajemukan yang ada di negeri ini. Khususnya di Bumi Nggahi Rawi Pahu (Kabupaten Dompu).


Dikatakannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara supaya saling menjaga dan saling menghormati perbedaan yang ada. Merajut kebersamaan dalam menjaga keutuhan NKRI.


"Moderasi beragama harus terwujud dengan baik. Tidak boleh saling menyalahkan satu sama lain," ucapnya.


Ditegaskannya paham-paham yang ekstrim dan radikal tidak boleh ada di tengah umat Islam karena Islam itu agama yang rahmatan lil alamin. 


"Harus tercipta kedamaian, kesejukan dan ketenangan di tengah masyarakat. Faham radikalisme dan intoleran tidak boleh ada. Kita harus saling mengedepankan nilai-nilai toleransi," ujarnya.


Mantan Kakan Kemenag Sumbawa ini mengapresiasi harmonisasi kehidupan beragama di Kabupaten Dompu. Tidak ada gesekan-gesekan dalam persoalan agama.


"Alhamdulillah suasana kondusif, aman. Bisa kondusif.dan tenang itu karena peran tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat," tuturnya.



Diterangkannya peran tokoh agama dan tokoh masyarakat sangat penting untuk mewujudkan moderasi beragama ini. Mereka berada di tengah umat sebagai sosok penyejuk. Bukan memukul tapi merangkul. Merangkul semua perbedaan yang ada di tengah masyarakat.



Sementara itu, Ketua Umum MUI Kabupaten Dompu, H. Mokh. Nasuhi menyajikan materi berjudul "Mencegah Paham Radikalisme dan Intoleran Dalam Bingkai Islam Rahmatan Lil Alamin.


Diuraikan Nasuhi, paham radikalisme, terorisme dan ekstrimisme harus dicegah guna menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Ciri-cirinya intoleran, cenderung fanatik dan senang menggunakan cara-cara anarkis. Sedangkan terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau takut secara meluas. Terorisme ini menimbulkan korban yang bersifat massal atau kerusakan terhadap objek vital dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan. Adapun ekstrimisme yaitu kelompok yang menganut paham kekerasan ekstrim.


Radikalisme sudah ada sejak manusia ada. Sekarang yang utama adalah bagaimana bangsa Indonesia  menangkal gerakan radikalisme dan terorisme tersebut. 


Radikalisme dan terorisme terjadi akibat banyak faktor, yang paling banyak adalah persoalan ideologi agama. Para penganut paham radikalisme dan terorisme mengkafirkan dan menganggap orang beda agama sebagai musuh. Bahkan yang seagama tetap dianggap musuh dan harus dimusnahkan. 




Wakil Rektor Bidang Kerja Sama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Murodi mengatakan, upaya mengkafirkan sudah muncul sejak abad 7-8 masehi. Dia menceritakan, ketika itu terjadi konflik internal dan perebutan kekuasan di banyak negara yang menjadi akar munculnya radikalisme. 


Tujuannya, kata dia, untuk menggulingkan kekuasaan politik, makanya gerakan radikal itu muncul di negaranegara Islam, termasuk di Indonesia. "Mereka ingin mengganti ideologi negara dengan ideologi Islam. Itulah salahnya, mestinya yang harus diajarkan ke masyarakat adalah bahwa negara ini didirikan oleh para pahlawan yang berideologi Pancasila yang digali dari sumber-sumber agama itu sendiri," ujar Murodi, Jakarta, Kamis (12/5/2016). 


Dipaparkannya penyebaran paham radikalisme memiliki dampak yang luas. Setidaknya ada 7 (tujuh) dampak radikalisne, yakni 


1.  Terjadi teror dan kekerasan;

2. Menimbulkan konflik horizontal dan vertikal;

3. Menyebabkan hilangnya harta benda masyarakat, bahkan nyawa;

4. Menimbulkan keresahan dan ketakutan;

5. Pudarnya rasa toleransi umat beragama;

6. Melemahnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan aparat; dan 


7. Pasca radikalisme akan terkenang dalam memori masyarakat dan sulit dihapuskan. 



Lebih jauh Nasuhi memaparkan tentang indikator radikalisme. Mengutip pernyataan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakhid. Menurut Nurwakhid, ada setidaknya lima indikator untuk melihat seorang penceramah masuk kategori radikal atau tidak. 


Pertama, mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro-ideologi khilafah transnasional;


Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama;


Ketiga, menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebenciani (hate speech), dan sebaran hoaks;


Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas); dan


Kelima, biasanya memiliki pandangan antibudaya ataupun antikearifaan lokal keagamaan. 


“Mengenali ciri-ciri penceramah jangan terjebak pada tampilan, tetapi isi ceramah dan cara pandang mereka dalam melihat persoalan keagamaan yang selalu dibenturkan dengan wawasan kebangsaan, kebudayaan, dan keragaman, kata Nurwakhid yang dikutip Nasuhi.




Tokoh yang juga Pengawas Madrasah di Kementerian Agama Kabupaten Dompu ini juga mengulas tentang GARUDA PANCASILA, Lambang Negara Indonesia yang penuh makna.


 

Burung garuda pada lambang Pancasila melambangkan kekuatan dan warna emasnya melambangkan kemuliaan. Perisai di tengah melambangkan pertahanan bangsa Indonesia.


Kedua kaki burung garuda yang kokoh mencengkeram pita putih bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika bermakna "berbeda-beda tetapi satu jua". Slogan ini menjadi kekuatan bangsa Indonesia yang mempunyai keanekaragaman suku, budaya, agama, dan sebagainya. 


17 helai bulu sayap kanan dan kiri: melambangkan tanggal kemerdekaan Indonesia

45 helai bulu leher: melambangkan tahun kemerdekaan Indonesia, yaitu 1945

19 helai bulu pangkal ekor: melambangkan tahun Kemerdekaan Indonesia, yaitu 1945

8 helai bulu ekor: melambangkan bulan kemerdekaan Indonesia yaitu Agustus, sebagai bulan kedelapan dalam satu tahun kalender Masehi.

Angka-angka tersebut menunjukkan tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan tanggal Kemerdekaan Indonesia. 


Pada lima ruangan perisai terdapat beberapa simbol dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu:

Simbol sila pertama Pancasila yaitu cahaya berbentuk bintang bersudut lima yang artinya adalah lambang dasar ketuhanan Yang Maha Esa.

Simbol sila kedua Pancasila yaitu rantai bermata bulat sebagai lambang pria dan rantai bermata persegi sebagai lambang wanita saling berkaitan mata rantai persatuan.


Simbol sila ketiga Pancasila yaitu pohon beringin yang artinya adalah lambang persatuan Indonesia atau kebangsaan.


Simbol sila keempat Pancasila yaitu kepala banteng, yang artinya adalah lambang tenaga rakyat dan dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.


Simbol sila kelima Pancasila yaitu kapas dan padi (sandang dan pangan) yang artinya lambang tujuan kemakmuran bersama, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (emo).